Budak Cinta: Keterikatan yang Terkadang Merusak Diri

Britanisaa Zakiyyah
Mahasiswa Psikologi, Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
5 Desember 2023 9:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Britanisaa Zakiyyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi jatuh cinta. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jatuh cinta. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernahkah kalian jatuh cinta atau sedang jatuh cinta? Semua orang pasti pernah mengalami jatuh cinta setidaknya sekali dalam hidup. Fenomena jatuh cinta merupakan pengalaman yang luar biasa, di mana emosi seseorang terlibat sangat kuat kepada orang yang dicintainya.
ADVERTISEMENT
Jatuh cinta biasanya dirasakan saat remaja beranjak dewasa. Jatuh cinta sendiri tidak selalu membahas tentang bahagia tetapi juga dapat menguras waktu, pikiran, dan tentunya hati. Tidak sedikit pula orang yang jatuh cinta akan rela melakukan apa pun untuk orang yang dicintainya atau bisa disebut dengan “Bucin” atau budak cinta.
Istilah bucin sendiri diasumsikan untuk seseorang yang buta akan cinta sehingga melihat pasangannya sebagai orang yang sempurna. Budak cinta adalah keadaan yang mirip dengan zat adiktif. Artinya, orang yang masuk dalam golongan bucin merasa ketergantungan akan hubungan asmaranya dengan pasangannya.
Orang yang bucin akan berusaha memenuhi permintaan orang yang dicintainya dan takut akan kehilangan sang kekasih jika permintaan itu tidak dikabulkan. Perilaku bucin sendiri dianggap sebagai perilaku cukup ekstrem yang dapat berujung pada perilaku berbahaya (Nurhafifah, 2022).
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh perilaku bucin yang berbahaya adalah ketika seseorang bersikap posesif terhadap pasangannya dengan melarang pasangan untuk berinteraksi maupun berteman dengan lawan jenis, dalam kasus ini orang yang bucin akan menuruti perkataan pasangan sekalipun itu sebenernya dapat merugikan diri sendiri.

Mengapa Bisa Bucin?

source: canva-hormone
Menurut Profesor Helen Fisher dari Rutgers University, Amerika Serikat, ada 3 fase cinta dalam diri seseorang. Fase pertama cinta (nafsu) yang disebabkan oleh hormon seks yaitu testosteron dan estrogen.
Fase kedua adalah ketertarikan, di mana saat jatuh cinta kita akan kagum dengan seseorang dan tidak dapat memikirkan yang lain dan tindakan otak juga berfokus pada ketertarikan. Dalam fase kedua ini hormon adrenalin, dopamin, dan serotonin terlibat. Lalu fase ketiga adalah keterikatan yang melibatkan hormon oksitosin dan vasopressin (Nugzar, 2018).
ADVERTISEMENT
Hormon-hormon yang muncul saat fase kedua ketertarikan mempunyai fungsinya masing-masing. Hormon adrenalin berperan dalam meningkatkan daya tarik dan gairah manusia yang menyebabkan gelombang cinta pada hati. Nah, itu sebabnya saat kita berhadapan dengan orang yang kita cintai, hati kita akan berdebar.
Dalam fase jatuh cinta, beban psikoemosional disertai dengan perubahan kuantitatif hormon cinta dan neurotransmiter. Orang yang sedang jatuh cinta akan tenggelam dalam hormon dopamin (hormon bahagia), yang akan merangsang hasrat dan penghargaan (Tarlaci, 2012).
Hormon dopamin akan meningkatkan perilaku seperti kekuatan untuk mencapai tujuan, berjuang untuk kepemilikan penuh. Menurut ahli neurobiology, kesehatan mental dan aktivasi dopamin mendahului perilaku yang memberi mereka kepuasan, kesenangan, dan penghargaan (Nugzar, 2018). Saat hormon dopamin meningkat, maka hormon serotonin menurun sehingga menyebabkan seseorang yang jatuh cinta hanya terpaku pada pasangan mereka saja.
ADVERTISEMENT
Saat kita jatuh cinta, area otak kecil yang disebut dengan amigdala akan dinonaktifkan beserta juga bagian otak yang disebut dengan korteks frontal. Amigdala ini berfungsi untuk respons cepat saat terjadi ancaman dan mengaktifkan respons “fight or flight” dalam situasi berbahaya.
Yang terjadi saat adanya penonaktifan bagian otak tersebut membuat orang dapat menjadi buta terhadap tanda bahaya yang ditunjukkan oleh pasangan mereka saat sedang jatuh cinta. Tak heran jika orang yang sedang jatuh cinta akan bersedia melakukan apa pun untuk pasangannya meskipun itu diluar logika.

Dampak Negatif Bucin

Ilustrasi jatuh cinta. Foto: Shutterstock
Orang yang terlalu bucin terhadap pasangannya akan memunculkan dampak negatif yang dapat merugikan diri sendiri bahkan dapat membuat seseorang terjebak dalam suatu hubungan yang toxic. Orang bucin seringkali mendapat peringatan agar tidak terlalu buta dalam mencintai, tetapi biasanya itu dianggap sebagai angin lalu saja.
ADVERTISEMENT
Tidak sedikit orang rela melepas mimpi dan mengejar cita-citanya karena terlalu fokus untuk mencintai pasangannya. Ketika sudah terlalu bucin, kita tidak akan sadar bahwa sudah terjebak dalam hubungan yang tidak sehat dan susah untuk meninggalkan hubungan tersebut.
Jatuh cinta adalah suatu hal yang menyenangkan, namun dalam jatuh cinta kita harus tetap memakai logika dan pikiran kita agar tidak terlena dalam cinta yang tidak sehat dan merugikan.