Merinding di Blok M

BriiStory
Jangan baca sendirian..
Konten dari Pengguna
23 Maret 2021 10:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BriiStory tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi pixabay.com
ADVERTISEMENT
Gelap, kosong, sunyi.
Hanya sedikit lampu menyala memberi penerangan.
Seramnya gedung kosong di malam hari..
ADVERTISEMENT
Seorang teman akan berbagi kisah cekam ketika bekerja di salah satu Mall/Plaza terkenal di Jakarta.
Simak di sini, di Briistory..
***
“Lift udah dimatiin Di, lo harus lewat tangga dalem.”
“Yaaaaahh, aku sendirian pula. Mba Yan gak mau turun bareng?”
“Belum bisa, masih ada yang harus gw kerjain nih.”
Itu percakapanku dengan Mba Yanti, staff admin di tempat aku bekerja.
Setelah berganti pakaian, aku berniat untuk langsung pulang.
Aku yang baru bekerja selama dua bulan, entah disengaja atau tidak, lebih sering ditugaskan untuk shift sore, tentu saja pulangnya akan malam, seperti kali ini.
Bioskop ada di lantai 6, maka dari itu aku harus menuruni tangga eskalator ~yang sudah dalam keadaan mati juga~ lantai demi lantai untuk sampai ke lantai dasar karena lift yang biasanya bisa digunakan ternyata malah mati, entah kenapa.
ADVERTISEMENT
Gedung Blok M Plaza ini berbentuk melingkar walaupun gak bundar, di tengahnya ada ruang kosong dari atas sampai ke bawah. Jadi, untuk menaiki atau menuruni eskalator, harus memutar mengelilingi sebagian lantai untuk menuju eskalator berikutnya.
Inilah yang aku lakukan, harus menyusuri lantai demi lantai, menuruni tangga, menuju pintu keluar di lantai dasar.
Berjalan melewati depan setiap toko, pemandangan pantulan kaca displaynya membuat aku bisa melihat diri sendiri yang sedang berjalan sendirian. Ya terang saja sendirian, sudah nyaris jam 12 tengah malam.
Ini bukan yang pertama, sebelumnya sudah beberapa kali aku pulang dan berjalan sendir di dalam gedung plaza ini. Akan tetapi, sesekali aku juga melihat satu atau dua orang sekuriti yang sedang patroli, entah melihatnya dari jauh atau berpapasan langsung.
ADVERTISEMENT
Aku yang pada dasarnya sangat penakut, sedikit merasa aman ketika sudah melihat ada petugas sekuriti.
Seperti yang aku bilang tadi, gedung ini memiliki ruang kosong di tengahnya, dengan begitu aku dapat melihat langsung pemandangan lantai perlantai, dari atas sampai ke bawah.
Makanya kadang aku dapat melihat sekuriti atau orang lain sedang berjalan di lantai berbeda dengan lantai yang sedang aku susuri.
Begitu juga malam ini, aku tentu saja bisa melihat pemandangan yang sudah aku ceritakan tadi, walaupun sebagian besar lampu sudah dalam keadaan mati.
Oh iya, sebagian lampu dalam gedung dalam keadaan mati ketika sudah di luar jam operasional, jadinya ya gelap, walaupun bukan gelap total.
ADVERTISEMENT
Tapi ada yang sedikit mengganggu, karena malam ini/kali ini aku gak melihat ada pergerakan orang lain selain aku, biasanya yang paling sering aku lihat adalah petugas sekuriti atau karyawan lain yang juga pulang malam.
Kali ini beda, malam ini terasa sangat sepi..
Hanya suara langkah kakiku saja yang terdengar.
Masih di lantai lima, tapi sepertinya aku sudah merasa gak nyaman. Solusinya? mempercepat langkah supaya lekas sampai bawah.
Eskalator mati, AC juga mati, hal ini tentu saja menambah semuanya jadi gak nyaman.
Tapi, kecemasan berkurang ketika tiba-tiba terdengar suara langkah kaki.
“Ah, akhirnya ada orang juga” Pikirku dalam hati.
Coba mencari tahu dari mana sumber suara, sambil terus berjalan aku pandangi setiap lantai sampai yang paling ujung, atas juga bawah.
ADVERTISEMENT
Yang pasti, sang empunya langkah gak berada di lantai empat yang sedang (baru saja) aku pijak ini, karena sama sekali gak kelihatan ada orang.
Ah, ya sudah, terdengarnya sih dari lantai bawah, mungkin orang itu menuju pintu keluar juga, sama seperti aku.
Benar, ketika sedang memperhatikan selasar lantai dua, sekilas aku melihat ada orang yang sedang berjalan, melangkah menuju eskalator, tapi jalannya lambat, perlahan.
Dari penampilannya dapat dipastikan kalau itu bukan sekuriti, karena bentuknya sosok perempuan, terlihat dari gerai rambut panjangnya. Aku juga sangat yakin kalau itu adalah karyawati yang pulang malam, sama sepertiku.
Aku yang terus bergerak berjalan, akhirnya pandangan jadi terhalang untuk melihat terus perempuan itu, sampai akhirnya benar-benar gak bisa melihatnya lagi. Tapi walaupun begitu, suara langkah kaki masih kedengaran.
ADVERTISEMENT
Nah, beberapa detik kemudian suara langkah juga ikut menghilang..
“Ke mana tuh orang?” Pikirku, sambil sejenak
menghentikan langkah, mencari jawaban.
Sama sekali gak kelihatan ada orang..
Cemas kembali kurasa, karena seketika sepi melanda, lagi-lagi.
Aku kembali meneruskan langkah, menyusuri selasar lantai empat, lalu turun ke lantai tiga.
Langkah buru-buru aku lakukan, karena kosongnya (lagi-lagi) mulai membuat cemas.
Aku semakin ketakutan, ketika merasa kalau di dalam gedung besar ini sepertinya gak ada orang lagi selain aku, kosong. Walau sepertinya gak mungkin, tapi aku merasa seperti itu.
Singkatnya, akhirnya aku sampai juga di tangga yang menuju lantai dasar.
Tapi pada saat inilah, ada sesuatu yang menarik perhatian..
Ketika sedang melangkah menuruni tangga, kembali aku mendengar suara langkah kaki, persis seperti sebelumnya. Bedanya, kali ini terdengar dari atas, aku gak tahu lantai berapa.
ADVERTISEMENT
Masih berada di tengah-tengah eskalator, aku lalu menghentikan langkah, melempar pandangan ke atas, menyapu setiap sisi gedung yang masih dapat terlihat.
Iya, dalam gelap akhirnya aku melihat sesuatu..
Ada seorang perempuan yang sedang berdiri diam di depan salah satu toko di lantai tiga, berdiri dekat dengan dekat dengan pagar kaca. Gak menghadapku, tapi dia berdiri menghadap sisi gedung yang berseberangan dengannya.
“Itu siapa?” Pertanyaan muncul dalam kepala.
Tapi, melihat itu tiba-tiba aku merinding, ketakutan menyeruak memenuhi ruang bathin..
Sontak, aku melanjutkan langkah, menuruni tangga eskalator terakhir.
Pintu keluar ada di sebelah kanan, sedangkan posisi perempuan itu di sisi sebelah kiri. Tentu saja, aku bergegas ke berlari kecil ke arah kanan.
ADVERTISEMENT
Nah, ketika sedang hendak menjauh dari eskalator, tiba-tiba aku mendengar sesuatu.
Aku mendengar suara tawa perempuan, tawa tertahan tetapi sangat jelas..
Sumber suara berasal dari belakang..
Sebenarnya rasa takut sudah dalam level tertinggi, tapi entah kenapa aku malah berhenti berjalan, lalu menoleh ke belakang, ke arah sumber suara.
Kemudian terlihatlah pemandangan yang membuat aku tercekat katakutan, seperti terhipnotis, gak bisa mengalihkan pandangan.
Awalnya, aku melihat seperti ada tirai putih yang melayang jatuh dari lantai atas. Tapi ternyata bukan..
Setelah aku perhatikan lagi, ternyata bukan tirai terbang melayang, tetapi itu adalah sosok perempuan berambut panjang yang sedang melayang turun dari lantai tiga, baju putih lusuh panjangnya tergerai melambai seperti tertiup angin, pakaian inilah yang kulihat sebelumnya seperti tirai.
ADVERTISEMENT
Sementara, tawanya masih terdengar mengiringi, bukan tawa melengking, tapi tertahan namun jelas terdengar.
Beberapa detik lamanya aku terdiam memperhatikan, seperti terhipnotis.
Tapi akhirnya aku tersadar ketika melihat sosok seperti kuntilanak itu akhirnya mendarat di lantai satu, lalu berdiri menghadapku.
Aku langsung membalikkan badan kemudian berlari menuju pintu keluar.
Tangisku gak tertahan lagi ketika akhirnya sudah benar-benar sampai pintu keluar, di situ ada dua orang sekuriti sedang berjaga.
***
Aku Diana, pernah bekerja pada satu bioskop yang berada di kawasan blok M, Jakarta selatan. Aku bekerja di tempat itu pada rentang waktu 2007 sampai 2010.
Sebenarnya, sebelum aku bekerja sudah banyak mendengar cerita seram tentang gedung di mana bioskop tempat aku bekerja ini berada. Memang, gedung perbelanjaan ini termasuk salah satu gedung di Jakarta yang umurnya bisa dibilang sudah tua.
ADVERTISEMENT
Ya itu tadi, aku sudah banyak mendengar banyak cerita seram sebelumnya.
Setelah aku sudah mulai bekerja pun, aku juga banyak mendengar cerita-cerita aneh menjurus seram dari rekan kerja yang sudah lebih dulu bekerja di situ.
Aku yang sangat penakut, kadang berusaha sebisa mungkin gak mendengarkan cerita-cerita seram itu, tapi ya tetap saja seringnya penasaran, lalu mendengar semuanya.
Bulan-bulan pertama, aku hanya mendengar ceritanya saja, sama sekali belum merasakan hal-hal janggal. Tapi setelah memasuki bulan ketiga, akhirnya aku mulai mengalami sendiri kejadian seramnya.
Pengalaman pertama adalah kisah yang aku ceritakan di awal tadi. Ketika melihat sosok kuntilanak terbang dari lantai tiga turun ke lantai dasar.
ADVERTISEMENT
Setelah peristiwa itu, aku gak mau lagi pulang kerja malam hari jalan sendirian, harus ada yang menemani, aku takut.
Tapi, walaupun sudah selalu ada teman, ternyata kejadian seram masih ada, aku alami sendiri.
Begini kisahnya..
***
ilustrasi pixabay.com
~Suatu malam di akhir tahun 2009~
Aku yang penakut ini, setelah sudah beberapa kali mengalami kejadian seram, berjanji untuk gak akan pernah lagi berjalan sendirian di dalam gedung ketika pulang larut malam. Pokoknya, apa pun yang terjadi, gak akan mau sendirian
Kalau memang terpaksa, karena gak ada yang bisa menemani, aku akan menghubungi salah satu sekuriti gedung, meminta tolong mengantar turun. Untungnya, setiap dibutuhkan, rekan-rekan sekuriti selalu ada saja yang bersedia mengantarkan, gak pernah keberatan.
ADVERTISEMENT
Sudah kira-kira dua tahun lebih aku bekerja di sini, kurang lebih sudah sangat hapal dengan setiap sudutnya, orang-orangnya, spot seramnya, dan lain lain.
Maka dari itu seharusnya aku sudah terbiasa dengan segala macam situasinya, tapi ini nggak begitu, semakin lama aku malah semakin parno, semakin ketakutan.
Banyak alasan bisa seperti itu, salah satunya adalah semakin banyak aku mendengar cerita seram yang dialami pekerja di sini atau pun juga pengunjungnya. Belum lagi banyak peristiwa aneh menjurus seram yang aku alami sendiri. Ah, pokoknya aku semakin takut, semakin parno.
Mungkin, penggalan kisah yang akan aku ceritakan ini adalah peristiwa terseram yang pernah aku alami, detailnya masih sangat aku ingat.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi, waktu itu hari kamis, aku mendapat giliran masuk siang, dengan begitu tentu saja akan pulang malam nantinya.
Sebenarnya malam itu aku sudah berencana untuk langsung pulang setelah tugas selesai, tapi ternyata gak bisa terlaksana.
Aku yang bukan merupakan pegawai baru lagi, mulai sering diminta untuk membantu kegiatan admisnistrasi. Begitulah, malam itu akhirnya aku harus lembur menyelesaikan tugas tambahan.
Kebetulan yang gak menyenangkan, Mba Irna, sebagai staf admin sesungguhnya malah harus pulang lebih cepat karena anaknya sakit. Sekitar jam sebelas dia sudah meninggalkan kantor, meninggalkan aku yang jadi pontang-panting menyelesaikan semuanya.
Kemudian satu persatu rekan kerja pulang meninggalkan, hingga akhirnya hanya tinggal menyisakan aku, dan seorang sekuriti bioskop, Pak Indra namanya, serta seorang office Boy, Ridwan.
ADVERTISEMENT
Singkat kata, sekitar jam 12 lewat aku baru bisa pulang..
“Pak, nanti kita turun bareng ya. Aku gak berani sendirian.” Aku bilang begitu ke Pak Indra, ketika pekerjaanku sudah selesai.
“Hahaha, kayak orang baru aja masih takut Mba,” Jawabnya sambil tertawa.
“Tapi nanti ya Mba, sekalian nunggu Ridwan beberes sebentar lagi.” Lanjutnya.
“Oke Pak. saya nunggu di depan ya.” Jawabku, yang kemudian meninggalkan ruangan menuju ke bagian depan bioskop.
Kebetulan lagi, hari itu lift yang ada di dalam bioskop rusak, gak bisa digunakan. Lift yang biasanya sangat membantu kami dan pengunjung kalau harus pulang malam karena langsung turun menuju basement, tempat parkir.
Ya sudah, karena lift rusak, kami akan berjalan turun lewat tangga eskalator sampai bawah, memang harus seperti itu, gak ada jalan lain.
ADVERTISEMENT
Sementara Pak Indra dan Ridwan menyelesaikan pekerjaannya, aku duduk menunggu di kursi dekat pintu masuk.
Sambil melihat-lihat layar Blackberry kesayangan, aku duduk dalam gelap, karena sebagian lampu sudah dimatikan.
Kursi tempat aku duduk ini berada persis menempel di teras kaca, dari sini aku bisa melihat sebagian besar isi gedung yang tentu saja sudah dalam keadaan kosong.
Sesekali aku melempar pandangan, menyisir setiap sudut yang masih terjangkau penglihatan.
Sejenak pikiranku melayang, mengingat-ngingat beberapa peristiwa yang pernah aku alami sendiri, atau pun cerita-cerita seram yang banyak beredar.
Deg! Tiba-tiba aku merinding, kemudian menoleh ke arah pintu bioskop, lalu jadi agak tenang, karena masih sesekali melihat Pak Indra dan Ridwan wara-wiri di dalam.
ADVERTISEMENT
Benar-benar sunyi, gak ada suara sama sekali, lagi-lagi aku menerawang ruang, merasakan kosongnya malam.
Melamun sesaat, fokusku hilang dikala hening senyap menjerat kesadaran.
Tapi tiba-tiba aku melihat sesuatu di kejauhan, ada bayangan berbentuk orang yang muncul dalam gelap.
Aku yang awalnya kaget, berangsur jadi agak tenang ketika merasa kalau sepertinya yang datang itu benar-benar orang.
Ternyata memang benar, aku melihat ada seseorang sedang melangkah mendekat. Karena masih cukup jauh, jadinya aku masih hanya bisa melihat dalam bentuk siluet.
Tapi aku sudah bisa yakin kalau orang ini adalah sosok laki-laki, kalau melihat dari posturnya.
Ketika sudah cukup dekat, barulah aku bisa melihat dengan jelas kalau ternyata yang mendekat ini adalah seorang sekuriti gedung.
ADVERTISEMENT
Ah leganya, aku jadi bisa segera turun dengan meminta untuk ditemani ke bawah.
“Pak, hmmmmm.” Aku menegurnya, ketika kami akhirnya sudah berhadapan. Karena gak familiar, aku melirik ke nametag yang ada di seragamnya, aku membaca nama “Wawan”.
Iya, aku lupa apakah aku pernah melihat Pak sekuriti yang satu ini atau belum, karena wajahnya masih agak asing. Tapi mungkin saja aku lupa, atau sekuriti baru, bisa jadi.
Pak sekuriti ini tersenyum.
“Pak Wawan, tolong antar saya ke bawah dong, hehe” Aku meneruskan kalimat yang sempat terpotong sebelumnya.
“Boleh Mba, kebetulan saya juga mau turun.” Jawab pak Wawan sambil tetap tersenyum.
“Ok, Pak. Sebentar ya, saya pamit ke dalam dulu.”
ADVERTISEMENT
Lalu aku bergegas berlari ke dalam untuk bilang ke Pak Indra kalau aku turun duluan.
“Diantar siapa Mba?” Tanya Pak Indra.
“Sekuriti Pak, Wawan namanya. Saya duluan ya Pak” Jawabku sambil langsung bergegas pamit.
Pak Indra yang kelihatan seperti masih punya pertanyaan akhirnya membiarkan aku pergi.
Sesampainya kembali di pintu depan, aku masih melihat Pak Wawan berdiri dalam gelap, menungguku.
“Sudah Pak, yuk kita turun.” Ucapku.
Kemudian kami berjalan menuju eskalator, yang sudah dalam keadaan mati.
“Makasih ya Pak, saya gak berani jalan ke bawah sendirian, takuuutt.”
“Iya, Mba. Memang agak seram sih. Hehe.”
Sepenggal percakapan terjadi dalam perjalanan kami ke lantai dasar.
“Pak Wawan baru ya kerja di sini?” Tanyaku.
ADVERTISEMENT
“Nggak Mba, udah lama kok.” Jawabnya pendek.
Satu persatu tangga kami turuni, satu persatu lantai kami susuri.
Ruang gelap sebagian jadi sisi yang harus dilewati, barisan kaca display toko yang sudah tutup memantulkan bentuk yang ada di hadapannya, layaknya cermin.
Sesekali ada percakapan antara aku dan Pak Wawan, percakapan yang selalu aku yang memulai, beliau hanya menjawab seperlunya. Terus seperti itu, sampai ketika aku mulai merasa ada yang gak beres..
Tiba-tiba aku mendengar ada suara langkah kaki, langkah kaki yang sepertinya ada di belakang kami.
Reflek, aku menoleh ke belakang. Ternyata kosong, gak ada orang sama sekali.
Pak Wawan seperti gak menyadari ada suara langkah, seperti hanya aku yang mendengarnya, sementara dia terus berjalan sambil pandangannya tetap mengarak ke depan.
ADVERTISEMENT
“Pak, kayak ada orang di belakang.” Akhirnya aku buka suara.
“Biarin Mba.” Jawab Pak Wawan pendek.
Ya sudah aku ikut saja, terus melangkah, coba mangabaikan suara yang jelas-jelas kedengaran.
Sekali lagi, tipikal berjalan di dalam mall, sisi kanan atau kiri adalah kaca display toko-toko yang berbaris, toko yang tentu saja sudah dalam keadaan tutup, dan kosong.
Kaca-kaca display ini, kalau ruangan di dalamnya dalam keadaan gelap tentu saja menjelma menjadi cermin, cermin yang memantulkan semua objek yang ada di hadapannya.
Awalnya, aku gak memperhatikan pantulan yang ada di kaca ini, karena sudah pasti isinya adalah aku dan Pak Wawan, yang sedang berjalan menyusuri depan toko.
Benar adanya, karena kami yang sedang ada di depan kaca, ya jadinya pantulan tubuh kami berdualah yang muncul.
ADVERTISEMENT
Tapi ada yang aneh..
Ada yang menarik perhatian dari pantulan kaca, hal itu menyebabkan aku jadi memperlambat langkah, karena itulah Pak Wawan jadi beberapa langkah di depan.
Semakin penasaran aku untuk memperhatikan kaca display toko..
Beberapa detik kemudian aku semakin melambatkan langkah, sampai akhirnya benar-benar berhenti.
Kenapa? Ada apa?
Degup jantung seperti berhenti, desir hawa dingin langsung menyergap diri, ketika dari pantulan kaca aku melihat kalau Pak Wawan berjalan melangkah dengan kaki yang sama sekali gak menyentuh lantai, dia berjalan melayang..
Aku semakin kaku, berdiri diam, ketakutan, ketika akhirnya melihat langsung Pak Wawan yang masih berjalan pelan beberapa langkah di depan, tanpa melalui pantulan kaca.
Benar, aku melihat langsung kalau Pak Wawan berjalan melayang, kakinya sama sekali gak menyentuh lantai..
ADVERTISEMENT
Aku terduduk lemas, melihat itu.
Aku mulai menangis kecil ketika sosok Pak Wawan akhirnya berhenti melangkah juga, lalu perlahan membalikkan tubuhnyanya, jadi menghadapku. Hanya beberapa meter jarak kami..
Pak Wawan tersenyum dalam diam, dalam gelap.
Sementara aku terus duduk menangis dalam ketakutan.
Ada pintu darurat di sebelah kanan, sosok Pak Wawan menoleh ke sana, lalu berjalan menujunya.
Tetap berjalan melayang, Pak Wawan berjalan menuju pintu darurat yang dalam keadaan tertutup itu. Dalam remang gelap, aku melihat sosoknya menembus melewati pintu darurat, lalu hilang dalam pandangan.
Tubuhku lemas, kaki belum mampu menopang berat badan, gak mampu berdiri.
Tapi, kemudian aku lagi-lagi mendengar suara langkah kaki, terdengar dari belakang. Aku gak mampu untuk menoleh, gak kuat kalau harus kembali menghadapi kengerian.
ADVERTISEMENT
Menangis aku sendirian, sementara langkah-langkah kaki terdengar semakin mendekat, dan mendekat..
Aku ketakutan..
“Mba Diana, ngapain di sini? Ayok berdiri, kita keluar.”
Ternyata Pak Indra dan Ridwan.
Sukurlah, aku menangis lega melihat mereka berdua.
***
Beberapa hari kemudian Pak Indra dan Ridwan sudah berani untukbercerita.
Jadi, malam itu, gak lama setelah aku pamit dan bilang akan diantar Pak Wawan turun, Pak Indra langsung buru-buru mengajak Ridwan untuk segera turun juga.
“Karena ya itu tadi, Mba Diana bilang kalau mau diantarkan oleh sekuriti yang namanya Wawan. Yang saya tau, pernah dengar, kalau dulu memang ada sekuriti yang namanya Wawan, tapi sudah lama meninggal.
Menurut para sekuriti sini, katanya walaupun sudah meninggal, sosok Wawan masih kadang terlihat berpatroli keliling gedung.”
ADVERTISEMENT
“Makanya, saya langsung ikuti Mba Diana. Tapi kami melihat kalau Mba Diana jalan sendirian, gak ada yang menemani. Dipanggil diam saja, gak menoleh. Sampai akhirnya kami menemukan Mba duduk menangis di lantai dua.”
Begitulah cerita Pak Indra..
Cukup seram kan..?
***
Hai, balik lagi ke gw ya, Brii.
Sekian cerita malam ini, sampai ketemu lagi minggu depan.
Tetap sehat, tetap semangat.
Salam,
~Brii~