Permasalahan Kerusakan Wilayah Pesisir dan Penanganannya

Budi Setiawan
Mahasiswa S2 Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya
Konten dari Pengguna
12 Desember 2021 16:33 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Budi Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap wilayah pesisir memiliki perbedaan karakteristik dan permasalahannya masing-masing tergantung pada lokasi, aktivitas manusia dan bagaimana pengelolaannya lewat penerapan hukum dan peraturan yang berlaku di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara kepulauan menjadikan pesisir menjadi wilayah yang sangat dominan untuk dijadikan sebagai tempat tinggal, aktivitas sosial dan ekonomi karena ketersediaan faktor sumber daya alamnya. Dengan semakin banyaknya aktivitas manusia maka permasalahan terkait pesisir menjadi semakin kompleks dan memiliki potensi konflik yang tentunya berimbas kepada masalah kesehatan, sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Ilustrasi Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir. Sumber: Dokumen Pribadi
Hutan Mangrove sebagai Pertahanan Alami
Kata mangrove berasal dari kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan, dengan grove berasal dari bahasa Inggris yang berarti belukar. Dalam literatur lainnya disebutkan istilah mangrove berasal dari kata mangi-mangi (bahasa Melayu Kuno). Hutan mangrove itu sendiri merupakan kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis dan subtropis yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob (tanah yang dicirikan dengan tidak adanya molekul oksigen). Pepohonannya tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Ekosistem mangrove ini bisa hidup dalam lingkungan berkadar garam tinggi.
ADVERTISEMENT
Kawasan hutan mangrove di wilayah pesisir berfungsi sebagai pertahanan alami (natural defend) atau sebagai imunitas alami terhadap potensi kerusakan yang mungkin terjadi di daerah pesisir seperti abrasi pantai. Selain itu, hutan mangrove memiliki fungsi untuk menyerap semua kotoran yang berasal dari sampah manusia maupun kapal yang berlayar di laut, menyerap semua jenis logam berbahaya dan membuat kualitas air menjadi lebih bersih. Mangrove juga merupakan tempat hidup beberapa fauna seperti jenis kepiting dan ikan baik itu tinggal secara permanen atau sementara (transit) sebelum berpindah menuju laut dan beberapa jenis burung, yang tentunya dapat dijadikan objek pariwisata karena menawarkan keindahan alamnya.
Sebagai konsekuensi dari berkurangnya kawasan hutan mangrove di wilayah pesisir akan menyebabkan hilangnya imunitas alami dari wilayah tersebut. Hal ini berpotensi menimbulkan kerusakan wilayah pesisir yang lebih besar lagi di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Berkurangnya hutan mangrove dapat disebabkan oleh beberapa aktivitas manusia seperti perluasan wilayah darat menuju pantai dan pendirian bangunan di atasnya. Pendirian bangunan yang melanggar izin dan peraturan di wilayah pesisir tentunya akan semakin menambah panjang permasalahan yang ada.
Permasalahan lain yang terjadi di pesisir adalah ditemukannya kondisi pangkalan pendaratan ikan (PPI) di mana kapal-kapal nelayan berada pada posisi yang stagnan ketika air laut sedang surut, sehingga harus menunggu air laut pasang kembali agar kapal nelayan dapat kembali berlayar. Permasalahan seperti ini akan sulit terselesaikan manakala tidak adanya komunikasi yang dibangun antara pemerintah daerah dengan masyarakat setempat. Untuk itu, perbaikan sistem komunikasi dan koordinasi dalam pengelolaan wilayah antara pemerintah daerah maupun pusat dengan masyarakat dan swasta menjadi hal yang penting untuk segera dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Kasus abrasi yang terjadi di Pantai Utara Jawa menambah panjang permasalahan yang ada khususnya bagi masyarakat pesisir Utara Jawa. Di beberapa wilayah pantai, hal ini ditandai dengan semakin terlihatnya akar serabut beberapa pohon kelapa dan bahkan banyaknya pohon kelapa yang tumbang di pinggir pantai. Selain itu, banyaknya areal tambak yang rusak serta tergenangnya pemukiman masyarakat pesisir.
Perubahan pola arus laut akibat adanya pembangunan konstruksi baru yang menjorok ke pantai juga menjadi faktor penyebab abrasi (erosi pantai) dan akresi (perubahan garis pantai menuju laut lepas karena adanya proses sedimentasi dari daratan atau sungai menuju arah laut).
Di belahan dunia lainnya, salah satu permasalahan lain di pesisir adalah naiknya permukaan air laut (sea level rise) seperti terjadi di Pantai Lagos Nigeria, Afrika yang merupakan dataran rendah dibanding wilayah lainnya. Dengan posisi wilayah yang terbuka dan berhadapan langsung dengan Samudera Atlantik Selatan, menyebabkan gelombang dan arus laut yang kuat menuju pantai sehingga terjadi abrasi di wilayah pesisir tersebut.
ADVERTISEMENT
Permasalahan pesisir lainnya adalah adanya bencana tsunami yang terjadi di Pantai Kota Pelabuhan Kesennuma Miyagi, Jepang tahun 2011. Gempa bumi dan tsunami yang menerjang kota tersebut menyebabkan sepertiga dari wilayah kota tenggelam dan mengalami kebakaran di mana-mana. Bencana ini menyebabkan sekitar 18 ribu jiwa korban meninggal dunia, 500 ribu orang kehilangan tempat tinggal dan berbagai kerugian material lainnya. Peristiwa ini menjadikan pelajaran akan pentingnya melakukan rencana mitigasi bencana khususnya di wilayah yang berpotensi mengalami tsunami.
Warga menebar jala untuk mencari udang di kawasan hutan Mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Bali, Selasa (2/11). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
Mitigasi dan Pengelolaan Pesisir yang berkelanjutan
Seiring dengan banyaknya aktivitas manusia berikut permasalahannya yang dihadapi oleh masyarakat pesisir, maka pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan dan rencana mitigasi terhadap potensi bencana perlu dilakukan untuk mengurangi dampak dari bahaya atau ancaman (hazard) pada jiwa manusia, kerusakan lingkungan serta efeknya pada masalah sosial dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Pengelolaan wilayah pesisir yang komprehensif menjadi sebuah hal yang penting untuk dilakukan agar kelestarian lingkungan dapat terjaga dan pemanfaatannya dapat terus dinikmati bagi generasi selanjutnya. Pola penyadaran masyarakat akan pentingnya kawasan hutan mangrove sebagai pertahanan alami harus terus disosialisasikan kepada masyarakat untuk menjaga wilayah pesisir.
Penanganan kerusakan wilayah pesisir dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat pesisir seperti abrasi, sea level rise dan tsunami memerlukan penanganan yang tepat dan sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Beberapa penanganan yang dapat dilakukan adalah program struktur hybrid atau Hybrid Engineering (penggabungan struktur permeable, pemecah gelombang sekaligus penangkap sedimen pasir dan restorasi mangrove), pembuatan bangunan pelindung pantai (sea wall, groin, breakwater, dll.), sampai dengan dibangunnya komunitas bersama seperti Building with Nature Consortium di mana perannya adalah mempercepat alam untuk mengembalikan fungsinya seperti sedia kala, dengan mengambil prinsip bahwa alam dapat bekerja sendiri menjadi natural defend. Terkait penanganan masalah tsunami, hal penting yang dapat disiapkan adalah pengidentifikasian rencana jalur evakuasi (evacuation plan) dan penentuan lokasi titik kumpul (muster area) yang aman dari tsunami.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, komunikasi, koordinasi dan kerja sama yang baik antar pemangku kebijakan dari pemerintah daerah dan pusat serta masyarakat pesisir dan swasta atau pengembang menjadi syarat utama keberhasilan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Penegakkan hukum perlu dilakukan tanpa pandang bulu kepada semua warga negara tanpa mengenal posisi dan kedudukannya agar kebijakan yang telah dibuat dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Selain itu pula, kesadaran masyarakat akan peraturan dan hukum yang berlaku serta penegakkan hukum khususnya di wilayah pesisir menjadi prioritas utama untuk segera dilaksanakan.