Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.106.1
Konten dari Pengguna
PHK Bukan Akhir, Tapi Awal yang Menyesakkan: Realitas Baru Dunia Kerja Indonesia
19 Mei 2025 11:25 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Boby Tri Pangestu Widodo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Beberapa minggu terakhir, linimasa saya terasa sepi—bukan karena tak ada kabar, tapi karena banyak yang tiba-tiba diam. Lalu perlahan muncul satu demi satu unggahan dengan kalimat seragam: “Terima kasih untuk perjalanannya selama ini.” Kalimat yang tampak elegan, tapi sering kali menyimpan duka yang tak terlihat. Di balik senyum tipis foto perpisahan, ada realitas yang pahit: mereka baru saja kehilangan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Gelombang PHK kini bukan lagi sekadar statistik di berita. Ia sudah mengetuk pintu-pintu rumah orang terdekat kita. Teman seangkatan, senior di kantor lama, bahkan tetangga yang biasa kita sapa tiap pagi—semua mulai bercerita tentang rasa kehilangan yang tak hanya soal gaji, tapi juga soal harga diri dan arah hidup yang tiba-tiba blur.
Yang bikin sesak, PHK kini tak pandang bulu. Ia tak lagi soal performa buruk, atau absensi yang amburadul. Bahkan mereka yang rajin, loyal, selalu memenuhi target, bisa terkena juga. Kata perusahaan, “ini soal efisiensi.” Kata HRD, “ini keputusan bisnis.” Tapi buat yang kehilangan pekerjaan, itu lebih dari sekadar angka. Itu tentang rasa kaget, cemas, dan kadang—sedikit malu, meski tak seharusnya.
ADVERTISEMENT
Saya mendengar cerita dari seorang teman yang di-PHK dari perusahaan teknologi besar. Sudah lima tahun bekerja, dikenal sebagai mentor dan problem solver. Tapi semua itu lenyap dalam satu pertemuan Zoom berdurasi lima menit. “Saya bahkan nggak marah,” katanya, “tapi bingung. Bangun pagi dan nggak tahu harus mulai dari mana.”
Dan itu bukan cerita satu orang saja.
Kita Hidup di Dunia Kerja yang Tak Lagi Sama
Zaman berubah. Dulu, kita percaya bahwa kerja keras dan loyalitas akan dihargai. Bahwa siapa yang tahan banting akan bertahan paling lama. Tapi kini, sistem berubah lebih cepat dari yang bisa kita kejar. Otomatisasi mengambil alih pekerjaan, restrukturisasi datang tiba-tiba, dan perusahaan raksasa bisa tumbang hanya dalam hitungan kuartal.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, tidak semua orang siap dengan perubahan itu. Kita dibesarkan dengan narasi stabilitas: kuliah, kerja tetap, pensiun. Tapi dunia kerja sekarang tak lagi menawarkan peta yang jelas. Jalanan karier bukan lagi jalan tol lurus—tapi lebih mirip jalan desa yang naik turun, kadang berlumpur, dan kadang tanpa rambu.
Yang kita butuhkan bukan hanya skill baru, tapi cara pandang baru.
PHK Bukan Aib, Tapi Proses
Jika kamu baru saja kehilangan pekerjaan, izinkan saya mengatakan satu hal: kamu tidak gagal. Kamu tidak kurang. Kamu hanya sedang mengalami fase yang, meskipun berat, bukanlah akhir dari segalanya.
Kadang PHK memang membuka pintu untuk hal-hal baru: usaha yang dulu ditunda, kuliah lagi, atau rehat sejenak dari rutinitas yang melelahkan. Tapi mari juga jujur, tidak semua orang bisa langsung “bangkit” dan “semangat lagi”. Karena untuk bangkit, orang butuh waktu. Dan waktu itu tidak bisa dipaksa.
ADVERTISEMENT
Jadi kalau hari ini kamu sedang merasa limbung, itu tidak apa-apa. Kalau kamu ingin menangis, itu pun sah. Yang penting bukan seberapa cepat kamu pulih, tapi bahwa kamu tidak membohongi dirimu sendiri.
Yang Bertahan Bukan yang Terkuat, Tapi yang Fleksibel
Dunia kerja ke depan tidak menjanjikan stabilitas. Tapi ia bisa menawarkan peluang bagi yang bisa lentur. Mungkin itu artinya belajar lagi. Mungkin itu artinya membangun portofolio baru. Atau mungkin itu hanya berarti belajar menerima, bahwa segala sesuatu memang bisa berakhir—tapi hidup tidak berhenti di sana.
Kita tidak bisa mengontrol keputusan perusahaan. Tapi kita bisa mengontrol bagaimana kita merespons kenyataan itu. Dan barangkali, dari sana, kita bisa mulai menulis ulang definisi “berkarier” menurut versi kita sendiri.
ADVERTISEMENT