Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
KEIN, RISTEKDIKTI, ESDM & PLN Sepakat PLTN Perlu Segera di Bangun.
20 April 2018 7:18 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Bob S. Effendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 16– 18 April 2018, Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) bekerjasama dengan Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melaksanakan FGD Nuklir bertempat di Hotel Grand Inna, Bali. FGD di hadiri oleh 54 peserta yang terdiri dari 4 Kementrian, Ristekdikti, KESDM, Bapennas, Kemenko Ekonomi dan beberapa lembaga, KEIN, Seskab, Kantor Staff Khusus Presiden, BATAN, BAPETEN, PLN, BPPT, DRN, DEN dan Dewan Ketahanan Nasional.
ADVERTISEMENT
Dr Agus Pudji Staff Ahli Bidang Relevansi dan Produktifitas Kemenristekdikti menjelaskan bahwa tujuan FGD ini adalah untuk melakukan integrasi dan penyelarasan Peta Jalan Pembangunan PLTN yang di lakukan oleh Kementrian ESDM dan Kajian PLTN multi kriteria yang di lakukan oleh Kemristekdikti serta menjawab pertanyaan Presiden kepada Menteri ESDM pada tanggal 12 Oktober 2016 “Apakah Indonesia sudah membutuhkan Nuklir “.
“Tidak ada kata dari Presiden Jokowi untuk menolak PLTN, justru presiden telah memerintahkan kepada ESDM untuk membuat road map”, kata Anggota KEIN, Zulnahar Usman yang memimpin rapat FGD Nuklir.
Menurut Zulnahar yang juga Ketua Pokja ESDM KEIN, Komite Ekonomi dan Industri Nasional RI, melihat implementasi pemanfaatan nuklir sebagai pembangkit listrik harus segera direalisasikan oleh Pemerintah, sebab, jaminan pasokan listrik untuk kebutuhan industri maupun masyarakat di Indonesia masih sulit terpenuhi di masa mendatang. Untuk dapat menjadi negara maju, lanjut dia, Indonesia harus mendorong tumbuhnya industri di dalam negeri. Karena itu, ketersediaan pasokan listrik dengan harga yang murah sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah.
ADVERTISEMENT
Memang biaya produksi listrik dari pembangkit PLTN konvensional yang saat ini sedang beroperasi mahal pada kisaran $11 - $12 sen/kwh tapi dalam 5 – 10 tahun mendatang PLTN generasi IV akan muncul dan dapat di pastikan akan bersaing dengan fossil bahkan dapat lebih murah dari batubara.” Kata Bob S. Effendi seorang pengamat Nuklir yang juga anggota Pokja ESDM KEIN. Lanjutnya ia mengatakan bahkan sudah ada sebuah perusahaan pengembang PLTN Gen-IV yang mengirimkan surat kepada KEIN berminat untuk membangun PLTN gen-IV dengan harga IPP di bawah $7 sen/Kwh fixed price selama 25 tahun.
Menurut Dr Yus Rusdian, Deputi Pengkajian Keselamatan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir, bahwa Bapeten sedang mempersiapkan beberapa regulasi terkait PLTN generasi IV yang bukan saja memiliki tingkat keekonomisan dan keselamatan yang jauh lebih tinggi dibanding PLTN konvensional.
ADVERTISEMENT
Prof Dr Tumiran, anggota DEN mengatakan bahwa pilihannya bilamana bukan Nuklir maka adalah batubara dan Indonesia akan membakar lebih dari 400 Juta ton batubara pada tahun 2030 atau setara dengan seluruh produksi batubara saat ini yang akan menyebabkan bukan saja kerusakan lingkungan tetapi pencemaran udara karena PM2,5 yang dapat menyebabkan kematian dini dalam skala ribuan orang sebagaimana yang terjadi di China. Beliau juga meragukan bahwa cadangan batubara Indonesia masih cukup untuk menggerakan ekonomi 20 tahun kedepan. --menurut Kajian yang di lakukan oleh Asosiasi Penambang Batubara Indonesia dan Price Waterhouse Cooper, pada tahun 2035 batubara Indonesia akan habis.
Dr Kurtubi, anggota Komisi VII DPR RI, dalam sambutan tertulis yang di bacakan di depan forum mengatakan bahwa komisi VII DPR setuju PLTN di bangun. Polemik Nuklir yang sudah berlangsung lebih dari 30 tahun harus segera di hentikan dan Pemerintah segera mengambil keputusan untuk membentuk Badan Pelaksana Pembangunan PLTN.
ADVERTISEMENT
Permasalahan utama polemik Nuklir selama ini adanya kerancuan antara KEBUTUHAN dan KEPUTUSAN. Kebutuhan adalah fakta teknis dari sisi pasokan dan tidak dapat di sangkal dari berbagai pemaparan para pakar jelas PLTN di butuhan dalam 10 tahun kedepan --apakah di putuskan untuk di bangun adalah hal beriikutnya yang memiliki aspek politis dan sosial yang menjadi ranah pemerintah.
Sumber daya energi primer tidak mencukupi untuk dapat mengejar target kapasitas sesuai dengan target RUEN, begitu juga potensi EBT yang selalu di klaim sebesar 400,000 MW realitasnya jauh dari angka tersebut yang dapat di manfaatkan sehingga target EBT 23% pada 2025 sulit tercapai, ungkap Suroso Isnandar, Ketua Tim Nuklir PLN. "Secara secara empiris, tidak lebih dari 15% dari potensi yang akhirnya dapat menjadi energi" Kata Bob S. Effendi, yang sudah 25 tahun bekerja di sektor energi.
ADVERTISEMENT
"7 Alasan Mengapa Indonesia Butuh PLTN" yang di paparkan oleh Bob S. Effendi, menurutnya adalah permasalahan sektor energi yang terus terjadi selama lebih dari 15 tahun tanpa ada solusi permanen yang menyebabkan terus naiknya tarif listrik dan akhirnya berdampak merosotnya daya saing industri dan daya beli masyarakat.
Dari berbagai kajian yang telah di lakukan oleh berbagai K/L tentang PLTN sejak 10 tahun yang lalu terungkap fakta bahwa adanya kebutuhan yang mendesak untuk di bangunnya PLTN, terungkap bahwa PLTN bukan hanya sekedar memberikan pasokan energi dalam skala besar yang handal tetapi terkait juga dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. --menurut Peta Jalan Pembangunan PLTN ESDM yang di paparkan oleh Direktur Aneka Energi dan Energi Terbarukan, Harris, PLTN pertama 1000 MWe sudah harus beroperasi sebelum tahun 2027.
Para pakar yang hadir menandatangani sebuah Kesepakatan Bersama yang berisi 7 alasan mengapa PLTN perlu di bangun segera :
ADVERTISEMENT
1. Terus meningkatnya tarif listrik di Indonesia dari tahun ke tahun, yang menjadi pemicu meningkatnya inflasi sehingga berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat, daya saing industri serta mengancam peningkatan gross domestic product (GDP) nasional. -- PLTN dapat menekan BPP sehingga tarif listrik dapat turun.
2. Mulai habisnya ketersediaan cadangan energi primer berupa gas bumi, minyak, serta batubara semakin terbatas sehingga dalam 2 dekade Indonesia berpotensi mengimport 70% energi primer sehingga perlu adanya terobosan sumber energi lain yang bisa menjadi sumber energi primer yang perlu di persiapkan dari sekarang. --sumber daya uranium dan thorium tersedia sangat besar cukup untuk 1000 tahun.
--3. Terikatnya BPP PLN terhadap fluktuasi harga bahan bakar fosil khususnya batubara yang cenderung meningkat berpengaruh langsung pada tarif listrik yang berakibat, beban subsidi akan melonjak dan berpengaruh pada kinerja APBN. -- Biaya bahan bakar PLTN hanya 3% dari biaya produksi listrik maka tidak terpengaruh dengan naik turunnya harga uranium ataupun thorium sehingga dapat memberikan kontrak jual-beli listrik fixed price selama 25 tahun.
ADVERTISEMENT
4. Rendahnya penyediaan Kapasitas terpasang sehingga target RUEN sulit tercapai dan akan berdampak tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi sesuai target RPJPN. --Untuk mengejar target RUEN di butuhkan pasokan 10,000 MW per tahun atau 50 GW per 5 tahun atau pertumbuhan ekonomi di atas 6%, yang sulit dicapai tanpa PLTN.
5. Minimnya pasokan listrik berakibat industri sulit tumbuh, bahkan akan membuat Indonesia sulit keluar dari proses deindustrialisasi yang sudah berjalan 10 tahun terakhir dan akan mengancam Indonesia masuk perangkap middle income trap. --PLTN dapat memasok listrik yang handal dengan kapasitas diatas 90% dalam skala GigaWatt dan khususnya tipe SMR Gen-IV karena di fabrikasi di pabrik maka dapat di bangun dengan cepat.
ADVERTISEMENT
6. Sulitnya tercapainya target 23% EBT di 2025 di karenakan BPP pembangkit Energi Terbarukan tergolong cukup tinggi, sehingga akan berdampak kepada tidak tercapainya target penurunan emisi. --PLTN adalah penghasil sumber energi nir-karbon terbesar dunia. Perancis dengan bauran PLTN 80% memiliki emisi lebih rendah di banding dengan Jerman.
7. Terusnya merosotnya Ketahanan Energi Nasional karena Ketergantungan pembangkit berbahan fosil semakin meningkat, sehingga mengancam ketersediaan sumber daya dan cadangan sekaligus ketahanan energi nasional dan terus meningkatnya BPP.
Dr Hendri Winarto, staff ahli teknologi Dewan Ketahanan Nasional berkata, “saya sangat bergembira dan bersemangat kembali melihat antusias yang terjadi dalam FGD ini, Nuklir seolah memiliki darah segar dan Kami menaruh masa depan nuklir Indonesia kepada KEIN”. Selanjutnya
ADVERTISEMENT
Pada penutupan, Zulnahar Usman mengatakan bahwa “PLTN adalah masalah masa depan Bangsa Indonesia maka KEIN akan mengawal Kesepakatan Bersama ini sampai dapat masuk dalam rapat terbatas Kabinet dan di putuskan”.
<BSE>