Rendahnya Pemahaman Masyarakat Indonesia tentang Hak Cipta, Salah Siapa?

Btary Salsabila
Mahasiswa S1 program studi Teknik Biomedis Universitas Airlangga.
Konten dari Pengguna
5 Juni 2023 15:26 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Btary Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi orang yang menulis di notebook. Kredit foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi orang yang menulis di notebook. Kredit foto: Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di era yang semakin maju, perkembangan teknologi kian memudahkan masyarakat dalam melakukan berbagai hal, salah satunya menciptakan karya. Berbagai aplikasi dan program digital penunjang penciptaan karya dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat di seluruh belahan dunia.
ADVERTISEMENT
Hal ini membuat penggunanya lebih leluasa dalam menuangkan ide menjadi suatu produk. Di saat yang bersamaan, kemudahan tersebut mengundang maraknya pelanggaran hak cipta atau copyright dari suatu karya, tak terkecuali di Indonesia.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, tercatat sebanyak 1.745 kasus pelanggaran copyright atau hak kekayaan intelektual selama tahun 2017 hingga 2019, yang jumlahnya meningkat setiap tahunnya.
Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah kasus pelanggaran copyright di Indonesia mengalami kenaikan yang konstan setiap tahun. Bahkan, kasus tersebut diprediksi akan terus mengalami peningkatan.
Kata “copyright” cukup sering dijumpai di berbagai konten media sosial, akan tetapi banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami arti dan maksud dari kata tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut Oxford Dictionary, copyright adalah hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta atau penerima hak untuk mencetak, menerbitkan, mempertunjukkan, memfilmkan, atau merekam karya sastra, seni, atau musik, dan untuk mengizinkan orang lain melakukan hal yang sama.
Sederhananya, copyright itu adalah hak yang dimiliki oleh seorang pencipta karya untuk memperbanyak hasil karyanya dan memberikan izin penggunaan karyanya kepada orang lain.
Ilustrasi hak cipta. Foto: Shutter Stock
Belakangan ini, berbagai kasus pelanggaran copyright banyak mencuat dan menjadi pembahasan di media sosial Indonesia. Salah satu kasus yang paling banyak dibahas yaitu perbanyakan buku secara ilegal untuk diperjualbelikan kepada publik dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan harga aslinya.
Hal tersebut tentunya merugikan karena keuntungan yang didapat dari memperjualbelikan cetakan buku ilegal tidak akan dibagikan kepada penulis, penerbit, distributor, dan pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan buku tersebut.
ADVERTISEMENT
Kasus pelanggaran copyright lain yang marak terjadi yaitu menulis dan menerbitkan novel dengan menggunakan karakter yang dilindungi hak cipta, tanpa seizin kreator dari karakter tersebut.
Hal ini tentunya memberikan dampak yang buruk kepada kreator karena adanya kemungkinan penyalahgunaan karakter dalam cerita yang tidak resmi, yang berpotensi memberikan citra yang buruk terhadap orisinalitas dari karakter tersebut.
Tak hanya itu, bentuk lain dari pelanggaran kasus copyright yang banyak terjadi adalah membuat dan mengunggah konten ke publik, yang pada konten tersebut terdapat penggunaan musik yang dilindungi copyright.
Namun, pada akhirnya justru produk-produk yang melanggar copyright cenderung lebih dipilih masyarakat karena lebih mudah diakses dan didapat, ataupun karena harganya cenderung lebih terjangkau.
Ilustrasi peretas. Kredit foto: Pexels
Masih maraknya kasus pelanggaran copyright mengindikasikan bahwa pemahaman dan awareness masyarakat terhadap copyright masih rendah. Kasus-kasus pelanggaran copyright masih sering dianggap hal yang sepele karena jika dilihat dari “permukaan”, tidak ada dampak negatif yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, upaya penekanan kasus pelanggaran copyright, utamanya pencegahan, masih juga belum menunjukkan dampak yang signifikan terhadap penurunan jumlah kasus pelanggaran maupun peningkatan pemahaman masyarakat. Lantas, mengapa hal tersebut dapat terjadi? Siapa yang bertanggung jawab akan hal tersebut?
Tak dimungkiri, meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap copyright merupakan tanggung jawab seluruh warga negara Indonesia, utamanya pemerintah, aparat penegak hukum, hingga masyarakat yang sudah memahami pentingnya copyright, dengan kesadaran akan pentingnya melindungi karya dari seniman dan kreator nasional.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika harus lebih menekankan pelaksanaan sosialisasi dan penyebaran informasi tentang dampak negatif dari pelanggaran copyright. Media penyampaiannya pun harus disesuaikan dengan masyarakat sebagai target penerima informasi.
Sosialisasi dan penyebaran informasi yang frekuen harus diimbangi dengan hukum yang tegas bagi para pelanggar copyright. Hal ini didukung dengan adanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, yang mengatur tentang hak cipta.
ADVERTISEMENT
Jika hukum dilaksanakan dengan baik, menekan angka pelanggaran copyright bukanlah hal yang tidak mungkin. Sebagai pondasi, upaya-upaya di atas haruslah diikuti oleh kesadaran dari masyarakat yang sudah memahami esensi copyright, untuk dapat membiasakan diri dan lingkungan sekitar untuk tidak mencederai eksistensi dari copyright.
Pembiasaan tersebut dapat dilakukan dengan tidak membuat, mengolah, dan memproduksi konten/karya dengan menggunakan karya yang dilindungi oleh copyright, hingga menghindari konsumsi konten/karya/produk yang dalam pembuatannya terdapat pelanggaran terhadap copyright.
Ilustrasi orang menulis di atas buku tentang hukum. Kredit foto: Pexels
Sebagai masyarakat awam, apa yang dapat dilakukan untuk menghindari pelanggaran copyright dan mendukung orisinalitas dan eksistensi karya, produk, dan konten anak bangsa?
Langkah paling mudah yang dapat dilakukan adalah berhenti mengkonsumsi produk-produk bajakan di lingkungan sekitar, seperti buku bajakan, situs hiburan ilegal, kaset-kaset tidak resmi, hingga hal sederhana seperti pakaian.
ADVERTISEMENT
Membeli produk yang dijual di toko-toko resmi akan meminimalkan kemungkinan membeli produk bajakan. Meskipun harganya cenderung lebih tinggi, kualitas dari barang orisinal sudah terjamin. Selain itu, distribusi keuntungan dari penjualan produk orisinal terbagi secara merata sehingga pihak-pihak yang bekerja di balik pembuatan produk tersebut tidak dirugikan.
Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan adalah menggunakan material yang bebas dari copyright atau disebut juga non-copyrighted material ketika membuat konten yang diunggah ke ranah publik. Dengan kemajuan teknologi akhir-akhir ini, mendapatkan non-copyrighted material bukanlah perkara yang sulit.
Langkah terakhir yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka pelanggaran copyright adalah dengan melaporkan konten dan karya yang melanggar regulasi copyright. Sebagian besar media sosial sudah menyediakan kolom pelaporan yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk mengadukan berbagai bentuk pelanggaran yang ditemui.
Ilustrasi orang mengambil video. Kredit foto: Pexels
Selama pelanggaran copyright masih terjadi, akan banyak ide dan pemikiran anak bangsa yang mati. Selama masyarakat masih mengkonsumsi produk bajakan, akan banyak usaha seniman dan kreator yang terbuang sia-sia.
ADVERTISEMENT
Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya eksistensi copyright di Indonesia merupakan tanggung jawab segenap warga negara Indonesia. Menekan angka pelanggaran copyright di Indonesia menjadi urgensi yang harus diupayakan oleh warga negara Indonesia.
Mari bergerak bersama untuk melindungi orisinalitas karya-karya pengrajin, seniman, dan kreator nasional.