news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

3 Guru yang Disandera KKSB Ditodong Senjata Api sebelum Diperkosa

Konten Media Partner
22 Oktober 2018 17:03 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemerkosaan. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemerkosaan. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Jayapura, BUMIPAPUA.COM – Tiga orang guru yang disandera di Distrik Mapenduma, Kabupaten Nduga, Papua, diduga mengalami kekerasan seksual berupa pemerkosaan. Hal itu diketahui dari kisah seorang korban berinisial MT kepada Kodam XVII/Cendrawasih.
ADVERTISEMENT
MT bersama dua orang rekannya diperkosa 5 orang tak dikenal yang diduga anggota kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) saat berada di rumah penginapan. Para pelaku masuk ke dalam rumah tersebut dengan cara mencongkel jendela belakang rumah.
Setelah berhasil masuk, para pelaku langsung memadamkan seluruh listrik di rumah itu.
“MT dan dua rekannya berteriak keras meminta pertolongan karena merasa ketakutan, namun tidak ada yang mendengar," kata Kepala Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi, Senin (22/10).
"MT dan rekannya diancam dengan todongan senjata dan diperkosa secara bergilir oleh 5 dari 7 orang anggota KKSB,” sambungnya.
Aidi menjelaskan, MT mengadukan peristiwa itu kepada kepala sekolah pada keesokan harinya. Kemudian kepala sekolah memindahkan MT dan dua rekannya ke perumahan Puskesmas Distrik Mapenduma yang sebelumnya telah ditempati 6 orang guru SMP, 3 orang guru SD, dan 4 orang tenaga kesehatan.
ADVERTISEMENT
Satu minggu kemudian, Kamis (18/10), anggota KKSB bersenjata api mengawal para guru dan tenaga kesehatan itu ke lapangan terbang Mapenduma untuk kembali ke Wamena.
“KKSB mengancam akan membunuh kami semua, jika tenaga guru dan tenaga kesehatan ada yang melapor ke aparat keamanan,” ujar Aidi menirukan keterangan dari MT.
Aidi mengatakan, Kodam XVII/Cendrawasih dan Polda Papua akan menindaklanjuti kasus tersebut. "Ini adalah tindakan keji dan biadab yang tidak berperikemanusiaan," katanya.
"Tenaga kesehatan dan guru adalah pekerja sosial, mereka rela meninggalkan kampung halaman dan keluarga demi untuk menyejahterahkan dan memajukan masyarakat pedalaman Papua. Tapi malahan mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi,” pungkas Aidi.
(Lazore)