Cekam di Bali

BriiStory
Jangan baca sendirian..
Konten dari Pengguna
27 Januari 2021 9:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BriiStory tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Sesajen di Bali. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sesajen di Bali. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Bali, gak perlu dijelaskan panjang lebar lagi kalau pulau ini merupakan salah satu tempat terindah di muka bumi, eksotis di berbagai sisi.
ADVERTISEMENT
Tempat tujuan paling diidamkan oleh banyak wisatawan, dalam dan luar negeri. Terkenal juga dengan sebutan Pulau Dewata, tempatnya para Dewa.
Tapi gak bisa dipungkiri juga kalau Bali punya banyak cerita mistisnya. Salah satunya adalah peristiwa yang dialami oleh salah satu teman kita berikut ini.
Simak di sini, di BriiStory..
***
Aku Irene, tinggal dan bekerja di Jakarta, pernah mengalami peristiwa menyeramkan yang gak masuk di akal.
Pengalamanku ini berawal ketika bersama dua teman dekat berlibur ke Bali, gak menggunakan pesawat, kami memilih untuk mengendarai mobil, road trip istilahnya.
Aku, Bagus, dan Inda, kami bertiga memang sudah merencanakan ini sejak jauhari, sudah direncanakan matang-matang, hotel dan tempat tujuan wisata mana yang akan dikunjungi sudah ditentukan, pokoknya benar-benar excited menantikan ini semua terlaksana.
ADVERTISEMENT
Ya sudah, di bulan Juli 2017 kami berlibur ke Bali, yeay!
Walaupun waktu itu bukan pertama kalinya ke Bali, tapi tetap saja kami semangat dan penuh keceriaan, karena ke depannya akan menemui tempat wisata eksotis, pantai, gunung, dan lainya. Perjalanan darat dari Jakarta yang memakan waktu cukup lama, gak juga membuat keceriaan luntur.
Waktu itu hari Rabu, sekitar jam 12 siang kami sudah sampai di Denpasar, di mana hotel tempat kami menginap nantinya berada.
Benar-benar perasaan yang menyenangkan ketika sudah benar-benar sampai di Bali, yang sebelumnya kami hanya merindukan alamnya, budayanya, orang-orangnya, makanannya, semuanya.
Tentu saja, sebagai wisatawan, di manapun berada, kami akan selalu menghormati budaya dan orang-orangnya. Begitu juga Bali, yang sangat kental dengan budayanya, punya karakter kedaerahan yang sangat kuat, kami sangat menghormatinya.
ADVERTISEMENT
Setibanya di Bali, yang kami cari pertama kali adalah makan siang, tentu saja yang diincar adalah makanan khas setempat.
Setelah makan, kami baru akan menuju hotel untuk beristirahat sejenak.
Hotel tempat kami menginap ini letaknya gak di tengah kota, tapi bukan yang di luar Denpasar juga. Sengaja gak mencari hotel mewah berbintang,
kami sengaja menginap di tempat yang sederhana namun masih bagus dan layak, toh nantinya kami akan lebih banyak di luar untuk jalan-jalan dari pada berada di hotel, jadi gak perlu bermewah-mewah.
Jam dua siang kami sampai di hotel.
Persis seperti dalam bayangan, hotel ini sangat menarik, jauh dari kesan mewah tapi bagus dan sangat “Bali”, kamarnya berbentuk seperti pondok-pondok kecil yang berdiri terpisah satu sama lain, tapi letaknya masih berdekatan.
ADVERTISEMENT
Tipikal bangunan yang ada di Bali, hotel ini juga sama, memiliki patung-patung khas Bali yang diletakkan di banyak sudut, ukiran dan lukisannya juga sangat mencerminkan Bali.
Kami semakin senang melihat itu semua, ditambah juga lingkungannya sangat asri, banyak pohon rindang berdiri di dalam wilayah hotel yang cukup besar ini. Nyaman, asri, dan indah.
Di sisa hari pertama, kami habiskan beristirahat, tapi pada malam harinya keluar untuk mencari makan dan tempat hang out.
Baru keesokan harinya kami habiskan waktu seharian untuk berwisata, jalan-jalan ke tempat menarik dan pasti juga ramai wisatawan.
Seperti sudah banyak kita tahu, kalau jalan-jalan di Bali kita akan banyak melihat semacam sesajen kecil yang diletakkan di depan toko atau bangunan lainnya, kalau di depan toko yang letaknya di pinggir jalan biasanya akan ditaruh di atas trotoar.
ADVERTISEMENT
Sesajen ini biasa disebut dengan canang, menggunakan wadah terbuat dari janur yang isinya biasanya adalah kembang Rampe, bunga Gumitir, Pacak Air, Jepun, dan jajanan bungkus kecil.
Nah, ketika sedang jalan-jalan ini kami juga melihat banyak canang, apa lagi di depan toko dan rumah makan, hampir pasti ada.
Di siang menjelang sore, ketika baru saja selesai makan di daerah Sanur, kami berjalan kaki kembali menuju kendaraan.
Pada saat menuju mobil inilah terjadi sesuatu, Bagus yang selalu berjalan paling belakang secara gak sengaja menendang canang yang berada di depan salah satu toko. Walhasil, canang itu terpental dan isinya berserakan semua.
“Lo gimana sih Gus? Berantakan tuh, jalan lihat-liat dong.” Inda ngomel melihat itu semua.
ADVERTISEMENT
“Gw gak sengaja, gak keliatan.” Jawab Bagus.
“Buruan lo beresin.” Aku ikut menimpali.
“Iya, iya.” Jawab Bagus sambil berjongkok mengumpulkan lagi isi canang, lalu membereskannya.
Tapi gak lama, Bapak pemilik toko yang mungkin sejak tadi sudah melihat kelakuan Bagus, keluar menghampiri.
“Sudah, gak usah, biarkan saja.” Ucap Bapak itu ramah, sambil tersenyum.
“Maaf ya Pak, saya gak sengaja.” Kata Bagus lagi, lalu dia melanjutkan merapihkan canang.
Setelah selesai dan sekali lagi meminta maaf kepada Bapak pemilik toko, kami melanjutkan perjalanan menuju mobil.
“Lo ada-ada aja sih Gus, make nendang sesajen segala, hahahahaha.” Begitu kata Inda ketika kami sudah berada dalam mobil, dia gak bisa menahan tawa.
“Dibilang gw gak sengaja. Duuuh, semoga gak knapa-napa ya, gw takut niihh.” Kata Bagus.
ADVERTISEMENT
“Ya emang bakalan ada apa deh? Ya gak akan ada apa-apa lah.” Aku bilang begitu, walau ada sedikit perasaan was-was, entah apa penyebabnya.
Sorenya kami melanjutkan menuju satu tempat wisata, setelahnya akan mencari makan malam di Denpasar.
Singkat cerita, malam menjelang, kami yang baru saja pulang dari tempat wisata di daerah utara agak kemalaman dalam perjalanan kembali ke Denpasar, jam sembilan kami masih di jalan, karena itulah akhirnya memutuskan makan malam di tengah perjalanan, di luar rencana.
Lalu kami berhenti di satu rumah makan khas Bali, kira-kira masih satu jam jaraknya dari Denpasar.
“Akhirnya, nemu restoran. Lapperr gw.” Bagus bilang begitu ketika kami turun dari mobil.
ADVERTISEMENT
Rumah makan ini gak besar, tapi gak kecil juga, hanya ada satu bangunan yang berdiri di lahan luasnya.
Bangunan yang sebagian besar komponennya terbuat dari bambu, sangat artistik.
Di halaman hanya ada kendaraan kami, gak ada kendaraan lain, pertanda kalau pengunjung di dalamnya juga kemungkinan kosong.
Benar, ketika sudah berada di dalam, kami hanya melihat isinya hanya deretan meja dan kursi kosong, gak ada orang sama sekali. Gak tampak juga karyawan rumah makan ini, kosong.
“Ah sudahlah, duduk aja dulu yuk, nanti juga dateng Mas Mbak nya.” Begitu aku bilang, lalu memilih salah satu meja masih di dekat pintu.
Benar apa kubilang tadi, gak berapa lama kemudian ada mas-mas datang mendekat sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
“Selamat datang, silakan memilih menunya.” Begitu kata Mas itu sambil menyodorkan daftar menu.
Gak makan waktu lama, kami yang sudah kelaparan sejak dalam perjalanan tadi langsung memesan makan.
Kemudian, sambil menunggu makanan datang kami kembali berbincang.
“Sepi amat ini resto, apa karena udah malem ya.” Begitu aku bilang.
“Iya, kosong gini gak ada orang selain kita. Semoga enak makanannya.” Bagus menimpali
“Kata siapa kosong, itu ada orang.” Tapi tiba-tiba Inda bilang begitu sambil agak berbisik, raut wajahnya menunjuk ke arah belakang tempat duduk aku dan Bagus.
Tentu saja, aku dan bagus langsung menoleh ke tempat di mana yang Inda maksud.
Benar loh, ternyata ada orang lain, ada yang sedang duduk sendirian di kursi yang letaknya nyaris di pojokan.
ADVERTISEMENT
Ada perempuan duduk seorang diri, tapi di mejanya gak kelihatan ada piring dan gelas kotor sisa makanan, bersih.
Dia duduk diam sambil seperti sedang membaca buku, menundukkan wajah. Pakaian perempuan itu terusan panjang berwarna putih corak.
“Aneh amat perempuan itu, sendiran, makan nggak minum nggak.” Bagus berbisik pelan.
“Yang punya resto ini kali.” Begitu kata Inda.
Aku gak menimpali apa-apa, aku malah berpikir keras kenapa tiba-tiba perempuan itu ada di belakang, padahal ketika datang tadi jelas-jelas kami gak melihat ada orang sama sekali. Tapi entahlah..
Sekitar 30 menit kemudian, makanan datang. Sambil menyantap makanan, sesekali aku melirik ke belakang, perempuan itu masih ada, masih duduk di tempatnya.
ADVERTISEMENT
Setelah kami selesai makan pun sama, dia masih ada, dan masih sendirian.
Tapi setelah itu kami larut dalam perbincangan seru, lupa gak memperhatikannya lagi.
Sesudah benar-benar selesai, Inda kemudian membayar makanan ke kasir, sementara aku dan Bagus berjalan kembali menuju kendaraan.
“Serem amat ya perempuan tadi, duduk sendirian di pojokan, ngapain sih.” Kata bagus ketika sudah duduk di balik kemudi.
“Iya ngapain ya. Eh tadi gw lupa liat lagi, masih ada gak sih dia?” Ucapku.
“Gak tau, gw juga gak liat lagi, lupa.”
Gak lama, Inda datang, lalu langsung masuk ke dalam mobil.
“Inda, lo liat perempuan itu gak sih? Masih ada gak dia? Kalo gw sama Irene kan gak liat lagi, lupa.” Tanya bagus ke Inda.
ADVERTISEMENT
“Tau gak sih lo, perempuan tadi tiba-tiba udah gak ada, gak tau ke mana, agak serem juga sih. Trus gw nanya dong ke Mas kasirnya, siapa perempuan yang duduk sendirian di pojokan tadi.
Trus Mas kasir bilang gak ada siapa-siapa di dalam dari tadi, cuma kita doang pengunjungnya, dia bilang gitu, serem gak sih. Ayok ah Gus, cabut ah, ngeri gw.” Begitu penjelasan Inda panjang lebar.
Bagus lalu cepat-cepat mengendarai mobil, meninggalkan restoran itu. Agak seram juga.
Singkat cerita, sekitar jam setengah sebelas kami sampai di hotel.
Oh iya, pondokan tempat kami menginap ini letaknya sekitar 50 meter dari pintu masuk yang letaknya dekat parkiran, jadi harus sedikit berjalan kaki untuk mencapainya.
ADVERTISEMENT
Tapi, perjalanannya menyenangkan, kami menelusuri jalan setapak yang kanan kirinya banyak pepohonan dan lampu-lampu templok kecil, pokoknya indah dan gak membosankan.
Kamar kami yang berbentuk pondokan letaknya dekat dengan kolam renang, malam itu tentu saja sudah gak ada tamu yang berenang.
Kamar kami juga luas, dua tempat tidur besar jadi tempat beristirahat yang nyaman. Aku bersama Inda bersama dalam satu tempat tidur, sementara Bagus tidur di kasur yang satu lagi.
Ya sudah, karena seharian jalan-jalan berkeliling melelahkan, setelah mandi kami semua langsung naik tempat tidur dan mencoba untuk tidur.
Benar, setelah sedikit berbincang, kami langsung terlelap.
***
“Wah, Inda rajin sekali, shalat malam-malam begini.”
Keadaan masih gelap ketika aku bilang begitu dalam hati, melihat Inda bermukena sedang mendirikan shalat dekat tv.
ADVERTISEMENT
Walaupun kamar dalam keadaan gelap, penerangan hanya bersumber dari cahaya lampu di luar, tapi aku masih bisa melihat dengan jelas kalau Inda sedang shalat malam.
Lalu aku meraih ponsel yang ada di atas meja, berniat untuk melihat jam, ternyata masih pukul satu dini hari, setelah itu aku meletakkannya lagi ke tempat semula.
Sekilas aku masih melihat Inda berdiri shalat.
Lalu tanpa beban aku mengubah posisi tidur, yang tadinya menghadap tempat tidur Bagus di sebelah kanan, menjadi menghadap kiri, menghadap ke tempat Inda yang sedang berbaring.
Inda sedang berbaring? Hah?
Iya, ternyata ada Inda di sebelahku! sedang tidur juga!
Lalu siapa yang sedang shalat?
Kemudian, perlahan aku kembali menoleh ke depan tv, ke tempat di mana tadi aku melihat “Inda” sedang shalat.
ADVERTISEMENT
Sosok yang aku kira sedang shalat itu masih ada, masih berdiri seperti tadi aku pertama kali melihatnya.
Ketika sudah aku perhatikan lebih seksama lagi, sosok yang tadi aku pikir adalah Inda ternyata bukan sedang shalat, tapi sedang berdiri diam dalam gelap dengan rambut tergerai panjang. Dan itu bukan Inda, karena Inda sedang tidur di sebelahku.
Dalam remangnya cahaya, aku masih bisa melihat kalau sosok itu berpakaian terusan warna putih bercorak, pakaiannya mirip dengan pakaian perempuan yang kami lihat di restoran saat makan malam tadi.
Belakangan aku juga baru sadar, kalau ternyata sosok seram itu bukan berdiri membelakangi, tapi malah menghadap aku. Sepertinya, selama beberapa saat kami saling berpadangan.
ADVERTISEMENT
Aku tercengang dalam diam, tenggorokan tercekat gak bisa berkata-kata.
Aku merinding ketakutan, ada kuntilanak berdiri di dalam kamar.
Gak ada yang bisa dilakukan, aku hanya mampu menarik selimut perlahan, untuk menutup seluruh badan sampai kepala, termasik inda aku selimuti juga.
Aku gak berani melihat sosok seram itu lagi.
Tiba-tiba, Inda yang sejak tadi tidur menghadap dinding, perlahan membalikkan tubuhnya, ternyata dia juga gak tidur. Kemudian di dalam selimut kami saling berhadapan.
“Itu siapa di depan tv?” Tanyaku sangat pelan.
“Gak tahu, serem Ren, gw takut, dari jam 12 tadi dia berdiri di situ.” Begitu jawab Inda.
Kemudian kami hanya berdiam diri ketakutan, nyaris menangis.
Hingga beberapa menit berikutnya terdengar tawa cekikikan, suaranya keras, kami yakin sosok seram itu yang tertawa.
ADVERTISEMENT
“Hihihihiih..” Begitu suaranya.
Tawa cekikikan itu terdengar dua kali, setalah itu gak lama kemudian kami mendengar suara pintu kamar terbuka, lalu menutup lagi dengan bantingan keras, “Braakk!!”.
Kemudian suasana kembali hening..
Gak lama setelahnya, kami memberanikan diri keluar dari selimut untuk melihat situasi. Perempuan itu sudah gak ada lagi.
Aku lalu lari ke pintu lalu menguncinya. Kemudian menyalakan lampu kamar.
Malam itu, aku dan Inda gak tidur hingga pagi menjelang.
***
Hai, balik lagi ke gw ya, Brii..
Sebenarnya masih banyak kisah seram yang tempat kejadiannya di pulau Dewata, tapi karena kendala waktu jadi kita lanjut minggu depan aja ya.
Terima kasih buat @BIGdedyREDS dan @anjanijajan atas bantuan informasinya, :)
ADVERTISEMENT
Tetap sehat semuanya, supaya bisa terus merinding bareng.
Salam,
~Brii~