news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bahkan Gelar Sarjana Pun Tidak Dapat Menjamin Kesuksesan

Bramantio Hasha
Mahasiswa normal yang berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) fakultas Dakwan dan Ilmu Komunikasi.
Konten dari Pengguna
26 November 2022 12:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bramantio Hasha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Toga wisuda (sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Toga wisuda (sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan belakangan ini sempat eksis pembahasan tentang "apakah kuliah itu penting?" dan pertanyaan "apakah kuliah dapat menjamin kesuksesan seseorang?". Tentunya pembahasan seperti ini memiliki pro dan kontranya masing-masing. Pihak kontra menyatakan bahwa kuliah tidak menjamin kesuksesan seseorang, hal ini mereka sampaikan dengan alasan banyaknya pengangguran bergelar sarjana, banyak sarjana tidak menguasai bidang keilmuannya, dan juga para sarjana tidak memiliki skill pendukung tambahan.
ADVERTISEMENT
Deddy Corbuzier pernah menulis sebuah buku bersama Erik Ten Have yang berjudul Millenial Power. Tidak tanggung-tanggung, di dalam bukunya ini, mereka berdua menuliskan bahwa kuliah dapat menjamin kesuksesan adalah hal terbodoh yang pernah mereka dengar. Setidaknya terdapat beberapa poin yang mereka jadikan alasan kenapa kuliah itu tidak penting, seperti kuliah sudah ketinggalan zaman, biaya kuliah yang mahal, faktor salah jurusan, dan ketidakadaan garansi sukses di dalam perkuliahan tersebut (Corbuzier dan Have 2019, 37-45).
Masih di dalam buku yang sama, Deddy Corbuzier menuliskan juga bahwa sekolah tetaplah penting. Karena di dalamnya seseorang dapat mempelajari tentang kepemimpinan, berbagai project seru bersama teman-teman, kemampuan presentasi, dan soft skill lainnya, yang jauh lebih penting dibandingkan hanya berfokus pada kurikulum yang tidak relevan dengan kehidupan nyata (Corbuzier dan Have 2019, 48). Perlu digarisbawahi juga, ketika kita mendengar mengenai kesuksesan seseorang yang tidak pernah kuliah, atau bahkan tidak pernah sekolah sekali pun. Maka yang perlu kita teladani adalah bagaimana semangat dan kerja keras orang itu dalam meraih kesuksesannya. Jangan malah berfokus pada kalimat tidak kuliah dan tidak sekolah, dan menjadikan hal tersebut hanya untuk menutupi sifat malas yang ada di dalam diri kita (Corbuzier dan Have 2019, 47).
ADVERTISEMENT
Jika kita lihat realitas di tengah masyarakat kita, maka akan banyak kita dapatkan di tengah masyarakat kita orang-orang yang telah mendapatkan gelar sarjana tetapi tetap menjadi pengangguran, fenomena ini bukanlah hal yang aneh, bahkan tidak sedikit pula calon-calon sarjana yang merasakan ketakutan akan kengerian dunia mencari kerja yang akan mereka rasakan setelah lulus kuliah.
Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, per Februari 2022. Dapat kita lihat total angka pengangguran terbuka di Indonesia sebanyak 8.402.163 orang. Dan dari keselurahan jumlah tersebut sebanyak 884.769 orang adalah dari lulusan universitas. Angka ini jauh melampaui angka pengangguran terbuka lulusan akademi dan diploma yang sebanyak 235.369 orang (BPS 2022).
Dengan susahnya para sarjana mencari kerja, tentunya hal ini juga disebabkan oleh banyaknya sarjana yang tidak menguasai bidang keilmuannya. Karena para sarjana tidak menguasai bidang keilmuannya, maka tidak sedikit masyarakat yang memberikan label ‘gagal’. Karena buat apa kuliah kalau tidak mendapatkan ilmu apapun.
ADVERTISEMENT
Umumnya, para sarjana yang tidak menguasai bidang keilmuannya itu disebabkan karena tidak adanya minat mereka di dalam bidang tersebut, mereka tidak memiliki passion untuk bidang tersebut. Sehingga dengan tidak adanya passion atau minat, maka tidak jarang mahasiswa yang merasa salah jurusan.
Perasaan salah jurusan ini juga akan mempengaruhi semangat perkuliahan mahasiswa. Terutama mahasiswa yang berlindung di balik pemikiran “yang penting kuliah”, dan mahasiswa yang berkuliah hanya untuk ikut-ikutan teman, ada juga mahasiswa yang berkuliah karena paksaan dari orang tua. Maka hal-hal ini bisa jadi bertentangan dengan passion mereka yang justru akan menghambat perkembangan masa-masa kuliah mereka dan menyebabkan mereka merasa acuh tak acuh dengan studi mereka.
Dalam salah satu pembahasan buku Millenial Power, dituliskan bahwa hal-hal seperti ikut-ikutan teman, keterpaksaan dari orang tua, dan tidak adanya passion dalam berkuliah tidak akan bisa menjamin kesuksesan orang tersebut (Corbuzier dan Have 2019, 41-42). Karena hal-hal seperti ini juga akan menimbulkan rasa stres dan perasaan bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang diinginkannya. Di sisi lain, dia telah membuang uang yang tidak sedikit untuk sesuatu yang tidak dia sukai, untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan passion-nya.
ADVERTISEMENT
Salah satu aspek yang menyebabkan ketidaksuksesan para sarjana adalah para sarjana tidak memiliki skill tambahan untuk menunjang diri mereka di dunia kerja. Mempelajari bidang studi secara sungguh-sungguh memang bagus, tapi lebih bagus lagi jika para sarjana menguasai bidang lain di luar bidang mereka sebagai skill penunjang tambahan untuk mereka kelak di dunia kerja.
Masih di dalam buku Millenial Power, Deddy dan Erik menuliskan bahwa mereka pernah bertemu dengan seorang supir Grab yang memiliki gelar S1 lulusan dari Fakultas Hukum. Mereka juga pernah menjumpai seorang wanita yang berparas cantik dan bertubuh ideal yang memiliki gelar sarjana di bidang Akuntansi dan bekerja sebagai SPG alias Sales Promotion Girl. Kedua penulis buku ini mempertanyakan, kenapa orang-orang pintar yang berpendidikan tinggi itu malah bekerja di ranah yang sebenarnya tidak membutuhkan kehadiran ijazah dan gelar sarjana mereka?
ADVERTISEMENT
Jawaban yang ditulis penulis adalah karena mereka tidak memiliki keunggulan, tidak ada nilai yang menonjol dalam diri mereka. Tidak ada poin khusus yang membuat mereka berbeda dari kebanyakan orang. Itu saja (Corbuzier dan Have 2019, 36-37). Maka ketidakadaan skill tambahan atau skill pendukung yang sarjana miliki, itu juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi ketidaksuksesan mereka.
Melihat beberapa statement di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gelar sarjana tidak menjamin kesuksesan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sarjana yang menganggur, para sarjana yang tidak menguasai bidang keilmuannya, dan para sarjana yang tidak memiliki skill tambahan sebagai penunjang mereka di dunia kerja kelak. Beberapa statement ini membuktikan bahwa gelar sarjana tidak dapat menjamin kesuksesan seseorang.
ADVERTISEMENT
Pustaka acuan:
Badan Pusat Statistik (BPS). 2022. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (Orang), 2021-2022. Dapat diakses pada https://www.bps.go.id/indicator/6/674/1/-pengangguran-terbuka-menurut-pendidikan-tertinggi-yang-ditamatkan.html
Corbuzier, Deddy dan Erik Ten Have 2019. Millenial Power Rahasia Millenial Kaya dan Mandiri. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer