Konten dari Pengguna

Darurat Kekerasan Seksual: ASN Beraksi Lagi

Boban Abdurazzaq Sanggei
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
14 Juli 2024 9:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Boban Abdurazzaq Sanggei tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pelecehan seksual di kantor. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelecehan seksual di kantor. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kekerasan Seksual di Indonesia seakan sudah menjadi budaya bahkan jika pembaca ke Google dan mengetik “Kekerasan Seksual ASN” akan terhampar ribuan artikel yang memberitakan tentang Pelecehan, pencabulan dan ancaman seksual yang di lakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN)
ADVERTISEMENT
Bahkan baru-baru ini terjadi ini dilaporkan adanya pelecehan seksual terhadap mahasiswi dan pelajar oleh salah satu Aparatur Sipil Negara yang memiliki jabatan yang cukup strategis di Kabupaten Kaimana, Papua Barat terhadap mahasiswi dan pelajar asal kaimana. Tentunya ini menimbulkan pertanyaan besar apakah pelaku memiliki kontrol terhadap hawa nafsunya sendiri???.
Namun sebelum masuk pada pembahasan yang lebih lanjut kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang dasar-dasarnya. Tentunya Perilaku seksual adalah segala bentuk perilaku yang muncul akibat adanya dorongan seksual individu, di mana perilaku tersebut muncul karena bekerjanya hormon-hormon seksual dan seharusnya dapat dikendalikan.
Dan secara alami sudah berada dalam diri manusia dan hewan, namun pada titik tertentu ada hal yang membedakan antara perilaku seksual manusia dan hewan, yakni AKAL lain halnya jika kata seksual disandingkan dengan kata pelecehan maka kata tersebut akan melekat dengan konotasi negatif jika dilihat dari segala sisi.
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual menurut KOMNAS Perempuan, merujuk kepada tindakan bernuansa seksual yang kemudian disampaikan melalui kontak fisik atau kontak non-fisik, yang menyasar kepada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang.
Tindakan ini sendiri termasuk siulan, main mata, komentar ataupun ucapan yang bernuansa seksual. mempertunjukkan materi-materi pornografi serta keinginan seksual, colekan sentuhan pada bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual, sehingga kemudian mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung atau merasa direndahkan martabatnya dan mungkin menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.
Pelecehan sendiri bukan semata tentang seks inti dari masalah ini adalah penyalahgunaan kekuasaan atau otoritas, meskipun pelaku mungkin mencoba meyakinkan korban dan dirinya sendiri bahwa perilaku pelecehan yang ia lakukan sesungguhnya adalah ketertarikan seksual dan keinginan romantis semata.
ADVERTISEMENT
Tentunya pelecehan seksual bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan, namun kebanyakan biasanya dialami oleh perempuan. Tentu ada beberapa penyebab mengapa perempuan banyak mendapat perlakuan tersebut. Yang pertama budaya patriarki yang melekat, tidak heran jika kita menyusuri dunia bagian timur (Asia) budaya patriarki masih sangat melekat di berbagai wilayah khususnya di Indonesia.
Patriarki masih menjadi hal yang normal di Indonesia tentunya ini yang menjadikan sistem sosial di Indonesia kebanyakan didominasi oleh laki-laki pada wilayah-wilayah tertentu di mana peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti serta juga pada peran keluarga ayah (laki-laki) menjadi pemegang otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda. Tentunya ini yang menjadikan beberapa laki-laki yang tenggelam dalam kekuasaan tersebut sehingga terkadang mereka bisa semena-mena menunjukkan kekuasaan tersebut pada orang lain atau anak-anak di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Yang terakhir terkait Sumber daya Manusia yang rendah dapat menjadi faktor yang mengakibatkan pelecehan seksual terjadi. Biasanya orang dengan pendidikan rendah masih melihat dunia secara subjektif dan semua yang berada dalam sudut pandangnya adalah benar.
Namun kualitas sumber daya manusia bukan hanya tentang seberapa tinggi dia menempuh pendidikan tinggi seperti strata 1, 2 maupun doktor akan tetapi mereka yang mempunyai etika, empati, harga diri dan menjunjung tinggi moral. Sehingga sebanyak apa pun gelar seseorang jika ia tidak memiliki 4 hal di atas maka orang tersebut belum masuk pada orang-orang yang berpendidikan.
Hal ini yang sering dilupakan pada saat masuk pada dunia kerja entah itu instansi pemerintahan ataupun swasta. Ini juga masuk pada rendahnya kualitas SDM di Negara ini karena ada 4 hal yang menentukan kualitas SDM yakni Pendidikan, Pengalaman, Keterampilan dan Sikap.
ADVERTISEMENT
Jika kita tinjau dari 2 hal di atas tentu ini merupakan dasar bagi para pelaku pelecehan seksual melakukan aksinya, mereka terkadang merasa memiliki uang, jabatan dan kedudukan lebih tinggi daripada korban sehingga banyak dari para pelaku menggunakan aspek-aspek yang mereka punya untuk melakukan pelecehan.
Jika kita menggunakan studi kasus yang baru-baru ini terjadi di Kaimana, Papua Barat tentunya bisa dipastikan karakteristik pelaku sama dengan penjelasan di atas. Menurut beberapa media berita yang meliput kasus ini melaporkan bahwasannya polisi telah mengantongi bukti namun polisi belum menaikkan kasus ini pada penyidikan karena keluarga korban hanya bersifat pengaduan bukan laporan polisi, tentu karena kurangnya bukti permulaan untuk polisi melakukan penyidikan.
Seperti biasa hal yang paling memakan waktu lama ialah pengumpulan bukti. berdasarkan informasi yang beredar di keluarga korban, Pelaku melakukan pelecehan melalui kontak verbal sehingga jika di lihat dari kondisinya kemungkinan adanya bukti fisik sangatlah kecil.
ADVERTISEMENT
Tentu ini dikarenakan pelaku melakukan pelecehan di saat berduaan dengan korban dan mirisnya rata-rata korban masih di bawah umur. penulis rasa sanksi pidana pelaku jika terbukti pelaku di penjara maksimal 8 tahun jika dilihat dari pasal KUHP pasal 294 dan UU TPKS pasal 7.
Bagi penulis ini terlalu ringan bagi orang yang memiliki jabatan di Instansi pemerintahan, terlepas dari sanksi sosial, sanksi adat dan sanksi administratif yang nantinya akan diberikan jika terbukti bersalah tentu ini tidak akan memberi efek jerah bagi pelaku. Terkadang jika kita memandang ini secara subjektif seharusnya ada suara-suara baru yang harus bermunculan apalagi melihat pelaku sudah sangat lama tinggal di Kaimana dan menjabat dari bawahan hingga mendapat jabatan besar di sana.
ADVERTISEMENT
Pesan penulis untuk mereka para korban-korban dari pelaku pelecehan seksual khususnya oknum dengan status Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum berani bersuara mungkin ini momentum yang tepat untuk bersuara, siapa pun itu bahkan jika pelakunya merupakan pejabat besar dan bisa mengancam.