Konten dari Pengguna

Penelitian Ilmiah dan Bisnis Makanan

Steni Bernadinus
Pegiat Lingkungan Hidup. Menekuni upaya keberlanjutan, terutama sertifikasi bagi petani kecil dan petani asli
28 Mei 2024 15:22 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Steni Bernadinus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi makanan di restoran. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi makanan di restoran. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kepentingan bisnis terhadap penelitian suatu produk makanan bukan hal baru. Makanan yang dipajang dalam etalase pasar hari ini tidak lain merupakan produk penelitian. Kita bisa membaca hasilnya dalam label produk yang lengkap dengan persentase senyawa kimia yang dianggap bermanfaat buat tubuh. Makin jelas dan lengkap informasi itu, makin bereputasi pula suatu produk.
ADVERTISEMENT
Untuk mendapatkan deskripsi itu, perusahaan makanan terkemuka memiliki Research and Development yang amat tangguh. Divisi itu acapkali tidak hanya ditopang oleh para peneliti hebat lulusan universitas top dunia, tetapi juga diembel-embeli dengan kehadiran nama-nama beken yang merupakan profesor rujukan dengan status sebagai fellow, board adhoc, adviser, dan seterusnya.
Bagi industri makanan, penelitian dari dapur sendiri tidak cukup independen. Mereka membutuhkan legitimasi masyarakat ilmiah yang dipandang lebih netral sebagai dalih memenuhi syarat obyektivitas. Strategi ini melibatkan kampus-kampus bereputasi. Tahun 2016, Kristin Kearns dkk mempublikasikan laporan mereka mengenai indikasi hubungan antara kepentingan industri gula dan Departemen Nutrisi Kesehatan Publik Universitas Harvard yang berujung pada suatu publikasi ilmiah tahun 1967.
Dalam publikasi itu, para peneliti sama sekali tidak menyebutkan gula, tetapi lemak sebagai sumber utama masalah jantung. Ketika itu, salah satu peneliti adalah Kepala Departemen Nutrisi Kesehatan Publik Harvard yang sekaligus merupakan anggota board adhoc dari SRF (Sugar Research Foundation). SRF merupakan lembaga penelitian industri gula yang didirikan dengan maksud membentengi industri itu dengan argumen-argumen yang nampak ilmiah.
ADVERTISEMENT
Cengkraman industri gula memang dikenal sangat kuat, tidak hanya pada kajian ilmiah tetapi juga politik dan kebijakan di Amerika. Beberapa buku dan film dokumenter membuka kedok ini, antara lain serial Netflix “Rotten” atau film dokumenter investigatif dari Endevr yang dimuat di Youtube berjudul “The Sugar Lobby: How the Industry Hides The Realm Harm Caused by Sugar”.
Dari semua narasi vulgar keterlibatan industri dalam menyembunyikan dampak inovasi mereka, barangkali tidak ada yang lebih canggih dalam membungkus kepentingan bisnis dengan jargon ilmiah daripada laporan-laporan terkait inovasi GMO. Pada 1973 ketika rekayasa genetika dikembangkan oleh saintist Amerika, propanda manfaatnya dengan cepat berbuah bisnis dan mulai dipasarkan tahun 1980an.
WHO ikut melegitimasi produk ini dengan mengatakan bahwa produk GMO yang telah tersedia di pasar internasional telah menempuh sistem uji keamanan dan tidak mungkin menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia. Selain itu, tidak ada efek pada kesehatan manusia yang ditunjukkan sebagai akibat dari konsumsi makanan tersebut oleh populasi umum di negara-negara di mana makanan tersebut telah disetujui. Bill Gates juga mendukung GMO sebagai solusi untuk Afrika dengan dalih kelaparan dan perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Klaim ini, sayangnya, diikuti oleh minimnya kajian ilmiah yang menurut analisis Domingo tahun 2000, tidak banyak publikasi yang memperlihatkan korelasi antara GMO dan kesehatan. Hingga 2016, setelah lebih dari 30 tahun studi-studi ilmiah berupaya mengurai hubungan tersebut, masyarakat ilmiah masih ragu-ragu untuk menyatakan pendapat mereka.
Dalam sayup-sayup, beberapa studi melihat hubungan antara makanan GMO dengan gejala keracunan, alergi dan penyakit genetik. Jelang dan sesudah tahun 2010, beberapa penelitian menelusuri hubungan antara beberapa jenis alergi serius dengan kode genetik protein pada jagung GMO. Temuan alergi juga diindikasikan dipicu oleh kedelai GMO yang mengambil rekayasa dari kacang Brazil dan menimbulkan risiko kesehatan pada orang-orang yang alergi kacang.
Yang menarik dari studi-studi ilmiah ini adalah keengganan untuk menyatakan secara tegas indikasi-indikasi dampak. Dua peneliti dari Mexico dalam penutup artikel mereka “Risk Assessment of Genetically Modified Crops for Nutrion and Health”, mengatakan bahwa “dibutuhkan lebih banyak upaya ilmiah untuk membangun kepercayaan dalam evaluasi dan penerimaan produk GMO”.
ADVERTISEMENT
Baru pada tahun 2016, sebuah konsensus ilmiah dari sekelompok akademisi secara lebih serius mengangkat kerisauan yang gamblang terhadap penggunaan herbisida glifosfat yang paling sering digunakan komoditas GMO seperti kedelai, jagung, kanola. Senyawa itu makin merajalela dalam rantai makanan global dan kemungkinan mempunyai kaitan dengan pemicu kanker.
Petunjuk ilmiah ini dipimpin John Peterson Myers, Profesor Kesehatan Lingkungan dari Carnegie Mellon University Amerika, Michael Antoniou dari Departemen Medis dan Molekular Genetik King’s College London, Bruce Blumberg dari Departemen Biologi Sel Universitas California Amerika.
Pada 2020, Gary Sacks dkk dari Deakin University Australia melacak benang merah antara studi ilmiah dan permainan tangan-tangan industri makanan di dalamnya. Sacks menganalisis 1461 artikel ilmiah yang menjalani proses peer review di 10 jurnal nutrisi terkemuka. Analisis itu menemukan bahwa lebih dari 13 % dari artikel penelitian itu (200 artikel) mempunyai hubungan dengan industri makanan.
ADVERTISEMENT
Lebih mencengangkan lagi, separuh di antara temuan mereka mendukung kepentingan bisnis yang mendanai mereka baik dengan mempromosikan produk tertentu atau menganggap sepele dampak kesehatan yang ditimbulkan. Journal of Nutrition yang diterbitkan oleh American Society for Nutrition merupakan salah satu jurnal yang menempati urutan teratas dalam bayang-bayang bisnis makanan.
Menurut Sacks dkk, 30 % artikel dari 223 artikel yang diterbitkan jurnal itu mempunyai koneksi dengan industri makanan. Ironisnya, Journal of Nutrition merupakan terbitan pertama masyarakat ilmiah Amerika yang mengkhususkan diri hanya pada nutrisi.
Intrusi kepentingan industri dalam riset makanan dan keraguan untuk mengeklaim batas-batas kebenaran merupakan alasan agar laporan-laporan ilmiah yang mempromosikan nutrisi makanan maupun mengingkarinya tidak boleh serta merta diakui mentah-mentah.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, temuan mereka tidak lebih baik dari pengalaman personal subjek atas reaksi tubuh yang pada dasarnya merupakan pengalaman spiritual. Cocok untuk satu orang, belum tentu sama dengan yang lainnya.
Pengalaman hidup tiap-tiap orang dapat memberikan indikasi langsung bahwa tubuh merupakan laboratorium pribadi yang seringkali ampuh menentukan apa yang cocok. Indikasi toksisitas dirasakan secara langsung reaksinya oleh tubuh.
Tentu tubuh masih toleran ketika akibatnya hanya sepele, seperti bikin orang nongkrong lama di toilet. Tetapi kalau membawa elemen karsinogenik seperti kata Myers dkk, ceritanya akan lebih panjang yang menghabiskan uang dan air mata.