Memandang Cinta Lewat Sains

BRIANA PUTRI ARINDRA
Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
5 Desember 2022 2:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BRIANA PUTRI ARINDRA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Briana Putri/dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Briana Putri/dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak pernah mengenal cinta? Semua orang di dunia ini pasti pernah merasakan cinta. Sumber cinta sangat beragam, mulai dari keluarga, teman, hingga pasangan. Cinta adalah perasaan naluriah dalam diri manusia yang dapat timbul karena adanya ketertarikan visual, citra, ikatan darah, maupun kedudukan sosial seseorang yang dikagumi.
ADVERTISEMENT
Cinta memberikan euforia tersendiri bagi siapa pun yang merasakannya. Sensasi berbunga-bunga dan meletup-letup dalam cinta adalah hal yang adiktif bagi sebagian orang. Tentunya karena ini sangat berkaitan dengan proses di dalam tubuh manusia.
Pada mulanya, cinta dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dijelaskan secara sains karena sifatnya yang tidak tampak sehingga sulit untuk mengemukakan teori-teori mengenai cinta. Oleh karena itu, para peneliti untuk gencar melakukan penelitian mengenai cinta.
Penelitian mengenai cinta dilakukan dengan mengamati antara stimulus dan respon, kemampuan berpikir, serta bagaimana cinta membentuk mentalitas seseorang. Stimulus yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain akan menimbulkan respon. Salah satu bentuk dari respon adalah peningkatan produksi hormon.
Kemampuan berpikir berhubungan erat dengan nalar manusia. Mereka yang jatuh cinta akan lebih banyak menggunakan perasaan daripada menggunakan logika. Hal ini dikarenakan adanya penonaktifan beberapa bagian dari otak yaitu lobus temporal, persimpangan temporoparietal, serta korteks prefrontal yang menyebabkan disfungsi pada sistem kognitif (Wlodarski & Dunbar, 2014).
ADVERTISEMENT
Mentalitas timbul karena adanya kepercayaan terhadap cinta yang terjalin. Seseorang yang tengah merasakan cinta cenderung mudah merasa dan peka terhadap situasi sekitar. Kepekaan tersebut mendorong seseorang untuk lebih memahami keadaan mental orang lain dan lebih terbuka.
Dalam cinta, terdapat beberapa hormon yang berperan antara lain:
1. Hormon oksitosin
Hormon oksitosin adalah hormon yang dihasilkan hipotalamus dan dilepaskan oleh kelenjar pituitari. Pada wanita, hormon ini berpengaruh pada saat melahirkan dan menyusui. Hormon oksitosin bekerja pada saat kontraksi otot rahim (melahirkan) dan payudara (menyusui).
Hormon oksitosin disebut juga sebagai hormon orang tua karena hormon ini diasosiasikan sebagai faktor ilmiah terjalinnya hubungan batin antara orang tua dan anak. Proses stimulasi hormon ini dapat melalui sentuhan fisik, ungkapan, serta kontak lainnya (Feldman & Bakermans-Kranenburg. 2017). Selain hubungan cinta dalam keluarga, hormon ini juga berperan dalam memberikan sensasi kebahagiaan pada pasangan yang menjalani hubungan romantis.
ADVERTISEMENT
2. Hormon vasopresin
Hormon vasopresin adalah hormon yang juga diproduksi di hipotalamus. Hormon vasopresin dikenal sebagai hormon antidiuretik (ADH) atau hormon yang mengatur penyerapan kadar air. Selain itu, hormon ini memiliki fungsi untuk meningkatkan kemampuan mengingat di dalam otak.
Pada saat jatuh cinta, seseorang akan merasakan gugup atau deg-degan. Hormon vasopresin inilah yang akan memberikan kesan bahagia saat seseorang merasakan gugup.
3. Hormon dopamin
Hormon dopamin adalah hormon yang memengaruhi suasana hati, sensasi, serta memori (Butnariu & Sarac, 2019). Hormon ini sering disebut sebagai hormon kebahagiaan karena terlibat dalam proses respons dari stimulus yang membahagiakan. Peningkatan produksi hormon ini dapat dilakukan dengan cara yang sederhana seperti mengonsumsi makanan manis atau melakukan aktivitas yang menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Dalam cinta, hormon ini dapat meningkat apabila seseorang merasakan kebahagiaan. Misalnya saat seseorang merasakan sentuhan fisik, perasaan nyaman dari pasangan, dan melakukan hubungan seksual. Hormon dopamin sendiri dihasilkan oleh hipotalamus seperti hormon oksitosin dan vasopresin.
4. Hormon serotonin
Hormon serotonin memiliki fungsi yang hampir sama seperti hormon dopamin, yaitu sebagai hormon pengatur suasana hati. Hormon serotonin dapat meningkat apabila seseorang merasakan suatu kebahagiaan, seperti mencintai seseorang, memiliki hubungan romantis, atau melakukan kegiatan bersama pasangan. Kadar hormon serotonin sendiri paling banyak ditemukan saat pagi hari dan makin menurun saat malam hari.
5. Hormon endorfin
Hormon yang bekerja untuk kebahagiaan yang terakhir adalah hormon endorfin. Hormon endorfin dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Kelenjar ini melepas hormon endorfin saat seseorang merasakan suatu peristiwa yang menyenangkan seperti cinta, olahraga, bahkan hubungan seksual. Akan tetapi, hormon ini juga dapat dilepaskan oleh kelenjar hipofisis saat terindikasi adanya stres dalam tubuh untuk digunakan sebagai penenang (Rokade, 2011).
ADVERTISEMENT
Pelepasan hormon endorfin dalam cinta dilakukan saat seseorang berada dalam perasaan puncak atau meletup-letup. Dalam hubungan seksual, perasaan puncak dan kepuasan adalah saat pelepasan hormon endorfin.
Hormon yang telah disebutkan di atas adalah hormon-hormon yang terlibat saat seseorang jatuh cinta dan bahagia. Cinta memang perasaan manusiawi yang sulit untuk dipahami hanya dari satu sudut pandang ilmu tertentu. Namun, cinta sangat berhubungan erat dengan bagaimana tubuh manusia berfungsi, termasuk hormon. Baik cinta dan hormon saling bekerja sama untuk membuat sensasi yang menyenangkan bagi seseorang yang merasakan cinta. Oleh karena itu, menikmati rasa cinta adalah bukti bagaimana kita mensyukuri diri sendiri.
Referensi:
Butnariu, M., & Sarac, I. (2019). Biochemistry of Hormones that Influences Feelings. Annals of Pharmacovigilance & Drug Safety, 1(1).
ADVERTISEMENT
De Boer, A., van Buel, E. M., & ter Horst, G. J. (2012). Love is more than just a kiss: A neurobiological perspective on love and affection. In Neuroscience (Vol. 201). https://doi.org/10.1016/j.neuroscience.2011.11.017
Feldman, R., & Bakermans-Kranenburg, M. J. (2017). Oxytocin: a parenting hormone. In Current Opinion in Psychology (Vol. 15). https://doi.org/10.1016/j.copsyc.2017.02.011
Rokade, P. B. (2011). Release of Endomorphin Hormone and Its Effects on Our Body and Moods : A Review. Internationa Conference on Chemical, Biological and Environment Sciences, 431127(215).
Wlodarski, R., & Dunbar, R. I. M. (2014). The effects of romantic love on mentalizing abilities. Review of General Psychology, 18(4). https://doi.org/10.1037/gpr0000020.