Konten dari Pengguna
Konsolidasi BUMN Karya: Antara Efisiensi dan Tantangan Restrukturisasi
9 Oktober 2025 14:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
Kiriman Pengguna
Konsolidasi BUMN Karya: Antara Efisiensi dan Tantangan Restrukturisasi
Konsolidasi BUMN Karya, antara efisiensi dan tantangan restrukturisasi: langkah berani, berpotensi menjadi tonggak penting reformasi BUMN, dan melahirkan 3 perusahaan konstruksi nasional. #userstoryBudi Santoso Kurniawan
Tulisan dari Budi Santoso Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Langkah konsolidasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya yang kini berada di bawah koordinasi Danantara Indonesia menjadi sorotan publik dan pelaku industri. Wacana merger ini menandai babak baru dalam upaya pemerintah menyehatkan sektor konstruksi nasional yang tengah menghadapi tekanan berat akibat inefisiensi, beban utang, dan kompetisi internal yang tidak sehat.
ADVERTISEMENT
Namun, di tengah optimisme terhadap reformasi tersebut, muncul pertanyaan mendasar: Apakah konsolidasi ini benar-benar akan membawa efisiensi dan fokus bisnis, atau sekadar restrukturisasi kosmetik yang belum menyentuh akar persoalan?
Langkah Strategis Penataan Ulang
Skema yang beredar menunjukkan arah konsolidasi yang cukup konkret. PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) direncanakan bergabung ke dalam PT Hutama Karya (Persero) (HK). Sementara itu, PT Nindya Karya (Persero) dan PT Brantas Abipraya (Persero) akan dilebur ke dalam PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI).
Kedua entitas hasil merger ini akan difokuskan pada bidang rekayasa sipil (civil engineering), meliputi perancangan, pembangunan, dan pemeliharaan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan bendungan.
Adapun PT PP (Persero) Tbk (PTPP) akan tetap berdiri sendiri dengan fokus pada dua segmen utama, yaitu civil engineering dan Engineering, Procurement, Construction (EPC). Dengan model bisnis EPC, PTPP akan memiliki keunggulan dalam mengelola proyek secara terintegrasi, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan.
ADVERTISEMENT
Langkah penajaman fokus ini dinilai krusial. Selama ini, banyak BUMN Karya memiliki portofolio proyek yang tumpang tindih dan saling bersaing di pasar yang sama. Akibatnya, muncul persaingan tidak sehat antarperusahaan "pelat merah" yang justru menimbulkan pemborosan sumber daya dan menekan efisiensi operasional.
Kembali ke Bisnis Inti
Salah satu inti dari rencana konsolidasi ini adalah mengarahkan BUMN Karya kembali pada bisnis inti sebagai kontraktor murni. COO Danantara Indonesia, Dony Oskaria, menyebutkan bahwa anak perusahaan yang bergerak di luar sektor kontraktor akan dipisahkan dalam kelompok tersendiri agar tidak lagi membebani kinerja keuangan perusahaan induk.
Langkah ini merupakan bentuk kesadaran bahwa diversifikasi yang tidak efisien selama ini justru memperburuk kondisi keuangan. Banyak anak usaha BUMN Karya yang bergerak di sektor nonkontraktor tidak mampu memberikan kontribusi laba, bahkan menjadi sumber beban tambahan.
ADVERTISEMENT
Melalui pemisahan aset dan anak usaha yang tidak sejalan dengan bisnis inti, diharapkan neraca keuangan perusahaan induk menjadi lebih sehat. Dengan demikian, entitas hasil merger dapat kembali fokus pada peningkatan kompetensi inti dan kualitas proyek infrastruktur nasional.
Tantangan Implementasi
Meski konsepnya terlihat solid, implementasi konsolidasi ini tidak akan mudah. Penggabungan perusahaan besar—seperti WIKA dan WSKT ke dalam HK, serta Nindya Karya dan Brantas Abipraya ke ADHI—akan menghadirkan tantangan serius di tingkat operasional.
Proses integrasi budaya kerja, penyelarasan sistem manajemen, dan restrukturisasi utang menjadi pekerjaan besar yang memerlukan waktu, koordinasi, dan ketegasan arah kebijakan.
Pernyataan Corporate Secretary PTPP, Joko Raharjo, yang menyebutkan bahwa pihaknya “masih menunggu arahan resmi dan kajian dari Danantara” menunjukkan bahwa proses ini masih dalam tahap perumusan akhir. Artinya, keberhasilan konsolidasi akan sangat bergantung pada ketepatan strategi, kecepatan eksekusi, dan dukungan kebijakan dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
Efisiensi atau Restrukturisasi Semu?
Secara konseptual, konsolidasi diharapkan dapat memperkuat posisi BUMN Karya di pasar konstruksi nasional, menciptakan efisiensi biaya, dan meningkatkan daya saing. Namun, tanpa reformasi tata kelola yang mendalam, merger ini berisiko menjadi sekadar penggabungan administratif tanpa peningkatan produktivitas yang nyata.
Faktor penentu keberhasilan bukan hanya jumlah entitas yang berkurang, tetapi juga kemampuan manajemen baru dalam mengubah budaya bisnis, meningkatkan disiplin keuangan, dan memastikan proyek berjalan berbasis profit, bukan sekadar penugasan pemerintah.
Momentum Reformasi BUMN
Konsolidasi BUMN Karya merupakan langkah berani dan berpotensi menjadi tonggak penting reformasi BUMN. Bila dilaksanakan dengan konsisten, terarah, dan profesional, langkah ini dapat melahirkan tiga perusahaan konstruksi nasional yang kuat, efisien, dan berdaya saing global.
ADVERTISEMENT
Namun, seperti halnya setiap restrukturisasi besar, hasil akhirnya sangat bergantung pada kepemimpinan, tata kelola, dan konsistensi pelaksanaan di lapangan. Publik kini menanti: Apakah Danantara dan Kementerian BUMN mampu menjadikan konsolidasi ini sebagai momentum kebangkitan sektor konstruksi nasional—atau justru menambah babak baru dalam siklus panjang restrukturisasi BUMN yang tak kunjung tuntas?

