Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
2 Tahun Korban Banjir Bandang Sentani, Kehilangan Anak hingga Tak Terima Bantuan
15 Maret 2021 14:59 WIB
ADVERTISEMENT
Jayapura, BUMIPAPUA.COM- Tak terasa dua tahun sudah banjir bandang berlalu. Banjir bandang yang terjadi 16 Maret 2019 malam itu, selalu membekas dalam ingatan Yesaya Eluay, lelaki 44 tahun.
ADVERTISEMENT
Yesaya dan keluarga kecilnya menjadi satu dari ribuan jiwa korban bencana banjir bandang yang menerjang Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura.
Raut wajah Yesaya masih terlihat kesedihan yang mendalam, ketika mengingat kejadian malam itu yang menghanyutkan rumahnya di Kampung Sereh, Sentani, Kabupaten Jayapura.
Yesaya merupakan pegawai kontrak di Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Jayapura. Istrinya bernama Analis Yewi. Pasangan ini dikaruniai 4 orang anak, bernama Novita (9), George (6) Juan (5) dan si bungsu Fitri (1).
Pasangan ini harus rela kehilangan George dan Fitri dalam musibah itu. Kedua anaknya tak bisa terselamatkan, akibat terseret derasnya banjir yang juga membawa hanyut rumah yang ditempatinya.
"Kejadian malam itu begitu singkat. Saat air bah datang, listrik padam dan mengakibatkan gelap gulita. Derasnya arus banjir tambah membuat kami panik dan berusaha untuk mengungsi. Saat kejadian itu, kedua anak kami terbawa banjir dan meninggal," kata Yesaya, didampingi istrinya saat mengisahkan kejadian yang merenggut kedua anak mereka.
ADVERTISEMENT
George dan Fitri meregang nyawa, setelah keduanya berusaha bertahan dari derasnya air, serta material yang menghantam rumah mereka.
Sedangkan Novita selamat karena memanjat pohon Matoa dan Juan menyelamatkan diri di atas batu besar. Novita dan Juan ditemukan warga pada 16 Maret 2019 subuh.
Trauma Hujan
Meskipun dua tahun telah berlalu, namun keluarga Yesaya masih diliputi trauma akan bencana alam.
Bahkan Novita anak tertua pasangan ini selalu memohon kepada sang ayah untuk mengungsi, jika turun hujan lebat pada malam hari.
"Banjir malam itu, ibarat pencuri yang datang dan merenggut nyawa anak-anak kami. Sampai saat ini, rasa trauma belum hilang. Namun, kami selalu bersyukur dan menganggap, kejadian ini adalah rencana Tuhan" kata Analis, istri Yesaya yang tabah menghadapi cobaan dalam hidupnya.
ADVERTISEMENT
Bantuan Yang Tak Kunjung Datang
Kejadian banjir bandang tidak hanya meninggalkan duka, tetapi juga meninggalkan kekecewaan yang mendalam pada Yesaya dan keluarganya. Pasalnya, dari sekian banyak bantuan yang disalurkan pemerintah, tak satupun yang dirasakan oleh keluarga Yesaya.
Ia mengaku pernah berkali-kali dimintai KTP dan kartu keluarga oleh pemerintah setempat, namun hingga hari ini, tak satupun bantuan yang diterimanya.
Kini, ia dan istrinya telah membangun sebuah rumah di Kampung Sereh. "Rumah sederhana yang kami bangun saat ini sudah lebih cukup, daripada menunggu bantuan yang tidak pernah datang. Kadang saya bertanya pada diri sendiri, apakah kami tidak layak menerima bantuan itu?" tutur Yesaya menutup perbincangannya dengan BUMIPAPUA.COM.