BPIP: Pancasila Bukan Hafalan

4 Mei 2021 13:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Dewan Pengarah BPIP RIkard bagun saat menjadi Keynote Speaker acara webinar yang digelar Gen Indonesia kerjasama dengan BPIP, Minggu 3 Mei 2021)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Dewan Pengarah BPIP RIkard bagun saat menjadi Keynote Speaker acara webinar yang digelar Gen Indonesia kerjasama dengan BPIP, Minggu 3 Mei 2021)
ADVERTISEMENT
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Rikard Bagun menyampaikan Pancasila bukan hanya untuk dihafalkan namun dipraktekkan, itu sebab Pancasila bisa masuk kurikulum pendidikan dasar sampai tinggi. Selain penting untuk membangun karakter bangsa, Pancasila ampuh membentengi milenial dari efek buruk digitalisasi.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Rikard saat menjadi pembicara kunci diskusi virtual 'Pancasila dalam Kurikulum' yang digelar Gen Indonesia, Senin (3/5). Hadir pula Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian, Kepala Balitbang Kemendikbudristek Anindito Aditomo, Anggota Komisi II DPR Anwar Hafid, dan Direktur Pengkajian Materi BPIP Muhammad Sabri.
Rikard melanjutkan, pendidikan diyakini selama berabad-abad sebagai sistem terbaik untuk mendorong internalisasi nilai. Sementara Pancasila menumbuhkan kepribadian warga Indonesia yang khas. Yakni semangat gotong royong, kemanusiaan, musyawarah mufakat, dan ketuhanan.
"Apalagi Pancasila sebagai dasar atau filsafat negara. Kalau digeser, ini akan mengguncang hebat hingga eksistensi bangsa akan dipertaruhkan," beber Rikard.
Mantan wartawan ini yakin Pancasila diperlukan generasi milenial dalam menghadapi benturan digital. Di satu sisi teknologi digital bermanfaat bagi kemajuan. Di sisi lain juga menghasilkan hoaks, fake news, dan ujaran kebencian yang masif. "Jika tidak dibekali dengan wawasan kebangsaan, efek buruk digital itu menghasilkan disorientasi dan perpecahan," jelas Rikard.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana Pancasila diajarkan? Rikard menilai sebelumnya ada kesan Pancasila hanya hafalan. Kalau tak hafal, tak bisa lulus. "Dialog bukan  monolog. Dengan dialog akan  merangsang pemikiran melahirkan sintesa. Sehingga ilmu pengetahuan akan berkembang," ujarnya.
Di pihak lain. Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan hampir semua fraksi mendukung Pancasila masuk kurikulum. Apakagi Kemendikbud sudah membuat visi Merdeka Belajar yang menghasilkan Pelajar Pancasila.
Peserta didik diharapkan tak hanya berprilaku sesuai nilai Pancasila, tapi juga berkompetisi global. Sayangnya, kata dia, PP 57/2021 yang menjadi turunan UU Sistem Pendidikan Nasional justru tidak memperkuat niat untuk menegaskan Pancasila di satuan-satuan pendidikan.   "Karena itu kami minta Kemendikbud segera mengajukan draft revisi atas PP ini," kata Hetifah.
ADVERTISEMENT
Politisi Partai Golkar ini menekankan PP turunan dari UU Sisdiknas itu harus memasukkan secara eksplisit pendidikan Pancasila. "Rabu ini kami akan rapat dengan mas Menteri (Nadiem Makariem), dan akan menanyakan soal ini," ungkap Hetifah.
Langkah Komisi X DPR itu diapresiasi Direktur Pengkajian Materi BPIP M Sabri. Memang perlu penguatan institusional terkait pendidikan Pancasila. BPIP sendiri, saat ini tengah melakukan penyusunan bahan ajar pendidikan Pancasila dari PAUD sampai pendidikan tinggi. "Insya Allah per 1 Juni nanti bahan ajar ini akan kami luncurkan dan diskusikan," beber Sabri.
Dia memastikan bahan ajar versi BPIP itu tidak menggunakan pendekatan  hafalan atau monolog. Tapi dialog dan variatif. Tentu disesuaikan dengan tingkat pendidikan.
Menurut dia, nilai Pancasila itu sangat dekat dengan kehidupan. Jadi tidak semata diandaikan sebagai doktrin filosofis, tapi juga praktik kebajikan sebagai living ideologis, yang diteladankan oleh tokoh lokal atau tokoh agama di sekitar kita.
ADVERTISEMENT