Rambu Larang Parkir Hanya Hiasan di Universitas Muhammadiyah Malang

Boban Abdurazzaq Sanggei
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
Konten dari Pengguna
10 Juli 2023 18:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Boban Abdurazzaq Sanggei tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto by Boban Abdurazzaq Sanggei
zoom-in-whitePerbesar
foto by Boban Abdurazzaq Sanggei
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rambu-rambu lalu lintas yang biasanya kita temui di pinggir jalan merupakan perlengkapan jalan yang memberikan peringatan, larangan atau arahan untuk pengguna jalan. Hal ini juga diatur dalam peraturan menteri perhubungan Nomor 13 tahun 2014, sederhananya rambu lalu lintas wajib untuk di ikuti dan tidak boleh di langgar.
ADVERTISEMENT
Tentu hal ini bertujuan untuk menciptakan keamanan dan kelancaran berkendara, rambu lalu lintas di buat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak di inginkan seperti kecelakaan dan kemacetan. Namun beberapa hari menjelang pemilu raya (PEMIRA) kampus, penulis menemukan beberapa oknum yang sedikit bebal dan tidak peduli dengan rambu-rambu tersebut. Oknum-oknum ini merupakan warga di salah satu Universitas yang juga menyandang gelar “terbaik” di dunia.
Universitas Muhammadiyah Malang, kampus putih julukannya. Bisa dikatakan bahwa banyak sekali mahasiswa bahkan dosen terbaik yang di miliki oleh kampus ini, tapi yang menjadi pertanyaan apakah semuanya dapat dikatakan cerdas dan bijak dalam berpikir?
Dari pengamatan penulis tepat di depan student Center berjejer banyak sekali mobil yang parkir di depan area yang tertanam rambu larang parkir, tidak heran jika kampus memasang rambu itu di beberapa titik di kampus, dipasangnya rambu larang parkir dengan harapan jalur tersebut dapat steril dari motor atau mobil yang nantinya akan membuat kemacetan dan kecelakaan (jika ada pengemudi sedang dalam kecepatan tinggi).
foto by Boban Abdurazzaq Sanggei
Foto by Boban Abdurazzaq Sanggei
Hal ini juga sudah di atur dalam peraturan menteri perhubungan bahwa rambu larangan parkir di pasang 30 meter setelah rambu jalan searah dengan tujuan meminimalisir kecelakaan.
ADVERTISEMENT
Seperti yang penulis katakan di atas apakah para warga kampus ini bijak dan cerdas dalam berpikir? Bukan bermaksud sok pintar ataupun bijak, tapi ini persoalan kesadaran dan pemikiran warga UMM yang belum selesai dari hal-hal kecil. Kampus telah memfasilitasi parkiran di beberapa titik yang tidak terlalu jauh dengan beberapa gedung seperti GKB, perpustakaan, Student Center, dan lainnya. Namun ada beberapa mahasiswa dan oknum dosen yang dengan santainya parkir di depan rambu larang parkir. Yang menjadi pertanyaan apakah rambunya tidak bisa terbaca atau memang mereka tidak melihat rambu tersebut?.
Jika di lihat dari permasalahan di atas rambu-rambu ini dapat dikatakan hanya sebagai hiasan saja dalam kampus dan tidak ada gunanya sama sekali bagi keselamatan pengendara karena banyak yang tidak peduli dengan rambu tersebut. Anehnya ada oknum dosen yang terlihat oleh penulis sedang memarkirkan mobilnya persis di depan palang tersebut dan tanpa merasa bahwa yang dia lakukan adalah kesalahan, bisa pembaca pikir sendiri seseorang yang sudah menyandang pendidikan hingga strata 2 tapi masih saja tidak bisa berpikir bijak persoalan rambu-rambu lalu lintas.
ADVERTISEMENT
Memang benar apa kata pak rocky gerung “ijazah adalah tanda bahwa orang itu pernah sekolah atau kuliah, bukan pernah berpikir”. Mungkin penulis masih bisa menormalkan apa yang dilakukan oleh mahasiswa yang parkir di jalan tersebut, kemungkinan mereka masih mahasiswa baru (MABA) atau memang tidak paham dengan rambu lalu lintas, namun untuk Oknum dosen penulis rasa tidak ada yang harus di normalkan lagi, karena secara umur dan pendidikan mereka lebih tinggi jadi sebetulnya tidak harus diragukan soal itu akan tetapi dengan adanya kasus ini penulis ragu juga dengan oknum-oknum ini.
Dikutip dari laman Nissan Indonesia, Pemerintah telah memberikan kejelasan mengenai peraturan parkir. Tercantum dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Pasal I nomor 15, “Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan di tinggalkan pengemudinya”. Pada bagian kedua di UU No 22 Tahun 2009 Pasal 121, tertulis mengenai parkir yang diperbolehkan dalam kondisi darurat.
ADVERTISEMENT
Pada pasal ini disebutkan bahwa seluruh kendaraan yang harus parkir akibat kondisi darurat, maka pengemudi wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain. Akan tetapi jika di lihat dalam kasus ini tidak ada kondisi darurat sama sekali dan pada saat berhenti tidak mengikuti aturan di atas.
Foto by Boban Abdurazzaq Sanggei
Secara langsung mereka sudah melanggar dan harus di sanksi menggunakan UU yang sama seperti diatas dengan pasal 298 “ Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahayaatau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan sebagaimana dalam pasal 121 ayat 1 dipidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp.500.000”. bayangkan saja jika semua yang melanggar rampu larangan parkir di UMM dikenakan sanksi negara memiliki income yang lumayan banyak.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya penulis rasa jika kasusnya sudah seperti itu sebaiknya ada ketegasan dari rektor atau siapapun yang bertanggung jawab atas hal ini. Dan penulis harap jika rambu-rambu ini hanya sebatas hiasan di kampus sebaiknya di cabut saja karena rambu sebesar itu ada namun mahasiswa dan dosennya tetap tidak peduli dengan itu. Mungkin kita sebagai warga UMM bisa menumbuhkan kesadaran dari hal sekecil ini dulu sebelum melangkah lebih jauh ke depan.