Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
PPN 12 Persen Batal, Rakyat Menang atau Negara Rugi?
16 Januari 2025 13:25 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Bryan Nathaniel Chandra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berita pembatalan kenaikan PPN 12 persen sudah melegakan sebagian besar masyarakat, namun masih menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Meski kenaikan PPN pada beberapa komoditas dan jasa dibatalkan, namun pajak ini tetap diberlakukan pada beberapa golongan barang dan jasa. Di balik kompromi ini timbul pertanyaan yang besar: apakah ini kemenangan bagi masyarakat atau kerugian bagi negara? Mari kita telusuri lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Rencana pemerintah untuk membatalkan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya berlaku untuk sebagian besar barang dan jasa, namun tarif PPN sebesar 12 persen tetap berlaku untuk golongan barang dan jasa tertentu, khususnya barang mewah yang sebelumnya dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Misalnya, kendaraan bermotor mewah, perhiasan, dan properti kelas atas akan tetap dikenakan tarif 12%. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, PPN sebesar 12 persen ke depan hanya akan dikenakan pada barang yang memiliki nilai jual tinggi dan juga memenuhi kriteria tertentu, misalnya properti yang harganya di atas ambang batas yang ditetapkan (misalnya properti yang harganya lebih dari Rp10 miliar atau mobil yang harganya lebih dari Rp1 miliar). Tujuan dari penetapan ini adalah untuk menyeimbangkan anggaran tanpa memberikan beban berat kepada masyarakat biasa yang akan merasakan langsung kenaikan tarif PPN.
ADVERTISEMENT
Dibatalkannya kenaikan tarif PPN ini tentunya merupakan kabar gembira bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Dengan tarif yang tetap, harga kebutuhan sehari-hari tidak dipengaruhi sehingga menghilangkan semua rasa cemas dan memberikan rasa aman bagi konsumen. Hal ini sangat membantu konsumen untuk mengatur keuangan mereka dengan lebih fleksibel, sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang lebih terkontrol.
Walaupun sebagian masyarakat tidak merasakan dampak yang ditimbulkan, kenyataannya masih ada kalangan tertentu yang harus menghadapi situasi yang sangat rumit. Keputusan untuk tetap mengenakan tarif PPN 12 persen sangat merugikan mereka yang sering bertransaksi dengan barang-barang yang tergolong mewah. Ditambah lagi dengan ketidakjelasan kebijakan ini mengenai barang yang termasuk dalam kategori barang mewah, yang menambah rasa cemas dan kebingungan. Dampak dari ketidakjelasan ini mengganggu perdagangan barang mewah, menyebabkan ketidakadilan dalam distribusi pajak, dan menciptakan kebingungan di pasar.
ADVERTISEMENT
Walaupun pembatalan kebijakan ini berlaku untuk barang yang tidak tergolong mewah saja, hal ini hanya memberikan efek jangka pendek dalam meringankan beban masyarakat. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengenai kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara terbatas untuk barang mewah, hanya akan menambah penerimaan pajak sebesar Rp1,5 triliun-Rp3,5 triliun. Potensi pemasukan itu sangat jauh dibandingkan dengan Rp75 triliun yang bisa didapat jika pemerintah memberlakukan tarif PPN 12 persen untuk seluruh barang dan jasa objek PPN. Kekurangan ini memerlukan solusi yang segera dari pemerintah untuk menghindari pengurangan dana bagi program-program dalam bidang kesehatan maupun pendidikan. Meskipun ada potensi peningkatan yang besar dari penerimaan pajak yang lain, tidak bisa dipungkiri bahwa pembatalan tarif PPN sangat berdampak besar bagi ekonomi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pembatalan kenaikan tarif PPN memang memberikan kelegaan, tapi dampak dari pembatalan ini masih menyebabkan beban dan tantangan baru bagi masyarakat, terutama dengan tarif yang lebih tinggi terhadap barang-barang mewah. Namun, masyarakat perlu memahami bahwa pembatalan kenaikan tarif PPN juga memiliki konsekuensi bagi pemerintah. Hilangnya potensi penerimaan pajak menyebabkan beban yang lebih berat bagi pemerintah sehingga dapat memengaruhi pembiayaan berbagai program pembangunan dan layanan publik. Sehingga kemungkinan besar pemerintah akan mempertimbangkan kembali penerapan tarif PPN sebesar 12 persen kepada semua barang dan jasa pada tahun mendatang sebagai upaya untuk menjaga kestabilan ekonomi dan mengoptimalkan pendapatan negara. Oleh karena itu, marilah kita terus memantau perkembangan lebih lanjut mengenai kebijakan ini dan melakukan penyesuaian yang tepat untuk mencegah masalah atau komplikasi di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka:
Estherina, I. (2025). Sri Mulyani Umumkan PPN Batal Naik, Stimulus Perekonomian Tetap Berlaku. Diakses pada: 8 Januari 2025. Diambil dari: https://www.tempo.co/ekonomi/sri-mulyani-umumkan-ppn-batal-naik-stimulus-perekonomian-tetap-berlaku-1188638
Nugraha, W.M. et al. (2025). Pemerintah Batalkan Kenaikan Tarif PPN 12 Persen Secara Umum. Diakses pada: 8 Januari 2025. Diambil dari: https://www.kompas.id/artikel/pemerintah-batalkan-kenaikan-tarif-ppn-12-persen-secara-umum
Theodora, A. (2025). Nasib APBN Saat Kenaikan PPN Dibatalkan dan Stimulus Tetap Digelontorkan. Diakses pada: 8 Januari 2025. Diambil dari: https://www.kompas.id/artikel/nasib-apbn-saat-kenaikan-ppn-dibatalkan-dan-stimulus-tetap-digelontorkan
Viral Belanja Sudah Kena PPN 12 Persen, Bos Pajak Akhirnya Bersuara. (2025). CNN Indonesia. Diakses pada: 8 Januari 2025. Diambil dari: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250102175027-532-1183222/viral-belanja-sudah-kena-ppn-12-persen-bos-pajak-akhirnya-bersuara