Konten dari Pengguna

Kampung Pocong, Cimahi 2008

BriiStory
Jangan baca sendirian..
10 Mei 2020 11:14 WIB
comment
18
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BriiStory tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kampung Pocong, Cimahi 2008
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Banyak pengalaman seram yang pernah gw alami sejak kecil sampai detik ini. Semuanya memberikan pelajaran dan hikmah yang gak ternilai.
ADVERTISEMENT
Pengalaman yang cukup membuat gw menghargai perbedaan setiap "sisi" dimensi. Salah satunya akan gw ceritakan malam ini, di #briistories.
Ingat jangan pernah baca sendirian, karena terkadang "mereka" gak sekadar hadir dalam cerita.
***
"Beneran Brii, gw udah sering denger kalo daerah itu super angker. Banyak kejadian seram, apa lagi ada satu rumah yang katanya gak berpenghuni. Kita harus ke sana, aman kok, tenang aja, gw udah kenal sama pak RT dan hansipnya, tinggal dateng aja."
Sambil terus memainkan rambut gondrong acak-acakannya, bang kopral sangat bersemangat menjelaskan perihal satu daerah yang katanya sangat angker.
Waktu itu sekitaran tahun 2008, di meja makan #rumahteteh, gw duduk bertiga bareng Nando dan Bang Kopral, membahas satu topik yang cukup bisa menimbulkan penasaran gw.
ADVERTISEMENT
"Masih di sekitaran Cimahi, Leuwi Gajah, tapi udah agak ke selatan, ke arah Batu Jajar. Kampung kecil, masih sepi banget, baru ada satu komplek besar yang berdiri. Nah, kampung ini ada di belakang komplek itu."
"Sebagian besar warganya udah sering lihat hal yang di luar nalar, banyak kejadian seram gila. Ngeri pokoknya."
Begitu kata Bang Kopral.
***
Yang udah follow lama pasti kenal dengan bang kopral, tetangga gw waktu kost di #rumahteteh di Bandung dulu.
Gw ulas lagi sedikit ya..
Beliau ini om nya Rudi, teman kuliah yang tinggalnya persis di depan #rumahteteh. Tapi walaupun statusnya "Om", bang kopral belum terlalu tua, waktu itu umurnya masih awal 30an.
Kerja di Jakarta, rumah di Bandung, beberapa kali dalam satu bulan dia pulang, dan kalau di Bandung lebih banyak menghabiskan waktu dengan nongkrong bareng anak-anak kost #rumahteteh.
ADVERTISEMENT
Orangnya asyik dan slengean, rambut gondrong acak-acakan, kulit gelap tapi bersih, ditambah dengan tampang yang cukup sangar.
Sangat senang ngobrol dan bercerita, Kalo udah nongkrong di #rumahteteh bisa sehari semalam gak habis topik bahasan, kecuali kalau Teteh udah bete, langsung bubar.
Bang Kopral ini amat sangat tertarik dengan kemistisan dan perhantuan, selalu penasaran kalo mendengar ada urband legend di suatu daerah. Dia juga sering menulis artikel di satu majalah, tentu saja tulisannya tentang mistis dan perhantuan, kloplah dengan hobinya.
Beberapa kali gw terbujuk rayuannya untuk mengunjungi tempat-tempat seram dan angker, untuk membuktikan kebenaran cerita. Bukan menantang ya, tapi sekadar ingin tau, penasaran.
Tempat-tempat yang kami pernah kunjungi kebanyakan masih di sekitaran Bandung dan Jawa Barat. Contohnya hantu rokok di Punclut, kereta kencana di Cipaganti, dua-duanya udah pernah gw tulis di sini.
ADVERTISEMENT
Pengalaman paling berkesan jalan bareng bang kopral adalah sewaktu mengunjungi pantai selatan jawa. Benar, kami coba untuk bertemu dengan penguasanya, Nyi Roro Kidul.
~Ketemu gak Brii?
Ketemu, seru seram mencekam, campur jadi satu. Nanti kalo udah waktunya gw pasti cerita.
Begitulah sekilas tentang Bang Kopral. Gak kenal maka gak sayang kan katanya..
***
"Pokoknya kita harus ke kampung itu Brii, angkernya gila, kuntilanak sering seliweran katanya." Bang Kopral lanjut merayu gw.
"Trus, ada satu rumah besar yang angker banget, udah puluhan tahun kosong. Kata warga sekitar, rumah itu udah ada sejak jaman Belanda. Ada taman besar di belakang, katanya kalo malam jumat suka kelihatan ada pesta di taman belakang, isinya bule semua, kakinya gak ada yang nginjek tanah, melayang. Wiiihhh, keren gak tuh, pokoknya kita harus ke sana Brii."
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, jujur, gw paling gak berani kalo sengaja mencari tentang keberadaan "mereka", takut. Tapi ya itu tadi, bang kopral selalu menemukan cara supaya gw akan ikut pada akhirnya. Sesekali Doni dan Nando juga ikut, tapi jarang, itu pun kebanyakan misinya gagal, alias gak menemukan apa-apa.
"Ayolah Brii, besok itu malam jumat kliwon loh, pas banget, seru pastinya. Ayolaahh, pulangnya gw traktir makan di Ceu'Mar deh.. Hehehe."
Awalnya gw masih nolak, gak mau, gw takut.
Tapi entah gimana, Bang Kopral akhirnya nemu cara yang akhir bisa membuat gw setuju untuk ikut.
Jadi iya, akhirnya kami berniat untuk jalan keesokan harinya, ke satu wilayah yang katanya angker di sekitaran Cimahi Leuwi Gajah.
ADVERTISEMENT
***
Berangkat selepas Isya, kami berdua langsung menuju Cimahi, penghuni #rumahteteh yang lain gak ada yang mau ikut.
Seperti biasa, gw duduk di belakang kemudi. Tujuan pertama adalah rumah Pak Rt setempat, mau ngobrol sekalian minta ijin, katanya nanti di sana akan hadir hansipnya juga, cari info dululah kira-kira.
Oh iya, waktu itu Bang Kopral membawa sesuatu di dalam tas kecilnya, yaitu satu siung bawang merah yang bawangnya berjumlah genap. Kata Bang Kopral, bawang merah siung genap bisa memancing mahluk halus, gw gak tau atas dasar apa dia punya pikiran begitu. Tolong jangan diikuti ya, pokoknya jangan.
Singkatnya, jam sembilan kurang kami sampai di rumah Pak Rt, kurang lebih satu jam perjalanan santai dari pintu tol Cimahi. Rumah yang gak terlalu besar dengan halaman luas.
ADVERTISEMENT
Waktu itu, tahun 2008, daerah ini masih tergolong sepi, masih banyak lahan yang kosong, baru ada satu perumahan besar berdiri, itupun masih sepi juga.
Sebut saja Pak Udin, dia menjabat RT udah cukup lama, belasan tahun katanya, karena gak ada warga lain yang bersedia menggantikannya. Berpenampilan sederhana, mengenakan sarung dan peci, menyambut kami di teras rumah.
"Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam." Jawabnya dengan senyum sumringah.
"Kirain gak jadi.. Hehe." Ucap beliau dengan logat sunda yang kental.
"Iya Pak, maaf kemaleman." Jawab bang Kopral.
Setelah itu kami dipersilakan duduk di teras rumah, lalu berbincang di situ.
Bang Kopral bilang, dia mau meminta ijin untuk "Patroli" di wilayahnya, coba untuk mencari kebenaran berita yang mengatakan kalau daerah ini cukup angker, banyak warga yang katanya pernah melihat penampakan mahluk-mahluk ghaib.
ADVERTISEMENT
Bang Kopral bilang juga, nantinya kalau kami menemukan atau melihat sesuatu, akan dijadikan bahan artikel tulisannya.
"Boleh aja, silakan, tapi harus hati-hati, sudah sering kali ada orang yang kesurupan, apa lagi di daerah jalan potong, harus ekstra hati-hati." Begitu kata Pak Rt.
Jalan potong? Daerah apa itu?
Jadi, ada satu wilayah yang warga sekitar menyebutnya jalan potong. Kenapa begitu? Karena wilayah itu memang jadi jalan potong kalau mau menuju jalan besar, keramaian.
Tapi, warga situ hanya berani melintas pada siang hari aja, kalau malam gak ada lagi yang berani lewat. Kata Pak Rt, tempatnya cukup seram, lahan kosong besar yang isinya hanya pepohonan besar dan ilalang, tapi mobil dapat melintasinya, karena di tengah-tengahnya berdiri rumah kosong besar, rumah yang bang kopral ceritakan di awal tadi.
ADVERTISEMENT
Rumah tua yang sudah puluhan tahun kosong, menurut warga sekitar, katanya sudah berdiri sejak jaman Belanda. Ada beberapa warga yang pernah melihat "kegiatan" di sekitar rumah itu pada tengah malam.
Sangat menyeramkan kalau mendengar cerita Pak Rt.
Kami banyak berbincang, Pak Rt terus bercerita mengenai daerah yang dia tinggali ini. Sampai akhirnya, sekitar jam sepuluh datang bergabung seorang bapak yang berpakaian hitam-hitam dengan sarung melintang di tubuhnya, membawa lampu senter besar juga di tangannya. Benar, itu adalah pak Hansip yang biasa jaga malam di wilayah tersebut, sebut saja Pak Romli.
Setelah berkenalan dan berbasa basi, perbincangan semakin seru dengan hadirnya Pak Romli ini, sebagai orang yang tugas jaga malam tentu saja beliau punya banyak kisah seram yang diceritakan.
ADVERTISEMENT
"Pokona mah, gak ada warga yang berani lewat jalan potong itu kalau malam hari, termasuk saya, loba jurig (banyak hantu)." Begitu kata Pak Romli ketika membahas daerah jalan potong.
"Nanti paling saya cuma bisa anter sampai depan rumah kosong itu aja." Lanjutnya.
Sekitar jam sebelas malam, kami bersiap untuk memulai kegiatan, sebelumnya pamitan dulu dengan Pak Rt.
"Nanti setelah selesai, kami langsung pulang ya Pak, takut ganggu kalau harus balik lagi." Begitu kata bang kopral mengakhiri pertemuan.
Setelah itu, didampingi Pak Romli kami menuju wilayah yang disebut jalan potong, tempat angker yang ada rumah kosong.
Gak jauh, hanya sekitar lima belas menit kami sudah sampai.
Tempatnya memang seram, hanya pepohonan besar berdiri dengan semak belukar di sekitarnya, gak ada rumah penduduk, hanya satu rumah yang berdiri tegak di tengah kegelapan. Rumah besar bertingkat, kosong, dan gelap, kami parkir persis di depan, tapi gak masuk ke halaman.
ADVERTISEMENT
"Saya nganter sampai sini aja yah, mau patroli keliling kampung dulu. Sing hati-hati, banyak setan, kalo ada apa-apa kalian ke poskamling yang tadi kita lewat aja." Ucap Pak Romli.
"Pak, kalo nanti kami mau masuk ke rumah itu boleh gak?" Tanya bang kopral, pertanyaan yang sedikit membuat gw kesal, mau ngapain masuk ke rumah kosong itu coba? Cari gara-gara kan namanya.
"Sok aja kalo berani mah, terakhir saya masuk sama Pak Rt, pintunya gak dikunci, rusak. Tapi hati-hati ya, serem dalamnya.."
Begitu kata Pak Romli menjelaskan keadaan rumah, setelah itu dia pergi meninggalkan kami sendirian.
Malam jumat kliwon, kami berada di tengah-tengah wilayah yang katanya angker, parkir di depan rumah bertingkat kosong yang kelihatan sungguh seram.
ADVERTISEMENT
***
"Asoy ya suasananya, gila ngerinya, hehehe.."
Begitulah cara bang kopral menggambarkan suasana mencekam dan menyeramkan, sama sekali gak menunjukkan raut ketakutan, kelihatan seperti menikmati adrenalin yang melonjak spartan.
Sementara gw, dari pertama datang sudah mulai ketakutan, semakin menjadi-jadi seiring berputarnya jarum jam menuju tengah malam.
Jendela mobil kami biarkan terbuka lebar-lebar, angin dingin beberapa kali bersepoi masuk ke dalam, seperti ada yang membuatnya begitu. Gak ada suara terdengar, hanya jangkrik dan serangga malam sesekali bersahutan.
Rumah kosong bertingkat dua berada di sebelah kanan, sementara di sebelah kiri pepohonan rindang dan rumput ilalang. Di hadapan, jalan tanah yang gelap gulita, tapi ada cahaya lampu pemukiman yang kelihatan di kejauhan.
"Udah jam dua belas Brii, belum ada apa-apa, gimana nih?"
ADVERTISEMENT
"Pulang aja yuk bang, ini serem sih. Sepinya parah, ngeri." Setengah berbisik gw mengajak pulang.
Beberapa kali menoleh ke kanan, ke arah rumah kosong, gelapnya membuat pikiran gw melanglang buana, menebak-nebak ada apa gerangan di dalamnya. Halaman rumah cukup luas, dipenuhi semak belukar yang tinggi. Di sebelah kirinya berdiri pohon besar yang sama tinggi dengan atap.
"Dari pada di sini gak ada apa-apa, gimana kalo kita masuk aja ke rumah itu Brii?"
Tipikal bang kopral, selalu dapat mengeluarkan ide "brilian". Ide yang sungguh sangat gw tentang.
"Gak ah bang, gila apa, liat aja itu rumah, ngerinya gak sopan. Gw yakin banyak penunggunya. Gak deh nggak, gw gak mau.."
"Yaudah, kalo lo gak mau biar gw sendiri aja, lo tunggu sini. Gw sebentar aja kok.."
ADVERTISEMENT
Hmmm, sialan bang kopral ini, ngasih pilihan yang sulit. Sendirian di mobil di tengah daerah angker gini, gw juga gak mau, mending ikut dia ke dalam rumah.
"Ah sialan lo bang, gw gak mau ditinggal sendiri, gw ikut deh. Tapi jangan lama-lama ya.."
"Hehehe, gitu dong. Gak lama kok, tenang aja." Sambil cengengesan bang kopral berjanji gak akan berlama-lama di dalam.
***
Kami melangkah cukup susah, harus menghindari rumput liar dan semak belukar yang tinggi, halaman rumah ini benar-benar seperti sudah sejak lama gak terawat.
Beberapa kali gw menolehkan wajah ke atas, melihat jendela lantal dua sebelah kanan, seperti ada yang berdiri memperhatikan, tapi setelah gw tegaskan lagi, ternyata gak kelihatan apa-apa, gelap aja.
ADVERTISEMENT
Hanya tinggal beberapa meter menuju pintu depan, tiba-tiba kami mendengar sesuatu dari dalam rumah. Suaranya seperti suara pintu yang bergeser terbuka..
"Kayak suara pintu Brii." Bisik bang kopral, dengan wajah yang mulai serius.
Gw mengiyakan sambil mengangguk pelan.
"Pulang aja yuk bang, takut gw."
Sekali lagi gw melempar ide, ide yang kemungkinan besar gak akan disetujui oleh bang kopral.
"Sebentar aja Brii, gak lama-lama." Begitu katanya.
Benar apa kata Pak Romli tadi, ternyata pintu depan memang dalam keadaan gak terkunci. Bang kopral yang berjalan di depan hanya tinggal mendorongnya saja, pintu pun terbuka.
Cukup lama kami diam berdiri di depan pintu, memperhatikan isi rumah ketika pintu sudah terbuka penuh, hembusan udara dari dalam yang mengalir keluar membawa aroma pengap berdebu.
ADVERTISEMENT
Pertama yang kami lihat sepertinya ruang tamu, kosong tanpa perabotan, hanya gelap yang terlihat. Di ujung kanan ada pintu dalam keadaan terbuka, sepertinya merupakan akses ruang tamu menuju ruang keluarga atau ruang tengah.
Perlahan kami memasuki rumah, dengan lampu senter di tangan masing-masing, lampu senter yang memang sudah dipersiapkan sejak berangkat tadi.
Langkah sepatu yang menginjak lantai penuh debu menimbulkan bunyi khas, hanya itu saja suara yang terdengar.
Ketika sudah sampai di pintu kedua, pintu menuju ruang tengah, sekali lagi kami berhenti, karena lagi-lagi terdengar suara pintu terbuka, suara yang sepertinya bersumber dari lantai atas.
“Bang, kayaknya cukup deh, ini rumah ngerinya gak asik.” Sekali lagi gw coba untuk menggoyahkan pendirian Bang Kopral, tapi sekali lagi hanya ucapan “Sebentar lagi Brii..” yang keluar dari mulutnya.
ADVERTISEMENT
Lanjut melangkah, sekarang kami sudah berada beberapa meter di dalam ruang tamu. Cahaya lampu senter menyisir setiap sudut ruangan, menyentuh seluruh bagian yang berselimut gelap, debu-debu kecil terlihat beterbangan, menambah mencekam suasana.
Di sebelah kiri, gw melihat tangga, tangga yang di tengahnya berbelok ke kanan, menuju ke lantai dua. Dari ketebalan debu yang gw lihat di setiap anak tangga, sepertinya sudah sangat lama gak ada orang yang melangkah menginjaknya untuk ke atas.
Kemudian kami lanjut ke belakang.
Di ujung sebelah kanan ruang tengah, ada satu ruang lagi yang aksesnya tanpa pintu, sepertinya dipruntukkan sebagai ruang makan, karena di sebelah kirinya ada ruangan yang di dalamnya terlihat ada wastafel tua, sepertinya itu dapur.
ADVERTISEMENT
Ruang makan dan dapur hanya dipisahkan oleh dinding berbentuk meja setinggi perut orang dewasa, membentuk seperti meja Bar panjang.
Sungguh benar ini merupakan rumah yang meyeramkan, hawanya sangat gak enak, di beberapa bagian kami merasakan udara yang hangat cenderung panas.
“Braakk..!!!”
Kaget, tiba-tiba terdengar ada suara pintu dibanting, di lantai atas. Jantung gw sejenak berhenti berdetak, terkejut, ketakutan.
“Cuekin aja Brii, kita lanjut ke belakang.” Ucap Bang Kopral.
Gak bisa apa-apa, gw hanya bisa pasrah pasrah untuk terus ikut ke mana Bang kopral melangkah.
Di ujung belakang, sebelah dapur, kami berdiri di depan jendela kaca yang cukup besar. Jendela berdebu yang dari situ kami dapat melihat halaman belakang.
Bang kopral mengusap tangannya pada kaca jendela, coba menyingkirkan debu yang menempel pada permukaannya, supaya dapat melihat halaman belakang lebih jelas lagi.
ADVERTISEMENT
Gw melakukan hal yang sama, membersihkan sebagian debu di permukaan kaca yang ada di hadapan.
Setelah itu, barulah kami dapat melihat bagian belakang rumah dengan lebih jelas.
Sama seperti halaman depan, belakang rumah juga ditumbuhi rumput tinggi dan semak belukar, ada beberapa pohon besar yang berdiri menghalangi mata untuk lebih jauh lagi memandang.
Cahaya lampu senter kembali menyisir setiap sudut yang ingin kami lihat, tidak jadi terlalu jelas tapi cukup untuk sekedar memecah pekat gelap.
“Brii, pojok kanan, di bawah pohon.”
Bang kopral berbisik pelan, memberi petunjuk agar gw mengarahkan pandangan ke titik yang dia mau.
Lalu lampu senter gw arahkan ke tempat itu, sedikit cahanyanya akhirnya mampu membuat gw berhenti bernafas, bulu kuduk berdiri semua, di pojok kanan halaman di bawah pohon, gw melihat pocong.
ADVERTISEMENT
Pocong itu berdiri diam, sepertinya menghadap ke tempat kami tengah terperangah memperhatikan.
Cahaya lampu senter masih terus saja mengarah ke pocong itu, sampai akhirnya bang kopral menurunkan tangan gw supaya gak terus-terusan menyenter.
“Udah bang, gw gak kuat, kita pulang bang, pulang.” Berbisik gw mamaksa minta pulang.
Bang kopral tampak setuju, dia melangkah mundur ketika pocong di halaman belakang itu seperti mulai bergerak mendekat.
“Yuk Brii,”
Lalu kami balik badan, berjalan menuju pintu depan, berniat segera keluar dari rumah.
Tapi langkah terhenti ketika hanya tinggal beberapa langkah lagi sampai pintu yang menuju ruang tamu.
"Uhuk.."
Ada suara seperti orang batuk di sebelah kanan, tempat di mana letak tangga menuju ke atas. Secara reflek kami kompak menoleh ke sumber suara..
ADVERTISEMENT
Di tengah-tengah tangga, sebelum berbelok ke kanan, di situ ada pocong yang sedang berdiri tegak. Dalam gelapnya ruangan, hanya pantulan cahaya lampu senter yang membantu penglihatan, kami dapat melihat dengan jelas bentuknya. Tinggi besar berbalut kafan putih kusam..
Dalam ketakutan yang teramat sangat, gw mendorong bang kopral agar kembali melanjutkan langkah. Seperti tersadar, akhirnya dia lanjut melangkah, gw ikut di balakangnya. Dari sudut mata, pocong itu masih kelihatan berdiri di atas tangga.
***
Ketika sampai di luar, gak buang-buang waktu lagi, kami terus berjalan menuju mobil.
"Gila, seru abis, ada pocooong Briiii, dua!!"
Ucap bang kopral sambil suaranya menahan supaya gak teriak, setelah kami sudah berada di dalam mobil. Begitulah beliau, selalu kelihatan senang kalau misinya berhasil. Sementara gw masih shock, kaget, nafas tertahan, memikiran kejadian yang baru aja terjadi.
ADVERTISEMENT
Satu situasi yang menyeramkan dan mencekam, dalam hati gw berkata kalau gak akan melakukan kegiatan ini lagi, kapok.
"Kita pulang ya Bang."
"Yuk Brii."
Lalu gw coba untuk menyalakan mesin mobil, dan berhasil.
Setelah mesin hidup, gw menyalakan lampu, saat itulah mata gw tertarik untuk melihat kaca spion dalam.
Kembali gw terdiam, lagi-lagi nafas tertahan..
Ada pocong di belakang, tapi bukan di dalam mobil.
Dibantu penerangan lampu belakang, gw melihat pocong berdiri beberapa meter di belakang mobil.
"Bang, di belakang ada pocong."
Sontak bang kopral menoleh ke belakang.
"Cepetan jalan brii.."
Dalam ketakutan gw injak pedal gas perlahan, meninggalkan tempat angker itu, meninggalkan rumah seram itu.
Belum selesai..
Dalam perjalanan menuju jalan besar, sekali lagi kami melihat pocong berdiri di pinggir jalan, hanya beberapa meter dari lintasan mobil. Dia terus diam sampai kami benar-benar melintas lewat di depannya.
ADVERTISEMENT
Gw berdoa terus dalam hati, berharap cepat sampai di keramaian dengan selamat.
Beberapa menit kemudian, akhirnya kami sampai di jalan besar, daerah yang sudah gak seram lagi.
Berakhir juga malam yang mencekam itu.
***
Besoknya, bang kopral kembali datang ke rumah Pak Rt yang kami kunjungi malam sebelumnya, pergi sendirian, gw gak ikut. Mau bilang terima kasih, dan menceritakan hal-hal yang kami temui di malam semalam.
Menurut bang kopral, Pak RT malah ketawa setelah mendengar cerita dia.
"Iya, semalam saya lupa kasih tau, kalau memang di daerah ini sering ada penampakan pocong. Sudah banyak warga yang lihat penampakannya. Makanya, ada sebagian warga luar yang menyebut kampung ini dengan sebutan kampung pocong."
ADVERTISEMENT
Begitu katanya.
Pantesan..
***
Jangan pernah nanya daerah mana persisnya, gw gak akan kasih tau di sini. 😉
Sekian cerita pengalaman gw kali ini.
Met bobo, semoga mimpi indah..
Salam
~Brii~