Presiden Baru dan Strategi Merestorasi Utang Negara

Zulferinanda
Pegawai Kementerian Keuangan
Konten dari Pengguna
6 Maret 2024 13:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zulferinanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi uang. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pemilihan Presiden telah selesai diselenggarakan. Siapa pun Presiden yang dilantik nanti, tentu akan menjadi tumpuan harapan kita semua untuk Indonesia yang lebih baik. Tidak dapat dinafikan, begitu banyak pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan oleh Presiden baru nanti demi mewujudkan cita-cita bangsa. Tak terkecuali dengan urusan utang negara yang jumlahnya kian hari kian melambung.
ADVERTISEMENT
Tercatat pada akhir 2023, jumlah total utang negara sudah menembus angka delapan ribu triliun rupiah, atau sekitar 38% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun yang sama. Memang terdapat ambivalensi perspektif di masyarakat perihal besaran utang tersebut. Ada yang menilai masih dalam batas aman, namun ada juga yang berpendapat bahwa jumlah tersebut sudah cukup membahayakan.
Tapi apa pun itu, kita tetap berharap Pemerintah tidak gegabah dalam mengelola utang mengingat beberapa negara di luar sana sudah menyatakan diri bangkrut karena terlilit utang. Apalagi faktanya, dari tahun ke tahun APBN kita disusun dengan postur yang selalu defisit, lebih besar pengeluaran dari pada pendapatan.
Pada APBN tahun 2024 saja, diketahui belanja/pengeluaran negara ditetapkan sebesar Rp 3.325 triliun padahal penerimaan negara hanya sekitar Rp 2.802,2 triliun, sehingga anggaran menjadi defisit sebesar Rp 522,8 triliun.
ADVERTISEMENT
Defisit itulah yang nantinya akan ditambal lagi dengan pembiayaan anggaran, kata lain dari utang/pinjaman. Dan kondisi begini sudah berlangsung sejak lama, tiap tahun utang selalu bertambah, sementara di tahun yang sama kita juga harus membayar cicilan pokok utang existing berikut bunganya.
Jika ditelisik visi misi para kandidat Presiden pada pemilu 2024, tidak ditemukan secara eksplisit dan lugas perihal strategi untuk mengurangi atau bahkan menghentikan penambahan utang negara. Justru yang terlihat dan yang ditonjolkan adalah program-program yang berpotensi akan menggelembungkan pos belanja negara.
Agak disayangkan memang, karena sejatinya cukup banyak cara yang bisa ditempuh untuk menanggulangi permasalahan utang tersebut. Mulai dari langkah-langkah normatif sampai dengan yang sedikit ekstrem sekalipun. Merencanakan APBN dengan nihil defisit merupakan salah satu langkah awal yang bisa dilakukan oleh Pemerintah baru nanti untuk menghentikan penambahan utang negara.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya kita mulai menerapkan konsep tata kelola anggaran yang tidak lebih besar pasak dari pada tiang. Sebuah prinsip dasar yang telah diajarkan oleh nenek moyang kita sejak dahulu kala. Menyelaraskan pengeluaran dengan pendapatan sehingga tidak ada utang yang perlu direncanakan
Presiden baru nanti seyogyanya mampu secara konsisten menautkan setiap kebijakan ekonomi makronya pada konsep efisiensi pengeluaran dan optimalisasi penerimaan. Jika pekerjaan untuk mengoptimalkan penerimaan negara butuh kajian ilmiah yang komprehensif dan memakan waktu yang relatif lama.
Seperti mengatur ulang kebijakan fiskal yang ideal, memaksimalkan penerimaan dari sumber daya alam, dan mendorong kemandirian Pemerintah Daerah. Namun dalam hal efisiensi pengeluaran, paling tidak Pemerintah baru nanti dapat segera merealisasikannya.
Seperti dengan menerapkan kebijakan transparansi anggaran di seluruh instansi dan lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah hingga satuan unit kerja terkecil serta mewajibkan semua pejabat untuk mempublikasikan seluruh penggunaan anggaran instansinya secara periodik di situs unit kerja masing-masing atau di media-media yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya tak perlu menjadi seorang ahli untuk mengetahui apakah kebijakan anggaran kita selama ini sudah efisien atau belum, dan apakah sudah mengimplementasikan skala prioritas yang prudent atau belum. Tak sedikit inefisiensi penggunaan anggaran yang dapat dilihat secara kasat mata.
Mulai dari pengadaan barang dan jasa yang tak urgent, sampai ke penyediaan sarana dan fasilitas berlebihan bagi para pejabat dan penyelenggara negara. Andai anggaran proyek-proyek pemerintah tersebut bisa dihemat dan sisanya dialihkan untuk menyediakan sarana dan prasarana gratis bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di luar pendidikan formal, tentu akan sangat bermanfaat bagi anak-anak bangsa untuk menyalurkan bakat, inovasi dan kreativitasnya.
Dengan demikian pada waktunya nanti Indonesia akan mampu bersaing di kancah internasional dalam bidang industri teknologi seperti otomotif dan teknologi informatika, sehingga tidak melulu menjadi konsumen dari produk teknologi asing. Andai fasilitas dan kendaraan dinas mewah para pejabat tersebut diganti dengan mobil yang lebih sederhana atau bahkan sekelas mobil LCGC, kemudian selisih harga berikut biaya BBM dan perawatannya dialokasikan untuk penyediaan sepeda motor atau gerobak dagangan gratis, tentu akan cukup membantu meningkatkan perekonomian masyarakat kecil.
ADVERTISEMENT
Setidaknya para pengangguran, tukang parkir liar, dan pelanggan tetap bansos dan BLT bisa beralih profesi menjadi pedagang UMKM atau menjadi pengemudi ojek online. Bila konsep efisiensi pengeluaran tersebut mulai diterapkan sedari dini, kita optimis pada saatnya nanti APBN Indonesia akan nihil defisit dan tidak besar pasak dari pada tiang.
Sedangkan untuk menyelesaikan utang negara yang sudah ada sejak tahun-tahun sebelumnya, yang konon katanya jumlah utang tersebut jika dibagi rata ke seluruh penduduk Indonesia, maka setiap individu akan menanggung beban pokok utang sekitar 29 juta rupiah per orang. Oleh karena itu, Pemerintah baru nanti perlu mengambil langkah-langkah yang berani dan spektakuler seperti dengan menerapkan UU Pembuktian Terbalik sekaligus Amnesti Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Setiap penyelenggara negara, ASN, serta pejabat pemerintah pusat maupun daerah termasuk pejabat BUMN/BUMD diminta untuk membuktikan asal usul seluruh hartanya. Apabila ada item harta yang tidak bisa dibuktikan sumbernya, maka Pemerintah akan meniadakan proses atau tindakan hukum selama yang bersangkutan berkenan menyerahkan harta tersebut kepada negara untuk kemudian dilelang dan hasilnya menjadi penerimaan negara.
Kebijakan yang sedikit ekstrem lainnya juga bisa ditempuh Pemerintah yaitu dengan cara melegalkan perjudian dengan pajak/retribusi khusus dengan tarif yang sangat besar. Dari pada dipungut oleh oknum-oknum tertentu dan masuk kantong pribadi, lebih baik uang tersebut masuk ke kas negara.
Akan tetapi penerimaan tersebut nantinya akan diperuntukkan khusus untuk menutupi utang negara saja agar tidak bercampur dengan penerimaan negara lainnya yang “halal”. Jika ini diterapkan, jumlahnya diyakini akan cukup signifikan untuk menutupi utang negara kita tersebut.
ADVERTISEMENT
Semoga Presiden beserta jajaran pemerintahan yang baru nanti mau dan mampu merestorasi utang negara Indonesia yang nilainya cukup fantastis tersebut, sehingga di masa depan Indonesia benar-benar menjadi negara yang makmur dan sejahtera sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UUD 1945.