Penurunan Muka Tanah di Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa

Budi Setiawan
Mahasiswa S2 Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya
Konten dari Pengguna
29 Oktober 2021 14:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Budi Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pulau Jawa, Indonesia; Sumber: Peta Google
zoom-in-whitePerbesar
Pulau Jawa, Indonesia; Sumber: Peta Google
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia dengan 13.466 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181kilometer serta memiliki lautan seluas 5,8 juta kilometer persegi. Populasi penduduk Indonesia adalah terbesar ke-empat setelah China, India dan Amerika yang terdiri atas 34 provinsi, 98 kota dan 415 kabupaten. Sebagian besar penduduk Indonesia (sekitar 60 persen) mendiami wilayah di pesisir pantai, sehingga wilayah pesisir pantai tercatat sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT

Dampak Penurunan Muka Tanah

Salah satu risiko terbesar yang dihadapi oleh Indonesia dan juga kota-kota di pesisir pantai di negara asia lainnya, seperti Bangladesh, China, Filipina, India, Jepang, Thailand dan Vietnam adalah masalah penurunan muka tanah (land subsidence). Di Indonesia, penurunan muka tanah terbesar terjadi di kota-kota seperti Jakarta, Pekalongan dan Demak, di mana penurunan muka tanahnya cukup signifikan antara 1-20 sentimeter setiap tahunnya. Hasil kajian penurunan muka tanah dari Japan International Cooperation Agency (JICA) tahun 2007-2020, menunjukkan laju rata-rata penurunan muka tanah di Jakarta berkisar 1-9 sentimeter setiap tahun dan masih terjadi penurunan tanah yang cukup signifikan di lokasi Penjaringan, Pelabuhan Nizam Zachman, dan Cengkareng.
Fenomena penurunan muka tanah ini perlu menjadi perhatian serius karena dapat berdampak pada meningkatnya banjir rob (banjir yang berasal dari air laut) di lingkungan permukiman pesisir. Banjir tersebut dapat semakin parah dengan adanya kenaikan muka air laut (sea level rise) karena faktor perubahan iklim (climate change). Dampak berikutnya dari penurunan muka tanah ini adalah terganggunya aktivitas sosial masyarakat, kerusakan lingkungan, hilangnya lahan tanah dan tambak, tenggelamnya infrastruktur (rumah, jalan, bangunan ibadah, dan lain-lain) serta hilangnya fungsi bangunan yang menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Hal ini tentunya menjadi perhatian bagi pemerintah dalam melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap potensi bencana alam ke depannya.
ADVERTISEMENT

Penyebab Penurunan Muka Tanah

Penurunan muka tanah dapat terjadi baik secara natural lewat aktivitas vulkanik dan tektonik maupun karena kerusakan yang ditimbulkan akibat aktivitas manusia (anthropogenic), di antaranya pengambilan material cair (air tanah dan minyak bumi), material padat (tambang mineral, batu bara dan lain-lain) dari dalam tanah dan juga struktur bangunan berat di atas tanah itu sendiri. Di antara faktor-faktor tersebut, faktor yang paling dominan menyebabkan penurunan muka tanah adalah faktor yang berkaitan dengan aktivitas manusia yaitu pengambilan air tanah yang berlebihan (excessive ground water extraction) dan penempatan struktur bangunan berat di atas tanah.
Pengambilan air tanah yang berlebihan terjadi sebagai konsekuensi banyaknya masyarakat yang tinggal di daerah pesisir yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan juga untuk keperluan komersial lainnya. Informasi dari situs Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan bahwa berdasarkan data Badan Geologi, saat ini tercatat lebih dari 4.500 sumur produksi yang mengambil air tanah Jakarta untuk keperluan komersial, ditambah lagi sumur-sumur lainnya yang masih belum memiliki izin pemanfaatan air tanah. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab kerusakan Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta yang ditandai dengan terjadinya penurunan muka tanah yang disebabkan karena eksploitasi air tanah yang berlebihan. Kondisi ini dapat menjadi ancaman serius jika tidak diantisipasi sedini mungkin.
ADVERTISEMENT
Faktor lain penyebab turunnya muka tanah adalah adanya struktur bangunan berat di atas tanah. Hal ini sejalan dengan adanya pembangunan yang pesat di kota-kota pesisir pantai seperti di Tangerang, Bekasi, Karawang, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang dan Surabaya, seperti pembangunan pelabuhan laut, lapangan golf, kawasan pemukiman, industri, apartemen, pusat perbelanjaan, hotel, area komersial dan gedung perkantoran yang turut memberi kontribusi terhadap meningkatnya risiko terjadinya penurunan tanah.

Menjaga Keseimbangan Muka Tanah

Untuk menjaga keseimbangan muka air tanah perlu dilakukan beberapa upaya penanggulangan, di antaranya penyusunan peta pengelolaan Cekungan Air Tanah (CAT), serta memperkuat Regulasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Desain Bangunan (Building Design) serta infrastruktur.
Untuk kontinyuitas penyediaan air tanah dibutuhkan pengelolaan air tanah mulai dari pengambilan kebijakan, penyusunan strategi dan rencana pengelolaan serta pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air tanah yang dapat mengacu ke Peta Cekungan Air Tanah (CAT). Peta CAT ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan rekomendasi teknik (Rektek) dan perizinan yang mengatur lokasi dan kedalaman pengambilan air tanah. Selain itu, penyediaan air bersih bagi masyarakat juga harus diupayakan dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap air tanah dengan harapan pengambilan air tanah dapat dikurangi.
ADVERTISEMENT
Upaya lain terkait pengelolaan air tanah adalah pengenaan pajak untuk pengambilan air tanah langsung. Hal ini terjadi di Jakarta di mana pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah ditetapkan sebagai objek pajak air tanah. Ketentuan ini dituangkan ke dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2010 tentang pajak air tanah (Perda DKI 17/2010) juncto Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2017 tentang Pemungutan Pajak Air Tanah (Pergub DKI 38/2017).
Selain itu, perlu dilakukan pula upaya restorasi daerah pesisir sebagai kawasan lindung perairan dan pengembangan kawasan budi daya lewat penanaman mangrove. Area mangrove selain dapat dikembangkan menjadi daerah wisata pesisir juga diharapkan mampu memberi kontribusi dalam mengurangi emisi karbon yang saat ini sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian alam.
ADVERTISEMENT
Upaya penanggulangan penurunan muka air tanah akibat struktur bangunan berat di atas tanah dapat dikelola dengan penguatan regulasi RTRW dan desain bangunan. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan di atas tanah dapat terencana dan termonitor dengan baik, sehingga mendukung terciptanya keseimbangan muka tanah.