Hantu di Vila Pangandaran

BriiStory
Jangan baca sendirian..
Konten dari Pengguna
29 September 2020 11:43 WIB
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BriiStory tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tempat-tempat horor di Thailand. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Tempat-tempat horor di Thailand. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sangat menyenangkan kalau liburan diisi dengan pergi ke pantai bersama sahabat.
ADVERTISEMENT
Tapi akan jadi trauma mendalam kalau akhirnya malah terjebak di tempat dan waktu yang salah.
Alena akan bercerita pengalaman seramnya ketika berlibur di Pangandaran, di sini, di Briistory..
***
“Lo denger gak?” Bisik Della pelan, sambil menatapku yang duduk di sampingnya.
“Denger apaan?” Jawabku.
Kecilin tv-nya coba bentar.” Kata Della lagi.
Aku turuti kemauannya, lalu mengecilkan volume suara tv.
Kemudian hening, karena vila sebesar ini hanya berisi kami berdua,
“Ah, gak ada suara apa-apa Dellaaaaaa. Udah ah, lagi seru nih acaranya.” Begitu aku bilang ketika sudah mengecilkan volume tv tapi tetap gak mendengar suara apa-apa.
“Tadi ada suara, gw denger, sekarang hilang.” Jawab Della..
Sudah jam 11 malam, Devin dan Bayu belum juga kembali, tadi jam sembilan sebelum pergi mereka bilang mau ke luar sebentar cari minuman.
ADVERTISEMENT
Wajah Della masih terlihat penasaran, sepertinya dia yakin kalau tadi sempat mendengar suara dari lantai dua, tapi belum jelas itu suara apa.
Aku coba untuk berpura-pura mengabaikan sikapnya itu, sampai akhirnya dia ikut larut juga menyaksikan acara tv yang aku tonton.
Ada apa di Lantai dua? Apa yang Della dengar?
***
Aku Alena. Della, Devin, dan Bayu adalah sahabat dekatku, kami sudah berteman sejak kecil, karena kebetulan tinggal dalam satu komplek perumahan di Jakarta.
Bukan kebetulan juga kalau kami jadi lebih akrab dibanding dengan teman-teman yang lain di perumahan tempat tinggal, banyak persamaan yang kami miliki, salah satunya adalah senang jalan-jalan, berpertualang ke tempat baru.
Sudah banyak pengalaman yang kami lalui bersama hingga sampai sampai duduk di bangku kuliah saat ini. Dari banyaknya pengalaman yang kami miliki, ada pengalaman seram yang masih membekas di dalam ingatan sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Yaitu pengalaman seram ketika menginap di satu vila di Pangandaran, Jawa Barat.
Pertengahan tahun 2016, bertepatan dengan masa libur perkuliahan, Devin punya ide untuk menghabiskan beberapa hari di daerah pantai.
Setelah ide dilempar dan berembuk, kami sepakat untuk menjadikan Pangandaran sebagai tujuannya.
Pangandaran terkenal sebagai tempat wisata di ujung timur bagian selatan Jawa Barat.
Gak perlu diragukan lagi keindahannya, pantai landai tanpa karang, pasir putihnya membentang, sungguh tempat yang sempurna untuk melepas penat melarikan diri dari pengapnya udara metropolitan.
Naaahh, gw udah browsing-browsing nih, ada vila besar dan asri, gak mahal juga. Gak di pinggir pantai banget sih, harus jalan kaki sebentar kalo mau ke pantai, tapi depannya sungai besar, bolak balik ada perahu suka lewat,” Begitu Devin bilang, panjang lebar dia menjelaskan.
ADVERTISEMENT
Gak butuh diskusi panjang dan lama, akhirnya kami sepakat memutuskan untuk berlibur di Pangandaran selama beberapa hari, akan menginap di vila pilihan Devin.
***
Di satu rabu pagi kami berangkat dari Jakarta.
Pagi cerah dan indah, kendaraan yang kami tumpangi menyusuri jalan mengarah ke sisi selatan pulau Jawa.
Ini adalah pertama kalinya wisata ke Pangandaran, jadi benar-benar tempat baru buat kami kunjungi, makanya kami sangat excited.
Senda gurau dan tawa lepas mewarnai perjalanan, rentang waktu delapan jam jadi gak terasa, sekitar jam tiga sore akhirnya kami sampai di tujuan.
Sesampainya di lokasi, kami baru tahu kalau ternyata letak vila agak jauh dari pantai Pangandaran, kami harus menempuh perjalanan sekitar satu jam lagi.
ADVERTISEMENT
Jadi, letak vila-nya lebih dekat ke pantai Batu Karas, dan juga benar kata Devin, vila berada persis di sisi sungai yang cukup besar, benar-benar menghadap ke sungai itu.
Cukup indah, walaupun bukan bangunan baru tapi vila bertingkat dua ini sangat bersih dan terawat. Pagar tinggi mengelilingi wilayah luasnya, beberapa pohon besar berdiri kokoh di halaman depan dan belakang.
Kanan kiri vila hanya ada tanah kosong yang dipenuhi oleh pepohonan liar, jauh dari bangunan lain.
Bapak penjaga vila mendampingi kami berkeliling sambil menjelaskan semuanya, Pak Ilham namanya.
Pak Ilham ini gak tinggal di vila, tapi tinggal di rumahnya yang gak jauh dari lokasi vila. Beliau ditugaskan untuk merawat dan membersihkan vila oleh sang pemilik.
ADVERTISEMENT
“Pak Ilham kenapa gak tinggal di sini aja?” Tanya Bayu penasaran.
“Kalo lagi gak ada tamu, kadang menginap di sini, tapi jarang banget, soalnya rumah saya kan dekat.” Begitu jawab pak Ilham.
“Trus kalo malam, vila ini lebih sering kosong?” Aku ikut menimpali.
“Iya neng, kosong terus, tapi tenang aja, semuanya bersih dan terawat kok, hehe. Kalo ada apa-apa tinggal telepon hp saya, 24 jam siap, hehe.” Jawab Pak Ilham lagi.
Benar kata beliau, vila ini beserta lingkungannya memang bersih dan terawat, hampir-hampir gak ada debu yang kelihatan.
Di lantai satu ada satu kamar, dan satu kamar mandi. Ruang tengahnya besar, memanjang jadi satu dengan meja makan dan dapur.
ADVERTISEMENT
Di lantai atas ada dua kamar dan satu kamar mandi, ada ruang tengah juga tapi hanya berisi beberapa kursi mengelilingi meja rotan.
Oh iya, di lantai atas ada teras depan, sangat nyaman terasnya, menghadap langsung ke halaman rumah dan sungai besar di depan.
Sungai yang sepertinya termasuk jalur wisata, sesekali terlihat ada perahu bermesin kecil berisi wisatawan.
“Oh itu perahu yang nganter ke grand canyon di sebelah sana, bagus tempatnya.” Begitu kata Pak Ilham menjelaskan ketika kami menanyakan perihal perahu yang melintas depan vila.
Begitulah gambaran vila yang kami tempati, rencananya kami akan menginap sampai hari minggu.
Itu rencananya.
***
Aliran sungai yang tenang, dengan latar langit biru berbintang tanpa awan. Kami menikmati betul suasana malam pertama di teras atas.
ADVERTISEMENT
Perbincangan seru sesekali diselingi gelak tawa memecah keheningan malam di tempat agak terpencil ini.
Nyanyian merdu suara Della yang memang seorang penyanyi serta diiringi permainan gitar Bayu, jadi latar menambah ceria suasana.
Sungguh saat-saat yang menyenangkan.
Ayok Bay, cabut ah, udah jam sembilan nih.” Tiba-tiba Devin bilang begitu.
“Mau pada ke mana sih?” Tanyaku.
“Beli minum di depan sebentar.” Kata Bayu menimpali.
“Jangan lama-lama ya lo pada. Gak mau gw sama Alena sendirian di sini, sepinya gila” Della ikutan sedikit ngomel.
Iyaaaa, bentaran aja kok, manja banget.” Sungut Devin.
Singkatnya, Mereka berdua akhirnya benar-benar pergi, meninggalkan aku dan Della sendirian di teras atas.
Malam itu, sama sekali gak ada perahu yang melintas di sungai, gak seperti sore hari tadi, sama sekali sepi dan tentu saja gelap.
ADVERTISEMENT
Untungnya cahaya dari langit membantu sedikit penerangan, tapi tetap saja kami gak bisa melihat sekitaran sungai secara detail.
Sepeninggal Devin dan Bayu, aku dan Della melanjutkan obrolan, sukurlah gak jadi membosankan karena kami malah lebih banyak topik yang bisa dibahas.
Sampai akhirnya, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Walaupun masih termasuk daerah pesisir, tapi udara di vila ini termasuk sejuk, mungkin karena jarak ke pantai masih cukup jauh ditambah banyaknya pepohonan di sekeliling.
Di saat ketika kami sudah banyak jeda obrolan, alias saling diam larut dalam lamunan, tiba-tiba aku melihat ada bayangan yang muncul dari arah sungai.
Bayangan itu bergerak masuk ke pekarangan vila, berbentuk seperti anak kecil, perempuan.
ADVERTISEMENT
“Eh eh eh. Lo liat gak barusan Del?” Tanyaku sambil menegakkan posisi duduk.
“Liat apaan?” Jawab Della dengan tanya.
“Kayak ada bayangan anak kecil masuk ke vila
“Ah lo jangan macem-macem deh, udah malem nih, mana anak dua itu lagi pergi lagi.”
“Asli, gw liat bayangan.”
“Alena! Gak ada aaahh.”
“Hahaha, iya iya, mungkin gw salah liat.” Tutupku menenangkan Della.
Mungkinkah aku salah lihat? Saat itu gak tahu.
Lalu kami kembali diam, tenggelam dalam lamunan, menikmati malam yang semakin larut.
“Alena, masuk aja yuk, nonton tv aja, sambil nunggu anak dua itu pulang.” Tiba-tiba Della melontarkan ide.
“Ya udah yuk masuk, anginnya juga mulai kenceng nih.” Aku setuju.
ADVERTISEMENT
Lalu kami masuk, menuju ruang tengah lantai satu.
Di dalam, kami duduk di depan tv, di ruang tengah lantai bawah.
Lampu terang benderang kami biarkan semuanya menyala. Udara di dalam lebih hangat, mungkin karena agak tertutup, angin malam sedikit terhambat untuk masuk.
Sampai akhirnya, gak terasa sudah setengah jam kami menonton tv, kebetulan waktu itu acaranya cukup membuatku tertarik, sampai-sampai pikiranku teralihkan dari gelagat aneh yang ditunjukkan oleh Della.
Iya, bukannya gak sadar itu, tapi aku memperhatikan kalau Della kelihatan sedikit resah, seperti ada yang mengusik pikirannya, tapi aku terus memaksa diri untuk gak peduli, coba untuk fokus menonton tv.
Della beberapa kali melihat tangga, lalu memperhatikan ke atas, ke lantai dua.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya Della gak tahan lagi, dia bicara juga.
“Lo denger gak?” Bisik Della pelan, sambil menatapku.
“Denger apaan?” Jawabku.
Kecilin tv-nya coba bentar.” Kata Della lagi.
Aku turuti kemauannya, lalu mengecilkan volume suara tv.
Kemudian hening, sangat sepi.
“Ah, gak ada suara apa-apa Dellaaaaaa. Udah ah, lagi seru nih acaranya.”
Begitu aku bilang ketika sudah mengecilkan volume tv tapi tetap gak mendengar suara apa-apa.
“Tadi ada suara, gw denger, sekarang hilang.” Jawab Della.
Wajah Della masih terlihat penasaran, dia kelihatan masih yakin kalau tadi sempat mendengar suara dari lantai dua, tapi jelas itu suara apa. Aku coba untuk berpura-pura mengabaikan sikapnya lagi, sampai akhirnya dia ikut larut juga menyaksikan acara tv yang aku tonton. Sukurlah.
ADVERTISEMENT
Aku bukannya gak mendengar apa yang mungkin Della tadi maksudkan, aku dengar juga.
Terdengar ada langkah kaki di lantai atas, langkah-langkah kecil seperti sedang berlarian, bolak balik dari belakang sampai ke teras depan.
Aku dengar semuanya, tapi berusaha untuk terus mengabaikan sampai akhirnya melihat gelagat Della.
Aku bohong dengan tujuan agar Della gak jadi parno, karena dia penakutnya keterlaluan.
Sudah jam 11 lewat, Devin dan Bayu belum balik juga, entah nyangkut di mana mereka berdua.
Lalu kami terus menonton tv, sambil berusaha menahan kantuk yang mulai datang.
Della masih kelihatan penasaran, di balik gelak tawanya masih terlihat kalau dia merasakan ada yang aneh, sesekali masih saja memperhatikan tangga.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, tiba-tiba Della merebut remote tv, lalu mengecilkan suaranya lagi..
Lalu..
Duk, duk, duk, duk..
Terdengar suara seperti itu,
Aku gak bisa bohong lagi, karena kami mendengarnya bersama-sama.
“Tuh, lo denger gak.” Tanya Della nyaris berbisik.
Aku mengangguk.
“Ada yang lari-larian di atas, Alena.” Suara Della mulai gemetar, dia ketakutan.
“Udah biarin aja, nonton tv lagi aja. Gedein lagi suaranya coba.” Aku merebut lagi remote tv, lalu membesarkan volumenya.
Iya, benar, ada suara langkah kaki kecil berlarian di lantai dua, sangat jelas kami mendengarnya.
Della kelihatan ketakutan, aku juga sama, tapi mau gimana lagi. Kami jauh dari mana-mana, di luar gelap, kendaraan gak ada.
Della terus saja memperhatikan tangga, sementara langkah kaki kasih kedengaran sesekali walaupun samar tertutup suara tv.
ADVERTISEMENT
Sampai akhirnya, kami mendengar suara pagar depan terbuka, aku lari ke jendela untuk melihatnya. Ternyata itu Devin dan Bayu, akhirnya mereka pulang.
***
Iklan sebentar ya, ada yang baru di youtube gw. 🤭
Bantu subscribe and share kalau berkenan. Trimakasi ❤️
***
Lanjut ya, balik ke Alena lagi..
Kamis pagi, aku menyiapkan sarapan untuk kami semua, nasi goreng andalanku jadi sajiannya.
Suasana pagi hari yang cukup indah, sesekali suara mesin perahu terdengar dari arah sungai, juga banyak penduduk setempat sedang berjalan kaki menuju pantai lewat jalan yang ada persis di depan vila.
“Ah makan lo lama, ayok buruan ngapa, biar cepetan jalan ke pantai.” Devin mulai menggerutu, dia ingin cepat-cepat ke pantai.
ADVERTISEMENT
“Iya, sabar, ini bentar lagi beres,” Jawabku.
Singkatnya, setelah selesai sarapan lalu kami berangkat ke pantai, untuk menikmati suasana pagi di pinggir laut selatan.
Jarak pantai dari vila sekitar 10 menit berjalan kaki, kurang lebih.
Benar dugaan kami, suasana pagi di pantai sangat indah. Menikmati tenangnya air laut yang nyaris tanpa gelombang, gak ada angin sama sekali.
Terlihat beberapa rombongan nelayan menarik jala panjang dari tengah laut, kami memperhatikan semuanya.
Beneran, suasana pagi hari di pantai memang gak ada duanya, aku sangat menyukainya.
Tapi, sekitar jam delapan, ada sesuatu yang mengharuskanku untuk kembali ke vila.
“Aduh, gw mules, pingin pup, gimana ini.” Aku sakit perut.
ADVERTISEMENT
Aaaaah, kebiasaan, merusak suasana, udah tuh numpang di warung itu aja.” Bayu agak emosi bilang begitu sambil tangannya menunjuk ke arah warung pinggir pantai.
“Ah gak bisa Baaayy, gw harus balik ke vila, ayo ah anterin.” Aku memelas.
“Gak mau ah, Vin lo aja gih yang anter Alena.” Bayu bilang begitu ke Devin.
“Ya udah ayok buruan, gw juga agak mules sih.” Begitu Devin bilang sambil cengar cengir.
Ya sudah, akhirnya aku dan Devin jalan pulang lagi ke Vila.
Singkat cerita lagi, gak lama kemudian kami sampai.
“Gw ke warung dulu ya, beli rokok. Gak jauh kok warungnya, tuh di sana.” Begitu Devin bilang ketika kami sudah berada di depan pagar.
ADVERTISEMENT
“Ya udah buruan, jangan lama-lama, gw pingin ke pantai lagi.” Jawabku.
Setelah itu aku masuk ke dalam vila, sementara Devin lanjut berjalan ke arah jalan raya, menuju toko untuk membeli rokok.
Karena sudah gak tahan lagi, aku langsung lari menuju kamar mandi lantai bawah, yang letaknya di belakang.
Aaahh, lega rasanya, setelah sudah berada di toilet dan melepas hajat.
Sudah selesai, aku masih duduk di atas toilet, melamun sebentar sebelum bersih-bersih.
Tapi, kemudian lamunanku buyar, ketika tiba-tiba mendengar suara langkah-langkah kaki, langkah kaki yang sepertinya sama persis dengan yang aku dan Della dengar malam sebelumnya.
Suaranya seperti suara langkah anak kecil berlarian, kali ini di lantai bawah. Terdengar jelas, karena memang dekat, di ruang tengah.
ADVERTISEMENT
Aku memperhatikan langkah-langkah kaki itu, terus menajamkan pendengaran dari dalam kamar mandi.
Benar, sangat jelas kalau sepertinya ada anak kecil yang sedang berlarian di ruang tengah. Aku hanya bisa diam, ketakutan.
Semakin takut lagi ketika langkah kaki itu tiba-tiba berhenti, berhenti tepat di depan pintu kamar mandi!
Ya Tuhan, apa yang harus lakukan?
Diam, gak berani bergerak sedikit pun supaya gak menghasilkan suara. Aku sangat yakin si pemilik langkah kaki itu sedang berdiri di balik pintu.
Beberapa saat lamanya situasi seperti itu..
Aku merinding ketakutan, nyaris menangis.
Lalu langkah kaki terdengar lagi, kali ini menjauh dari pintu, menuju ruang tengah. Aku terus mengikuti pergerakannya.
Kemudian langkah kaki berhenti lagi, kali ini berhenti di ruang tengah. Lalu tiba-tiba terdengar keras suara tv..
ADVERTISEMENT
Tv yang aku sangat yakin dalam keadaan mati ketika masuk tadi, tiba-tiba terdengar menyala dengan sendirinya, dengan suara yang benar-benar keras.
Aku menangis pelan, ketakutan, gak berani keluar..
Tapi..
Alenaaaaa, lo nyalain tv kenceng banget sih? Biar kedengeran sampe kamar mandi maksudnya?”
Terima kasih Tuhan, akhirnya aku mendengar suara Devin, kemudian buru-buru keluar kamar mandi.
“Yuk ah ke pantai lagi.” Aku menarik tangan Devin, mengajaknya untuk buru-buru meninggalkan vila.
Peristiwa pagi itu sengaja gak aku ceritakan kepada teman-teman lainnya, aku gak mau merusak suasana liburan, walaupun kejadiannya cukup membuatku berpikir tentang siapakah pemilik langkah-langkah kaki itu?.
***
Hai balik lagi ke gw ya, Brii.
Mohon maaf, dengan terpaksa cerita malam ini harus selesai dan harus disambung minggu depan karena ada sedikit kendala teknis, sangat gak memungkinkan untuk dilanjut sekarang.
ADVERTISEMENT
Padahal sungguh sangat seram, di malam berikutnya mereka tinggal di vila itu, gw janji minggu depan dilanjut lagi.
Tetap jaga kesehatan, jalankan protokol kesehatan, supaya bisa terus merinding bareng.
Salam
~Brii~