Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Mengenal GMNI, Organisasi Mahasiswa yang Berasaskan Marhaenisme
28 September 2022 9:15 WIB
Tulisan dari Budi Prathama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bicara soal organisasi mahasiswa tentu amat banyak dapat dijumpai di lingkungan kampus, baik organisasi intra seperti BEM dan HMJ, maupun organisasi ekstra kampus seperti HMI, GMNI, PMII, dan organisasi ekstra kampus lainnya. Organisasi ekstra kampus kadang juga dikenal sebagai organisasi cipayung, berskala nasional, dan berdiri secara independen. Dari beberapa organisasi cipayung di Indonesia, tentu masing-masing memiliki peranan, ideologi, dan sepak terjang sendiri dalam setiap perjuangannya.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya organisasi GMNI yang selalu jatuh bangun dalam mengarungi perhelatan bangsa Indonesia. Organisasi GMNI salah satu organisasi mahasiswa yang berwatak nasionalis dan berasaskan Marhaenisme ajaran Bung Karno.
Mulanya GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) lahir dari tiga peleburan organisasi pergerakan mahasiswa, diantaranya Gerakan Mahasiswa Marhaenis (GMM), Gerakan Mahasiswa Merdeka (GMM), dan Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI), yang ketiganya berasaskan sama yakni Marhaenisme ajaran Bung Karno.
Akhirnya tiga pimpinan organisasi tersebut melakukan pertemuan dan bersepakat untuk meleburkan diri menjadi satu organisasi mahasiswa yang besar. Hasil dari pertemuan tersebut bersepakat melahirkan organisasi bernama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan menggunakan Marhaenisme sebagai asasnya. Kemudian bersepakat pula untuk melakukan Kongres pertama di Surabaya pada tanggal 23 Maret 1954 yang diresmikan langsung oleh Presiden Soekarno waktu itu. Tanggal itu juga diperingati sebagai Dies Natalis GMNI.
ADVERTISEMENT
Sejarah perjuangan GMNI terhadap bangsa Indonesia tidaklah semulus yang diperkirakan. Terutama saat digulirkannya Soekarno sebagai presiden Indonesia oleh Orde Baru. Ketika terjadi politik de-Soekarnoisasi yang dilakukan oleh Orde Baru untuk mengaburkan kiprah Soekarno terhadap bangsa Indonesia, juga sangat dirasakan imbasnya terhadap GMNI sebagai organisasi yang meneruskan ajaran Bung Karno.
Mengingat saat terjadi politik de-Soekarnoisasi, Orde Baru sangat melarang ajaran komunisme dan sosialisme bergentayangan di Indonesia. Begitupun dengan ajaran Marhaenisme Bung Karno pelan-pelan ingin dilenyapkan oleh Orde Baru. Sehingga GMNI waktu itu banyak melakukan gerakan sembunyi-sembunyi dan hidup dalam perjuangan bersama rakyat, artinya basis perjuangan beralih dari lingkungan kampus ke kampung-kampung yang hidup dan makan bersama rakyat, seperti yang dijelaskan dalam buku “Pergulatan GMNI Menuju Sosialisme Indonesia” yang ditulis oleh Donny Try I. Margiono.
ADVERTISEMENT
Namun meski begitu, organisasi mahasiswa dapat bebas kembali bergerak di lingkungan kampus usai kekuasaan Orde Baru tumbang, termasuk organisasi GMNI dan beberapa organisasi cipayung lainnya. Bahkan organisasi cipayung akan tetap dianggap sebagai organisasi mahasiswa yang mampu menjadi pengontrol kebijakan pemerintah yang tak berpihak kepada rakyat.
Begitupun dengan organisasi GMNI yang akan tetap setia merawat ajaran dan pemikiran-pemikiran Bung Karno. Walau hari ini jazad Bung Karno telah tiada, namun ajaran akan tetap abadi dan masih relevan terhadap bangsa Indonesia. Mengingat Marhaenisme ajaran Bung Karno lahir sebagai tuntutan budi nurani manusia untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan dan membawa Indonesia kepada kemerdekaan yang telah dicita-citakan.
Ajaran Marhaenisme dijadikan sebagai teori perjuangan oleh Bung Karno saat ingin merebut kemerdekaan. Lalu saat Indonesia bisa merdeka dari penjajah bangsa luar, Marhaenisme dijadikan sebagai dasar untuk membangun bangsa Indonesia. Itulah mengapa saat Bung Karno menyampaikan gagasannya terkait dasar negara Indonesia, bung Karno menawarkan Pancasila.
ADVERTISEMENT
Isi dari pancasila dan Marhaenisme sama saja, bahkan ada yang mengatakan bahwa Pancasila dan Marhaenisme hanya perbedaan nama saja. Bahkan Bung Karno pun pernah berkata, “Marhaenisme is Pancasila, Pancasila is Marhaenisme,” artinya bahwa Pancasila dan Marhaenisme sama saja.
Ajaran Bung Karno akan tetap relevan terhadap bangsa Indonesia, Pancasila sebagai dasar negara sudah menjadi falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara, seperti yang diungkapkan oleh Bung Karno saat Pidato 1 Juni 1945. Maka dari itu organisasi GMNI akan tetap setiap merawat ajaran Bung Karno hingga akhir hayat, karena memang tujuan organisasi ini didirikan atas inspirasi ajaran Marhaenisme. Namun saat ingin memahami ajaran Marhaenisme tentu tak bisa jika hanya sekilas membaca buku tentang Marhaenisme, tanpa dibarengi diskusi dan kajian yang mendalam.
ADVERTISEMENT