Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menakar Kembali Proyek IKN: Proyek Ambisi Membawa Legacy Buruk
16 Juli 2024 11:56 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Boban Abdurazzaq Sanggei tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ibu kota Negara baru merupakan proyek yang di gagas pada awal tahun 2022 yang menimbulkan polemik antara berbagai elemen masyarakat. Argumentasi antara pro dan kontra beterbangan di berbagai media sosial, forum-forum diskusi dan media massa membuat polemik ini menjadi salah trending nomor satu hingga hari ini.
ADVERTISEMENT
Ibu kota Negara yang awalnya di labelkan pada Jakarta akan berpindah pada lahan 252.000 hektare di tengah hutan Kalimantan dan di perkirakan selesai pada tahun 2045 nanti. ketika melihat perkembangan hingga hari ini kita hanya melihat bangunan-bangunan seperti kampus, rumah sakit dan lainnya telah berdiri megah dengan dekorasi interior yang sangat modern, hal ini tidak terlepas dari anggaran yang sedang dipakai dari tahun 2022 hingga 2024 mencapai Rp. 72,3 Triliun dan ini tentunya akan bertambah hingga proyek ini benar-benar selesai.
Namun apakah IKN menjadi hal yang harus di prioritaskan di tengah kondisi rupiah dan ekonomi Negara yang sedang menurun. Apakah pemindahan ibu kota ini suatu hal yang sangat urgent atau hanya ambisi presiden Jokowi saja. Jika melihat argumentasi dari website ditjen kementerian keuangan republik Indonesia pada artikel dengan judul “Urgensi Pemindahan Ibu Kota Negara” dijelaskan bahwa ada tiga urgensi pemindahan ibu kota, yang pertama untuk mengahadapi tantang masa depan, mereka menggambarkan tantangan masa depan hanya bisa di hadapi dengan pembangunan IKN yang nantinya akan mendorong dan mentransformasi ekonomi.
ADVERTISEMENT
Ada juga prediksi bahwasannya Indonesia akan masuk lima besar ekonomi dunia pada tahun 2045, hal ini di sebabkan oleh perkiraan pada tahun 2036 nanti Indonesia akan keluar dari middle income trap. secara sederhana Middle Income trap atau perangkap pendapatan menegah bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana suatu negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah akan tetapi tidak bisa keluar dan menjadi negara maju.
Namun jika kita melihat secara mendalam argumentasi yang pertama ini, kita akan menemukan paradoks di mana alasan pemindahan ibu kota berfokus pada pertumbuhan ekonomi masa depan Indonesia. Padahal dengan menggunakan anggaran IKN yang diperkirakan Rp. 466 Triliun mampu membangun kota-kota yang sudah memiliki potensi serupa di berbagai pulau bahkan di kawasan timur sekalipun (contohnya Jayapura, Sorong dan Merauke)
ADVERTISEMENT
Yang kedua, argumentasi selanjutnya menyatakan bahwa IKN harus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata termasuk di kawasan timur Indonesia. Selama ini, Jakarta dan sekitarnya terkenal dengan pusat segalanya (pemerintahan, Politik, Industri, Perdagangan, Investasi, Teknologi, Budaya dan lain-lain).
Tidak mengherankan jika perputaran uang di Jakarta mencapai 70% yang luasnya hanya 664,01 Km memiliki jumlah penduduk yang meliputi 3,9% dari penduduk Indonesia. Lalu mereka melanjutkan bahwa IKN yang dapat menjawab tantangan tersebut yaitu kota yang berkela di dunia untuk semua rakyat Indonesia. IKN yang berlokasi di Kalimantan diharapkan “pusat gravitasi” ekonomi baru di Indonesia termasuk di kawasan tengah dan timur Indonesia.
Argumentasi yang kedua lagi-lagi mengatasnamakan ekonomi dan akan menjadikan Kalimantan menjadi pusat gravitasi ekonomi baru di Indonesia menggantikan Jakarta, padahal jika kita bandingkan dengan pemindahan ibu kota di berbagai negara seperti Amerika Serikat yang mana pada saat itu kongres dan konstitusi AS menyetujui tentang pemindahan Ibu kota dari New York ke Washingtown DC. Pemindahan ini bertujuan untuk memisahkan pusat kegiatan pemerintahan dan bisnis.
ADVERTISEMENT
Jika argumen pemerintah di atas dikatakan bahwa Jakarta menanggung semua itu maka yang harus dipindahkan adalah kegiatan pemerintahannya biar jakarta menjadi pusat kegiatan bisnis, budaya, transportasi dan pintu masuk para perantau.
Lagi pula jika kita melihat beberapa penjelasan bahwa IKN nantinya akan menjadi kawasan eksklusif dan tidak bisa ditinggali oleh masyarakat yang tidak memiliki kepentingan, seolah membuat Ibukota Capitol dari seri Film The Hunger Games yang diperankan oleh Jennifer Lawrance sebagai Katniss Everdeen. Ini semua seakan kotradiktif dalam kebijakan, tujuan kebijakan dan pikiran para pembuat kebijakan.
Argumentasi terakhir adalah ketidaklayakan Jakarta untuk menjadi IKN lagi, mereka meresahkan tentang kepadatan penduduk, kemacetan dan permasalahan lingkungan. Dan tanpa penjelasan leboh lanjut lagi mereka langsung menyimpulkan bahwa “negara Indonesia Merupakan Negara Demokrasi, ketika negara telah memutuskan memindahkan IKN dengan proses demokrasi melalui UU, seharusnya seleuruh komponen negara mendukungnya....”.
ADVERTISEMENT
Ini memunculkan kontradiksi lagi di mana sebuah negara seharusnya harus memiliki kemampuan untuk memasang fondasi/[ilar dalam negerinya agar semakin kokoh bukan malah membuat pilar baru yang belum tentu dapat mengakomodasi semua aspek.
Ini bukan negarasa demokrasi bukan tentang keputusan yang hanya melibatkan lingkaran oligarki namun seluruh aspek seperti akademisi, aktivis dan elemen masyarakat lainnya juga haru dilibatkan. Mana yang menjadi fokus IKN dalam hal ini, apakah sebagai ibu kota pusat pemerintahan atau ibukota pusat ekonomi?.
Hal ini di perburuk ketika pernyataan Jokowi pada 12 Juli 2024 Lalu, ia menyatakan bahwa akan memberi Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun. Alasannya sederhana katanya untuk menarik minat para investor agar tergiur. Tentu ini bukan lagi sebagai proyek baik negara namun proyek ambisi Jokowi untuk menyelesaikan peninggalannya jika sewaktu-waktu akan batal dan menjadi kota mati di beberapa tahun kedepan.
ADVERTISEMENT
Bagi penulis, keputusan ini bukan lagi seakan menjual pulau Kalimantan dan masyarakatnya. Masyarakat asli kalimantan akan menjadi bola tenis oleh para pemilik HGU jika ada yang menerimanya, ditambah dengan tawaran 190 tahun tentu hampir 2 abad yang sangat bahagia bagi para investor.
Hal ini seperti membuka fakta bahwasanya akan terjadi plot twist besar di beberapa tahu mendatang, melihat keputusa Jokowi yang cukup diluar nalar ini kita harus mempertanyakan bagaimana komunikasi Prabowo dengan Jokowi terkait kelanjutan IKN ini. Hal ini bisa dilihat dari beberapa pernyataan Prabowo yang cukup kontraversial yang seakan bertolak belakang dengan Ambisi Jokowi terkait Infrastruktur.
Pada akhirnya Persoalan HGU dan HGB tentu menjadi hal yang cukup di cecar berbagai pihak. Apalagi pernyataan Prabowo yang seakan menolak pembangunan Infrastruktur memicu pertanyaan besar, apa yang terjadi di belakang dua tokoh nasional ini, apakah Prabowo akan balik pada karakter aslinya yang kita lihat di tahun 2014 dan 2019 atau pernyataan itu hanya menjadi alat untuk mendapat dukungan oleh beberapa oposisi.
ADVERTISEMENT