Konten Media Partner

Demi Biaya Hidup, Penambang Kapur di Serui, Papua, Rela Bertaruh Nyawa

3 Agustus 2019 8:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penambangan kapur masih marak dilakukan di Desa Serui Laut, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. (BumiPapua.com/Agies Pranoto)
zoom-in-whitePerbesar
Penambangan kapur masih marak dilakukan di Desa Serui Laut, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. (BumiPapua.com/Agies Pranoto)
ADVERTISEMENT
Serui, BUMIPAPUA.COM – Seorang lelaki paruh baya terlihat mengikat tubuhnya dengan seutas tali tambang untuk memanjat bukit kapur yang terletak di Desa Serui Laut, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. Ia menggerus kapur di bukit itu secara perlahan untuk dijadikan bahan dasar pembuatan batu tela atau dalam bahasa setempat biasa disebut dengan batu bata putih.
ADVERTISEMENT
Sugeng (39 tahun) paham betul kalau ia harus bertarung nyawa. Kemungkinan tiba-tiba saja tebing di bukit kapur itu runtuh dan menimpa tubuhnya selalu menjadi ancaman. Sudah sejak empat tahun lalu, ia menggeluti pekerjaan tersebut bersama dengan 13 orang penambang kapur lainnya yang beroperasi di lokasi yang sama.
Meski berbahaya dan merusak alam, kegiatan penambangan kapur masih tetap mereka dilakukan. Dari segi peralatan keamanan dan keselamatan kerja dari penambang pun sendiri pun tak dilakukan dengan baik. Penambang kapur hanya mengikat tubuhnya dengan tali yang difungsikan sebagai penyangga tubuhnya, untuk memanjat tebing bukit kapur yang memiliki tinggi 15-30 meter.
Batu tela yang dihasilkan penambang kapur di Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen. (BumiPapua.com/Agies Pranoto)
“Saya pernah lihat teman sendiri harus meregang nyawa karena tertimbun longsoran galian kapur. Tapi mau bagaimana lagi? Galian kapur ini menghasilkan pekerjaan yang menjanjikan dan kami palingan hanya membayar sewa lokasi untuk pembuatan batu batanya saja,” kata Sugeng, Sabtu (3/8).
ADVERTISEMENT
Omset jutaan rupiah per bulan menjadi alasan Sugeng dan para rekannya sesama penambang kapur di Serui untuk bertahan menggeluti profesi tersebut. Para penambang hanya perlu mencari serpihan kapur sebanyak-banyaknya, lalu dibuatlah batu tela berukuran 50x30 sentimeter dan per batu tela dijual dengan harga Rp 2.000.
Untuk sehari Sugeng mampu mencetak 1.000 batu bata. Dalam sekali proses penjualan, biasanya ia bisa menghasilkan 3.000-10.000 batu bata. Sehingga dalam sebulan ia mampu meraih pendapatan sekitar Rp 11 hingga 15 juta. Tapi itu masih pendapatan kotor karena dirinya masih harus bayar sewa lokasi Rp 5 juta pertahunnya.
Lokasi penambangan dan pembuatan batu tela di Desa Serui Laut. (BumiPapua.com/Agies Pranoto)
Penambangan batu kapur di Desa Serui Laut telah berlangsung turun-temurun sejak 1980. Sugeng dan penambang batu kapur lainnya bukannya tak pernah mencoba pekerjaan lainnya. Mereka pernah menjalani profesi lain yang lebih aman, misalnya menjadi tukang ojek, pekerja bangunan, atau pekerjaan lainnya. Namun keuntungan material yang didapat nyatanya tak 'semanis' menjadi penambang kapur.
ADVERTISEMENT
“Bukannya kami tak bersyukur, tapi kebutuhan hidup tinggi,” kata Sugeng yang memiliki tiga orang anak tersebut.
Selain menguntungkan dari segi material, pekerjaan tersebut juga tidak mendapat pengawasan lingkungan yang ketat dari pihak pemerintah setempat. Pemerintah daerah (Pemda) tak pernah melakukan teguran atau larangan terhadap aktivitas penambang kapur di Serui.
(Agies Pranoto)