Konten dari Pengguna

Kegagalan Sistem Kebijakan Uni Eropa Dalam Menangani Lonjakan Pengungsi di Eropa

Natasha Lestari
Mahasiswa Binus University, jurusan Hubungan Internasional
26 Maret 2018 16:30 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Natasha Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kegagalan Sistem Kebijakan Uni Eropa Dalam Menangani Lonjakan Pengungsi di Eropa
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Meningkatnya konflik di suatu negara menyebabkan penduduknya berusaha menghindari konflik dan juga mencari perlindungan yang layak. Penduduk dari negara yang berkonflik tersebut mencari perlindungan ke negara-negara tetangga, dan mereka dikategorikan sebagai pengungsi atau pencari suaka. Status pengungsi diakui dalam hukum internasional dan mereka berhak mendapatkan perlindungan yang layak dari negara-negara lain . Seperti konflik yang terjadi di Syria, Irak dan Afganistan, konflik tersebut menjadi salah satu penyebab banyaknya pengungsi yang masuk ke wilayah Eropa.
ADVERTISEMENT
Tingkat pengungsi yang memasuki wilayah Eropa semakin hari semakin meningkat. Lebih dari satu juta pengungsi datang ke Eropa pada tahun 2015.Dengan tujuan untuk menghindari konflik yang terjadi di negaranya, dan mencari perlindungan. Pengungsi mencapai daratan Eropa menggunakan dua jalur, laut dan juga darat. Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2015, pengungsi yang berjumlah 1,011,700 mencapai daratan Eropa menggunakan jalur laut, dan 34,900 pengungsi menggunakan jalur darat . Sebagian besar pengungsi tersebut berasal dari Syria, yang menempati angka 350,000 orang di tahun 2015.
Dengan melonjaknya jumlah pengungsi yang masuk ke wilaya Eropa, keadaan tersebut memicu terjadinya krisis.Menyikapi kejadian ini, Uni Eropa yang memiliki wilayah perbatasan terbuka, sebelumnya telah memiliki suatu sistem yang mengatur tentang pengungsi atau pencari suaka ini, yang bernama Common European Asylum System (CEAS) .Dari sistem ini, para negara anggota Uni Eropa memiliki tanggung jawab bersama untuk menyambut para pengungsi dan memastikan mereka agar mendapatkan perlakuan yang adil. Prosedur dan juga standar untuk memperoleh pengakuan sebagai pengungsi juga terdapat di dalam sistem tersebut.
Kegagalan Sistem Kebijakan Uni Eropa Dalam Menangani Lonjakan Pengungsi di Eropa (1)
zoom-in-whitePerbesar
Pada tahun 1999, Common European Asylum System (CEAS) mulai dibentuk dan kemudian dikemukakan oleh European Commission pada tahun 2005.Tujuan dari dibentuknya sistem ini adalah untuk mengatur permasalahan arus masuk pengungsi.Sejak awal dibuatnya pada tahun 1999, terdapat perubahan yang cukup signifikan, sebelumnya Asylum berada pada pilar ketiga (Inter-governmental) ke pilar pertama (Community).European Community mendorong agar adanya perkembangan dari CEAS dalam bentuk harmonisasi. (Chetail, V., 2016)
ADVERTISEMENT
Dalam teorinya, Common European Asylum System (CEAS) berlandaskan pada dua hal yaitu tanggung jawab dan solidaritas. Dan pada teorinya pula, setiap negara anggota Uni Eropa memiliki nilai fundamental yang sama dan setiap negara anggota memiliki tanggung jawab yang sama pula dalam menangani pengungsi. Akan tetapi dalam prakteknya, sistem ini mengharuskan disatukannya kebijakan nasional dari masing-masing negara yang tentunya berbeda-beda.Dengan adanya kebijakan yang berbeda dari tiap negara, menjadikan praktek dari sistem ini menjadi sulit.
Praktek dari Common European Asylum System(CEAS) dinilai kurang efektif, karena menyatukan ke-28 negara anggota dari Uni Eropa (harmonisasi) akan menjadi tantangan baru . Harmonisasi dinilai menjadi salah satu faktor kegagalan CEAS. Kegagalan ini pula telah menjadi sorotan publik pada kekurangan utama dalam sistem suaka Eropa : kegagalan untuk berbagi tanggung jawab secara adil di seluruh negara anggota Uni Eropa (UE). Alasan utama dari kegagalan ini adalah Sistem Dublin, dimana di dalamnya tertuang kebijakan untuk mengalokasikan tanggung jawab untuk pemeriksaan klaim suaka di antara negara anggota UE. Sistem Dublin III saat ini mempertahankan peraturan inti di mana negara pertama kedatangan di UE umumnya bertanggung jawab untuk memeriksa permohonan suaka (Human Right Watch, 2016).Sistem ini telah terbukti tidak efisien serta tidak manusiawi dalam memindahkan pencari suaka secara paksa ke negara-negara pada kedatangan pertama, tanpa mewujudkan pembagian tanggung jawab yang adil di seluruh Uni Eropa. Hal ini adalah sesuatu yang ironis, mengingat bahwa di bawah Konvensi Pengungsi 1951 PBB, tidak ada negara yang diizinkan untuk menolak atau mengembalikan pengungsi yang terpaksa melarikan diri dari negara mereka sendiri.
Kegagalan Sistem Kebijakan Uni Eropa Dalam Menangani Lonjakan Pengungsi di Eropa (2)
zoom-in-whitePerbesar
(Salah satu pengungsi yang menolak untuk kembali)
ADVERTISEMENT
Kesalahan lainnya dari sistem ini terdiri atas ekspetasi berlebih dari apa yang dapat dilakukan wilayah perbatasan dalam konteks masalah hukum. Perbatasan tidak bisa menghentikan setiap pengungsi. Menutup semua rute pengungsi adalah hal yang mustahil, karena akan ada efek waterbed : bila satu rute ditutup, yang lain akan terbuka. Dan biasanya rute yang baru cenderung lebih berbahaya dan akan menimbulkan banyak masalah. Dari perspektif hukum juga tergolong sulit untuk membuat perbatasan menjadi tidak dapat ditembus.Pengungsi hanya bisa dikembalikan ke negara asal mereka jika (1) negara itu aman dan (2) ada kesempatan untuk meminta suaka dalam prosedur perorangan.Di masa lalu, berbagai upaya telah dilakukan untuk menghindari persyaratan hukum ini, misalnya dengan mengangkat para pencari suaka di perairan internasional dan mengembalikannya.
ADVERTISEMENT
Seperti krisis perbankan 2008 yang tidak dapat dipecahkan dalam beberapa minggu atau bulan, jumlah pengungsi tidak bisa dikendalikan selama konflik di Suriah belum terselesaikan. Untuk jangka pendek, Eropa harus membersihkan kekacauan yang telah diciptakannya selama 25 tahun dari kebijakan yang dibuat dengan buruk. Dan juga bentuk kerjasama harmonisasi minimum seperti yang telah disinggung diatas, membutuhkan visi bersama dari negara-negara anggota. Keinginan politik dan penglihatan umum harus dapat dikesampingkan.
Natasha Lestari
Mahasiswa Universitas Bina Nusantara
Jurusan Hubungan Internasional
Referensi :
Booker, C. (2015). Of all the EU failures, its policy on asylum seekers is the worst.The Telegraph.
Edwards, A &Dobss, L. R. (2014).World Refugee Day: Global forced displacement tops 50 million for first time in post-World War II era. United Nations High Commissioner for Refugees
ADVERTISEMENT
Human Rights Watch. (2016). EU Policies Put Refugees At Risk: An Agenda to Restore Protection.
Spijkerboer, T. (2016).Europe’s Refugee Crisis: A Perfect Storm. University of Oxford
Chetail, V. (2016).Reforming the Common European Asylum System : The New European Refugee Law. Leiden: Koninklijke Brill
Taylor & Francis (2015) The Common European Asylum System and the Failure to Protect : Bulgaria’s Syrian Refugee Crisis.
Sidorenko, O. F. (2007). The Common European Asylum System : Background, Current State of Affairs, Future Direction. USA: Cambridge