Diplomasi Kesehatan Indonesia untuk Ketahanan Nasional

kurnia dewi
A full time mother and ecstatic diplomat with Business Management background. Sesdilu72. Es oyen and tekwan are my all time favorite :)
Konten dari Pengguna
20 Mei 2022 16:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari kurnia dewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(Tulisan bersama dari Arief Rachmat Hidayat, Daniel Ardiles Simanjuntak, Kurnia Dewi, dan Lia Kartika Sari).
Menlu RI Retno LP Marsudi menerima kedatangan vaksin gratis melalui skema COVAX Facility di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Sumber foto: dokumentasi pribadi dari salah satu penulis
COVID-19 bukanlah pandemi pertama yang muncul di dunia. Sejarah mencatat beberapa wabah seperti pes, kolera, flu Spanyol, tuberkolosis, hingga demam berdarah sebagai pandemi yang mengancam dunia. Pandemi dinilai masih menjadi salah satu ancaman besar bagi umat manusia, bersama dengan perubahan iklim dan peperangan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, tidak terdapat rujukan resmi mengenai definisi terminologi pandemi. Penyebaran suatu penyakit dengan cepat ke beberapa wilayah di dunia dinilai menjadi tolak ukur suatu penyakit menular disebut pandemi. World Health Organization (WHO) sendiri menggunakan istilah Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk merujuk kondisi tersebut.
Dalam rentang tahun 2007-2020, tedapat enam kasus yang dikategorikan PHEIC: Influensa H1N1, Ebola di Afrika Barat, Ebola di Kongo, poliomyelitis, zika, dan COVID-19.
Pandemi COVID-19 sendiri muncul pertama kali di RRT dan menyebar cepat ke berbagai belahan dunia. Di Indonesia, COVID-19 diumumkan masuk pada 2 Maret 2020. Hingga saat ini, diperkirakan lebih dari 500 juta penduduk dunia pernah terinfeksi oleh virus tersebut.
Penyebaran dan infeksi massal dari COVID-19 membuat industri bio-teknologi berlomba untuk membuat vaksin. Di sisi negara, akses terhadap vaksin menjadi isu besar mengingat keterbatasan produksi dan persaingan permintaan. Hebatnya, ditengah keterbatasan akses, Indonesia berhasil mengawal akses vaksin COVID-19 hingga telah berhasil memvaksinasi lebih dari 70 persen warga negara, sesuai dengan target imunitas massal.
ADVERTISEMENT
Diplomasi Kesehatan Indonesia
Ditengah krisis kesehatan ini, Indonesia berupaya memajukan diplomasi kesehatan. Bukan hanya untuk kepentingan sendiri, tetapi juga untuk menjamin kesetaraan akses bagi seluruh negara di dunia. Kenapa ini penting? Indonesia percaya bahwa untuk menghentikan penyebaran pandemi, tidak boleh ada negara yang tertinggal dalam proses vaksinasi.
Dalam memajukan diplomasi kesehatan, Indonesia menggunakan upaya bilateral, regional, dan multilateral. Secara bilateral, Indonesia menjaga pasokan dan produksi vaksin di Indonesia. Secara regional, melalui ASEAN, Indonesia mendorong pembelian dan distribusi bantuan vaksin bagi anggota yang tingkat vaksinasinya masih rendah. Di multilateral, Indonesia mengamankan bantuan vaksin melalui COVAX, serta mendorong pemerataan akses vaksin bagi 92 negara di dunia yang masih tergolong sebagai negara berpendapatan menengah ke bawah.
Tampak pihak keamanan dan otoritas Bandara Soekarno-Hatta mengamankan kedatangan vaksin multilateral via COVAX Facility. Sumber foto: dokumentasi pribadi dari salah satu penulis
Di saat bersamaan, tantangan infrastruktur dalam distribusi vaksin di berbagai negara juga mendapat perhatian oleh Indonesia. Beberapa jenis vaksin membutuhkan ruang penyimpanan khusus dan banyak negara tidak mempunyai tenaga medis yang cukup. Hambatan tersebut menjadi salah satu kekhawatiran Indonesia di tingkat multilateral.
Kedatangan vaksin multilateral via COVAX Facility. Sumber foto: dokumentasi pribadi dari salah satu penulis
Tentu diplomasi kesehatan Indonesia jauh lebih besar dari sekedar akses vaksin. Upaya untuk memproduksi teraputik, alat tes, dan alat kesehatan lain juga dilakukan di bawah payung kerja sama antar negara dan fasilitasi business to business. Di saat bersamaan, dorongan untuk menciptakan norma hukum internasional yang berkeadilan dalam akses terhadap kesehatan juga dilakukan dengan menjadi salah satu pioneer pengusung negosiasi traktat pandemi di WHO.
ADVERTISEMENT
Tantangan ke Depan
Meningkatnya vaksinasi dan kemampuan negara dalam pencegahan dan penanggulangan COVID-19 telah membuat tatanan kehidupan menjadi lebih baik. Pelonggaran penggunaan masker, pertemuan tatap muka, dan perjalanan menjadi indikasi mulai kembali normalnya kehidupan.
Namun, kondisi tersebut tidak boleh membuat kita terlena. Munculnya varian baru dan tetap tingginya infeksi COVID-19 di negara yang tingkat vaksinasinya tinggi menjadi indikator bahwa pandemi ini masih jauh dari berakhir. Ditambah lagi, beberapa penelitian juga mengindikasikan kaitan antara infeksi COVID-19 dengan hepatitis akut pada anak-anak.
Pandemi COVID-19 juga menandakan bahwa zoonosis, penyakit menular dari hewan ke manusia, menjadi ancaman di masa depan seiring semakin terancamnya keanekaragaman hayati akibat invasi manusia.
Merespon hal tersebut, diplomasi kesehatan Indonesia tidak dapat berhenti ditengah jalan. Bahkan, diplomasi kesehatan Indonesia perlu diperkuat dengan melihat keterkaitan kesehatan dengan isu lain, seperti lingkungan hidup, perdagangan, dan hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, diplomasi kesehatan Indonesia juga akan ditujukan untuk memperkuat ketahanan kesehatan nasional. Sebagai negara dengan penduduk terbesar ke empat di dunia, ketahanan kesehatan nasional menjadi krusial dalam menjamin respon pemenuhan kesehatan masyarakat Indonesia dalam menghadapi krisis kesehatan yang akan datang.