Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Menelaah Kepemimpinan Seorang 'Paranoia' Joseph Stalin
17 Juni 2021 14:07 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Bryan Jure Pelawi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Skizofrenia paranoid adalah jenis gangguan mental yang terjadi pada diri manusia dengan mencakup kegelisahan, kecemburuan, persekusi dan kecurigaan berdasarkan suatu hal yang dipikirkan (Nevid, 2012). Seorang yang mengidap gangguan mental ini berhalusinasi merasa seperti dirinya dikejar, diperintah, hingga dikendalikan oleh orang lain.
ADVERTISEMENT
Waham inilah yang menyebabkan seorang menjadi ketakutan dan melakukan berbagai cara untuk menghilangkan atau mengobati rasa ketakutannya. Dapatkah anda bayangkan, jika ada seseorang yang mengidap gangguan mental seperti ini menjadi seorang pemimpin negara terbesar di dunia?

Ya, Joseph Stalin adalah contohnya.
Lahir di kota Gori, Georgia pada 18 Desember 1878 dengan nama asli Losif Vissarionovich Jugashvili. Stalin kecil berada pada lingkungan keluarga yang sangat tidak kondusif dengan kehadiran seorang ayah pemabuk berat dan sangat sering melakukan tindak kekerasan terhadap istri dan anak-anaknya sendiri.
Perlakuan penganiayaan secara fisik dan mental yang dilakukan oleh ayah kandungnya tersebut terhadap Stalin dan ibunya memberikan pengaruh psikologis yang sangat kuat pada diri Stalin. Tidak hanya pada lingkungan keluarga, lingkungan sekolah Stalin juga memberikan pengaruh yang besar pada kondisi psikologis dirinya.
ADVERTISEMENT
Stalin kecil yang masuk ke dalam sekolah seminar Kristen Ortodoks dengan kondisi otoritas sekolah mengekang, kaku, keras, dan sangat disiplin menumbuhkan perasaan benci yang sangat besar pada dirinya.
Menilik latar belakang lingkungan keluarga dan sekolah yang anomali tersebut menumbuhkan seorang Stalin yang tertutup, sedikit bicara, dan tidak terbiasa dalam mengekspresikan perasaannya.
Namun, terlepas dari sifat tertutup dari dirinya, Stalin memiliki rasa pemberontakan yang sangat luar biasa. Hal itu dibuktikan dari Stalin muda yang secara diam-diam memiliki dan membaca banyak buku serta artikel terlarang oleh kekaisaran Rusia pada saat itu, yaitu buku-buku kiri atau berhaluan sosialis komunis.
Stalin muda sangat mencintai gagasan komunisme yang dirumuskan oleh Karl Marx & Friedrich Engels. Kecintaannya terhadap gagasan komunisme pun membuat dirinya aktif terlibat dalam gerakan-gerakan revolusi komunis yang ada di Rusia.
ADVERTISEMENT
Vladimir Lenin menjadi tokoh yang dikaguminya saat itu, seorang sosok yang sangat cerdas, karismatik, dan vokal terhadap perjuangan hak dari kaum-kaum pekerja menjadikan Stalin tergila-gila dengan gagasan-gagasannya.
Pada akhirnya, Stalin dikeluarkan dari sekolah teologi dan mengikuti jejak sang idolanya dengan menjadi pengikut Lenin yang paling setia dalam memperjuangkan revolusi negara sosialis pada saat itu.
Dalam gerakan revolusi ini, Stalin muda lebih banyak berperan di lapangan, khususnya dalam penggalangan simpatisan dari masyarakat. Sementara Lenin, Trotsky, dan kawan-kawan lainnya yang berlatar belakang akademis lebih banyak berjuang di belakang meja.
Bagi Stalin muda yang ahli dalam urusan lapangan, segala hal perlu dilakukan untuk mewujudkan revolusi, termasuk merampok bank dan kantor pos di daerah-daerah untuk menggalang dana bagi perjuangannya tersebut.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, saat Perang Dunia 1 meletus di Eropa tahun 1914, hal itu secara signifikan membuat Kerajaan Rusia menjadi begitu ringkih dan rentan untuk dikudeta.
Dalam kondisi tersebut, terjadi dua kali revolusi di Rusia pada tahun 1917, pertama kali pada bulan Februari oleh para tokoh pro-demokrasi, yang kemudian direvolusi kembali pada bulan Oktober 1917 oleh Lenin, Trotsky, Stalin, dan kawan-kawannya.
Hal ini sekaligus secara resmi mendirikan negara sosialis-komunis pertama di dunia, yaitu Uni Soviet. Praktis, Lenin menjadi pemimpin tertinggi Uni Soviet, kemudian Trotsky sebagai tangan kanan Lenin ditugaskan sebagai menteri pertahanan (menhankam) dan Stalin sebagai sekjen dari partai komunis (ketua pengurus partai).
Stalin memahami bahwa kematian adalah cara tercepat menyelesaikan masalah. Ada ketakutan/paranoid dalam diri Stalin jika tidak sanggup melaksanakan perintah ini. Maka dari itu, semua yang tidak setuju, protes, atau dianggap mengganggu kebijakannya langsung dieksekusi di tempat oleh tentara Soviet.
ADVERTISEMENT
Melihat dari hal yang dilakukannya tersebut, Stalin dalam kekuasaannya melihat berbagai permasalahan dalam sudut pandang paranoid, curiga, dan penuh ketakutan akan bentuk protes maupun pengkhianatan. Banyak berbagai perlakuan dan bentuk kepemimpinan yang sangat kontroversial yang ia lakukan akibat dari paranoia yang ia derita.
Puncak dari perlakuan akibat gangguan paranoia yang dideritanya adalah ketika idolanya, Lenin meninggal pada 1924, Stalin mengambil panggung pada upacara pemakaman Lenin dengan mendeklarasikan bahwa dirinyalah yang paling mampu dalam melanjutkan cita-cita Lenin bagi Negara Uni Soviet.
Yang di mana, sebelum Lenin wafat, ia menuliskan surat wasiat yang diberikan kepada istrinya untuk memecat Stalin dari kekuasaanya. Namun, hal itu tidak dapat dilakukan oleh istri dari Lenin, melihat kondisi bahwa Stalin sangat berkuasa dan mengerikan pada saat itu.
ADVERTISEMENT
Tak hanya sampai itu, Stalin juga pada akhirnya membunuh Trotsky yang saat itu disebut sebagai Bapak Bangsa Uni Soviet, dengan menyuruh pembunuh (Ramon Mercader) pada tahun 1940. Setelah Lenin dan Trotsky wafat, tersingkirlah ketakutan Stalin akan kehilangan kekuasaannya demi menjadi seorang Kaisar pada saat itu.
Cara berpikir paranoid yang dimiliki oleh Stalin menjadikan dirinya dari seorang anak yang berada pada lingkungan buruk hingga seorang Kaisar yang berkuasa di Uni Soviet pada saat itu.
Rasa gelisah, ketakutan, serta halusinasi yang dideritanya mengakibatkan dirinya tidak bisa menerima kekalahan dan kegagalan politik. Penyakit mental yang seharusnya menjadi penghambat manusia dalam berkehidupan dijadikan suatu kekuatan oleh seorang Joseph Stalin. Namun, apakah itu baik?
ADVERTISEMENT
Referensi
Anindita, B. 2012. Pengaruh teknik relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pada klien skizofrenia paranoid di rsjd surakarta. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Montefiore, S. 2011. Stalin: Kisah - Kisah Yang Tak Terungkap. Jakarta: Pustaka Alvabet.
Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. 2012. Psikologi Abnormal Jilid 1. Alih Bahasa : Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI). Jakarta : Erlangga.
Souvarine, B. 1939. Stalin: A Critical Survey of Bolshevism. New York: Alliance Book Corporation.
Susanto, M. 2017. Stalin: Ketika Seorang Paranoid Memimpin Negara Terbesar di Dunia. Zenius.net.
Syarkoni. 2011. Skizofrenia Paranoid. Diakses tanggal 10 Desember 2011.http://ruangpsikologi.com/gangguan-kepribadian-paranoid