Konten dari Pengguna

Di Balik Dinding Rumah Sakit (Episode 2)

BriiStory
Jangan baca sendirian..
19 Mei 2020 10:29 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BriiStory tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi rumah sakit. Dok: Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rumah sakit. Dok: Pixabay.
~Suatu malam, awal 2015~
Lift sedang rusak lagi.
ADVERTISEMENT
Dengan terpaksa aku turun ke lantai satu lewat tangga darurat, akan panjang tangga yang harus dilalui karna aku baru saja selesai dari ruang isolasi di lantai tujuh.
Aneh, biasanya selalu ada Pak satpam duduk di depan lift, kali ini gak ada, mejanya kosong.
"Ah mungkin sedang ke toilet," begitu pikirku dalam hati.
Dengan susah payah aku membuka pintu menuju tangga, karna tangan kanan dan kiri sudah penuh memegang berkas-berkas pasien.
Lorong tangga kelihatan kosong, lorong tangga yang memanjang ke bawah, hingga ke lantai satu. Aku berdiri sesaat di depan pintu, melihat keadaan sekitar sebentar.
Termasuk jarang aku lalui tangga ini, hanya sesekali saja, itu pun lebih sering pada siang hari.
ADVERTISEMENT
Kali ini nyaris tengah malam, jam sebelas lebih 45 menit..
Pintu yang baru saja kubuka terdengar nyaring bunyinya ketika menutup dengan sendirinya, suaranya menjadi terdengar jelas karena pantulan dinding lorong tangga.
Brakkk…” Akhirnya pintu tertutup.
Ada keraguan di dalam hati untuk menuruni tangga, membuatku masih saja berdiri di depan pintu.
Tapi gak ada jalan lain untuk turun, harus lewat tangga ini.
Akhirnya mulai melangkahkan kaki, satu anak tangga terlewati, langkah-langkah selanjutnya mengikuti.
Gak ada suara lain, hanya suara sepatuku yang terdengar, menginjak anak tangga satu persatu.
Tiba di lantai enam, sempat berpikir untuk keluar dari lorong tangga dan masuk saja ke lantai enam, pasti ada rekan perawat atau orang lainnya.
ADVERTISEMENT
Namun aku memutuskan untuk terus turun.
Menuruni tangga yang bentuknya berputar membentuk segi empat, di tengahnya ada ruang kosong memanjang dari lantai atas hingga ke lantai paling bawah. Dari ruang kosong itu dapat terlihat situasi tangga yang berada di atas dan juga yang ada di bawah.
“Tok..tok..tok..tok..” Langkah kakiku terus menjadi satu-satunya suara yang terdengar.
Suasananya sangat sepi..
Beberapa lampu lorong mati, jadi ada beberapa bagian yang gelap, hanya mengandalkan cahaya lampu yang masih menyala.
Lantai lima, niatku untuk keluar mulai semakin kuat, perasaanku mulai gak enak, mulai muncul sedikit rasa was-was.
Tapi tetap saja, akhirnya aku memutuskan untuk terus menuruni tangga.
Ketika sedang menuju lantai empat, suhu di dalam lorong yang tadinya hangat dan pengap karena gak ada ventilasi tiba-tiba berangsur berubah menjadi dingin, seperti ada hembusan angin yang datang dari atas.
ADVERTISEMENT
Perasaanku semakin gak enak.
Hembusan angin kurasakan sekali lagi, hembusan angin yang aneh, karena di situ sama sekali gak ada jendela atau lubang lainnya yang memungkinkan angin untuk masuk.
Entah apa yang ada di dalam pikiran, tiba-tiba aku penasaran untuk melihat ke atas, melihat ke bagian tangga yang sudah terlewati.
Berhenti melangkah, lalu kuarahkan pandangan ke atas.
Gak melihat apa-apa, kosong dan sepi, gak ada orang sama sekali.
Tapi aku malah mendengar sesuatu..
Tok..
Tok..
Tok..
Tok..
Ada suara langkah kaki, langkah kaki yang bergerak pelan..
Bergerak pelan menuruni tangga..
Menuju ke tempatku berdiri..
Aku langsung melanjutkan menuruni tangga, lebih cepat dari sebelumnya.
Perasaan semakin gak enak.
“Siapa yang ada di tangga atas?” Pertanyaan itu yang ada di kepala.
ADVERTISEMENT
Ketika sudah sampai di lantai empat, “Braaakk..”, tiba-tiba berkas yang ada di tangan jatuh berhamburan.
Dengan perasaan yang mulai semakin ketakutan, sambil jongkok aku kumpulkan dan membereskan berkas-berkas itu kembali.
Ketika sedang berjongkok itulah ada sesuatu terjadi.
Belakangan aku sadar kalau ada yang sedang memperhatikanku..
Gak melihat secara langsung, tapi dari sudut mata aku melihat ada sosok yang berdiri memperhatikan,
Sosok itu berdiri di atas tangga yang menuju ke lantai lima, tangga yang sudah aku lewati sebelumnya.
Aku mencoba untuk mengabaikan, gak mau untuk melihat langsung sosok yang terus saja berdiri diam.
Ketika berkas sudah berada di tangan semua, aku langsung berlari ke arah pintu, berniat untuk keluar dan masuk ke lantai empat.
ADVERTISEMENT
Sial, ternyata pintu terkunci, gak bisa terbuka.
Sambil menahan tangis, aku memaksa diri membalik badan untuk melangkah kembali menuruni tangga menuju lantai tiga.
Ketika membalik badan itulah, akhirnya aku melihat semuanya..
Mataku terpaku memandang sosok yang sedari tadi sudah berdiri memperhatikan.
Sosok perempuan, dengan rambut panjang berwarna agak kemerahan, mengenakkan gaun berwarna hitam, di kepalanya ada seperti topi kecil yang biasa digunakan oleh suster-suster rumah sakit pada zaman dulu.
Sosok perempuan yang terlihat seperti perempuan bule berkulit sangat putih, sedikit pucat.
Dia tersenyum, sementara aku masih diam terpaku, terkesima melihatnya.
Hingga akhirnya, secara perlahan dia bergerak turun, menuruni anak tangga satu persatu, mendekat ke tempatku berdiri.
Dalam kekalutan, pelan-pelan aku dapat menggerakkan kaki, melangkah menuruni tangga menuju lantai tiga.
ADVERTISEMENT
Sambil menangis kecil aku terus melangkah,
Ketika tangga berbelok, dari sudut mata terlihat kalau sosok perempuan bule itu sedang mengikutiku dari belakang, jarak kami cukup dekat. Aku semakin ketakutan, semakin mempercepat langkah...
Ketika sudah tiba di lantai tiga, aku langsung berusaha untuk membuka pintunya.
Syukurlah, pintu gak terkunci, langsung lari keluar dan masuk ke lantai tiga.
Di situ aku menemukan beberapa rekan perawat yang lain.
“Rida, kamu kenapa?” Tanya salah satu rekan.
“Ngapain kamu lewat tangga malam-malam gini?” Tanya yang lainnya.
Aku ceritakan semuanya setelah sudah tenang dan napas mulai teratur.
Hmmmm.., rekanku bilang kalau lift gak rusak, sejak tadi lift baik-baik saja, malah salah satu dari mereka baru saja menggunakannya, gak ada masalah.
ADVERTISEMENT
Ternyata..
***
~Suatu malam, masih di awal 2015.~
Lamunanku terhenti ketika bel berbunyi..
Bel ruangan nomor empat belas, isinya seorang Ibu yang berumur sekitar 50 tahun.
Aku bergegas menuju ruangan itu.
"Sus, kok suster yang baru saja datang gak mengganti botol infus ya?, padahal sudah hampir habis,"
Begitu ucap si ibu ketika aku sudah berada di dalam ruangan.
Aku langsung berpikir, suster yang baru datang? Suster yang mana?
Pada malam itu, hanya aku seorang yang bertugas di lantai enam, sementara dua rekan lainnya sedang istirahat di ruang perawat.
Jadi dapat dipastikan kalau gak ada perawat lain yang berkeliling, apa lagi sejak tadi aku duduk di meja piket, setiap ada yang keluar masuk kamar aku pasti melihatnya.
ADVERTISEMENT
Saat itu nyaris jam dua malam, aku sama sekali gak melihat siapa-siapa, sama sekali sepi.
"Memang ada yang datang sebelum saya Bu?" Tanyaku penasaran.
"Ada neng, lima belas menit yang lalu kira-kira. Cantik, kayak bule, rambutnya panjang. Dia bilang mau ganti infusan. Tapi akhirnya dia hanya mengecek suhu tubuh, setelah itu keluar. Gak balik lagi.."
Ibu itu menjelaskan dengan panjang lebar, aku hanya mendengarkan sambil terus tersenyum, sebisa mungkin gak menunjukkan wajah heran.
"Oh iya, itu rekan perawat saya bu. Dia ternyata lupa membawa botol infus, jadi saya yang menggantikan."
Begitu aku bilang, padahal gak tahu siapa perempuan itu..
Setelah selesai semuanya, aku pamit keluar kamar.
"Sudah selesai ya Bu, ibu istirahat, tidur. Kalau ada apa-apa tekan bel saja."
ADVERTISEMENT
Setelahnya, aku keluar.
Ketika sudah berada di luar ruangan, tetapi masih di depan pintu, aku melihat sesuatu..
Dari sudut mata, aku melihat ada sosok perempuan yang sedang berdiri menghadapku di ujung lorong, membelakangi dinding.
Aku terdiam beberapa saat..
Belum berani untuk melihat langsung ke tempat sosok itu berdiri, berdiri di sisi sebelah kiri.
Walau pun pencahayaan agak temaram, tapi aku masih dapat menangkap dengan cukup jelas penampakannya.
Sosok itu menggunakan baju panjang berwarna hitam, tubuhnya cukup tinggi untuk ukuran tinggi perempuan.
Tubuhku merinding, aku ketakutan, jantung seperti berhenti berdetak..
Akhirnya, aku langsung hadap kanan dan melangkah menjauh, gak berani untuk melihatnya langsung, aku takut.
Suara langkah kakiku adalah satu-satunya suara yang terdengar saat itu.
ADVERTISEMENT
Aku masih merinding, aku takut kalau tiba-tiba sosok itu mengikuti dari belakang.
Kupercepat langkah menuju meja piket..
Sesampainya di meja, aku langsung duduk di kursinya. Beberapa saat lamanya aku menundukkan wajah, gak berani menatap ujung lorong, tempat sosok itu berdiri.
"Kamu ngantuk Rida, kenapa menunduk terus?"
Suara suster kepala mengagetkanku, aku benar-benar terkejut, tapi senang melihat kehadiran beliau yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang.
"Gak bu, saya sedang.. Hmmmm.."
Kebingungan aku menjawab pertanyaannya, gak tahu harus bilang apa.
"Ya sudah, gak apa-apa, saya temani kamu deh."
Ibu Bertha sepertinya mengerti akan kebingunganku, sambil terus tersenyum dia kemudian duduk di sebelah.
Sekilas aku melirik ke arah ujung lorong, terlihat kosong, sosok itu udah gak ada lagi..
ADVERTISEMENT
***
Ibu Bertha adalah suster kepala, orangnya sangat baik dan selalu memberi perhatian lebih kepada anak buahnya.
Aku yang pada saat itu baru beberapa bulan bekerja, sangat terbantu olehnya, gak pernah sungkan dia menjelaskan atau mengajarkan hal-hal baru yang belum sepenuhnya aku mengerti.
Kesabarannya seperti gak berbatas, sangat pengertian dan keibuan, pokoknya dia adalah sosok atasan yang nyaris sempurna.
Ibu Bertha sudah bekerja di rumah sakit ini hampir selama tiga puluh tahun, sudah mendekati masa pensiun.
Makanya, dengan masa kerja yang sedemikian lama, beliau pasti sangat mengenal kondisi dan situasi di sini.
Termasuk "sisi lain" yang ada di balik dinding rumah sakit ini.
Sisi lain yang pernah terjadi, sisi lain yang menyimpan banyak misteri..
ADVERTISEMENT
Aku yakin Ibu Bertha tahu semuanya..
***
Itulah perkenalan awalku dengan sosok misterius itu, sosok yang belakangan aku tahu kalau banyak yang menyebutnya sebagai suster Belanda.
Sudah banyak orang yang pernah melihat pemampakan suster ini, entah itu pasien atau pun orang-orang yang bekerja di rumah sakit ini.
Nanti kapan-kapan akan aku ceritakan kejadian yang lebih menakutkan lagi, kejadian seram yang ada di rumah sakit ini.
Di balik dinding rumah sakit..