Konten dari Pengguna

Pulau Rempang: Kepentingan Negara atau Hak Asasi Manusia?

Boban Abdurazzaq Sanggei
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
21 Oktober 2023 17:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Boban Abdurazzaq Sanggei tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pulau Rempang. Foto: pradeep_kmpk14/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pulau Rempang. Foto: pradeep_kmpk14/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Berbicara soal kepentingan negara dan hak asasi manusia tentunya tidak terlepas dari cara setiap individu manusia memandang fenomena tersebut sesuai dengan paradigmanya masing-masing, paradigma (kacamata) dalam melihat fenomena atau permasalahan yang terjadi dapat berbeda-beda tergantung seperti apa latar belakang, jabatan dan profesinya.
ADVERTISEMENT
Jika ia merupakan pejabat negara atau pemerintahan maka dia akan memandang bahwa persoalan Rempang sudah selesai jika masyarakat mengikuti anjuran pemerintah untuk di relokasi. Namun jika dia seorang akademisi, aktivis atau orang yang paham dengan sejarah pulau Rempang maka dia akan mendukung perlawanan masyarakat pulau Rempang.
Pada tulisan kali ini penulis ingin melihat permasalahan ini lebih objektif sehingga saya dapat menjelaskan permasalahan ini menggunakan dua paradigma yang berlawanan agar dapat melihat apa yang seharusnya menjadi tujuan utama. Tentunya melihat persoalan ini banyak sekali data, teori dan pendapat yang disampaikan kedua belah pihak tentunya memiliki poin yang sangat kuat. Namun sebelum masuk pada pembahasan ini kita harus memahami apa yang melatarbelakangi konflik di pulau Rempang ini.
ADVERTISEMENT
Ini berawal dari proyek Rempang Eco-City yang merupakan salah satu proyek yang terdaftar dalam program strategi nasional 2023 yang pembangunannya diatur dalam peraturan menteri koordinator bidang perekonomian Nomor 7 tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus.
Proyek ini merupakan kawasan industri, perdagangan hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saling saing dengan singapura dan malaysia. Proyek tersebut akan digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) dengan target investasi mencapai Rp 381 triliun pada 2080.
Untuk menggarap Rempang Eco-City, PT MEG diberi lahan sekitar 17.000 hektare yang mencakup seluruh pulau rempang dan pulau Subang mas. Pemerintah juga menargetkan, pengembangan Rempang Eco-City ini akan menyerap sekitar 306.000 tenaga kerja. Dari penjelasan di atas kita dapat melihat bahwa pulau Rempang akan dijadikan sebagai kawasan industri, produk yang akan dihasilkan dari industri tersebut adalah kaca.
ADVERTISEMENT
Dalam pandangan pemerintah yang memiliki keyakinan bahwa Proyek Eco-City ini akan memberikan keuntungan bagi Indonesia dari segi pembangunan infrastruktur dan juga meningkatnya UMKM masyarakat sekitar. Paradigma yang dipikirkan pemerintah tentunya memiliki harapan besar ke depan bahwasanya proyek ini dapat dijadikan wajah baru bagi indonesia untuk menyaingi Singapura maupun Malaysia yang menjadi tetangga yang cukup dekat dengan Pulau Rempang.
Dan Indonesia juga beruntung mendapatkan investasi mencapai Rp 175 Triliun dari investor yakni Xinyi Glass Holding Limited asal Tiongkok, China. Dari angka tersebut kita dapat mengetahui bahwa angka tersebut hampir mendekati 50% dari target dan beredar di berbagai media bahwasanya perusahaan ini akan di targetkan akan menjadi pabrik kaca terbesar kedua di dunia.
ADVERTISEMENT
Apakah itu suatu hal yang harus dibanggakan? Tentunya saya tidak melihat itu sebagai pencapaian atau hal yang harus dibanggakan karena itu bentuknya investasi bukan milik sendiri.
Lalu apa yang diresahkan oleh masyarakat pulau Rempang sampai timbulnya kerusuhan di sana? Gubernur Sumatra Utara mengatakan bahwa penyebab kerusuhan terjadi karena belum ada formulasi yang bagus untuk merelokasi warga. Namun yang menjadi permasalahan utama adalah masyarakat pulau Rempang tidak sepakat dengan relokasi ini.
Berbagai seruan janji dan relokasi telah disampaikan dan ditawarkan oleh pemerintah kepada masyarakat untuk masyarakat agar bergeser ke tempat yang akan disediakan pemerintah. Namun yang menjadi pertanyaan penulis adalah apakah relokasi dapat menjamin kelangsungan hidup bagi masyarakat setempat untuk hidup? Karena jika direlokasi maka profesi utama masyarakat akan berubah menurut letak geografis di situ dan tentunya dapat menimbulkan konflik internal pada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Maka ada variabel yang kacau dari keputusan yang ditawarkan oleh pemerintah, karena yang pertama pemerintah harus melihat sosial-historis masyarakat pulau Rempang ada sebelum negara ini merdeka, mereka tinggal dari nenek moyang mereka sampai saat ini dapat bertahan bahkan tanpa konsep yang namanya negara.
Masyarakat pulau Rempang memahami bahwa negara seharusnya melindungi hak masyarakat sebagai salah satu objek penting yang dilindungi oleh negara sehingga yang harus diprioritaskan oleh negara adalah bagaimana kehidupan masyarakat pulau Rempang di masa depan.
Jika kita memandang persoalan Pulau Rempang menggunakan kacamata Internasional, investasi yang dilakukan oleh China untuk membangun pabrik produsen kaca merupakan salah satu strategi untuk mendapat keuntungan tanpa mengorbankan negaranya. Yakni pada aspek lingkungan tentunya China tidak mendapatkan dampaknya secara langsung melainkan Indonesia yang akan mendapatkan polusi dari pabrik kaca tersebut. Apalagi pabrik ini diproyeksikan menjadi pabrik kaca terbesar kedua di dunia.
ADVERTISEMENT
Entah apa yang ada dicpikiran pemerintah sehingga tidak melihat hal-hal seperti itu, hal yang begitu besar namun dianggap remeh oleh pemerintah. Sekarang kita dapat menilai sendiri keuntungan yang didapat berdasarkan pemaparan dari Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) yakni keuntungan yang tidak berdampak besar bagi manusianya seperti Usaha Mikro Kecil Masyarakat (UMKM) yang meningkat, investasi dengan tujuannya untuk berkompetisi dengan negara tetangga, tenaga kerja yang belum tentu anak-anak pulau Rempang mendapatkannya karena kompetensi pekerja juga dibutuhkan.
Begitupun infrastruktur dan legalisasi hunian yang sebetulnya menjadi pertanyaan besar apakah harus ada investasi dulu baru infrastruktur dan legalisasi hunian itu ada, dan bagaimana masyarakat pulau lain seperti Papua, Kalimantan dan wilayah lainnya yang belum tentu pemerintah validasi legalisasi huniannya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah hari ini tidak berpikir secara rasional terkait kebijakan ini, seakan-akan proyek ini hanya untuk memuaskan para oligarki, karena bersuara soal menyetujui proyek ini para pejabat-pejabat yang hanya duduk santai dan melihat manusia-manusia Rempang dibantai seperti serangga. Sehingga pada akhirnya sangat objektif dan rasional ketika saya mengatakan bahwa persoalan Pulau Rempang hari ini terjadi karena yang menjadi prioritas negara adalah isi perut orang-orang berkuasa.
Sangat disayangkan jika keputusan masyarakat yang tidak ingin pindah dibombardir dengan peluru dan gas air mata yang memperjelas bahwa Hak Asasi Manusia sudah dihabiskan oleh para pejabat-pejabat dengan keserakahan mereka. Jadi HAM bukan lagi prioritas di negara ini. Mana suara kalian?