Kontak Senjata KKB-TNI Polri Dikhawatirkan Ganggu Habitat Anjing Bernyanyi Papua

Konten Media Partner
19 Februari 2021 11:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anjing bernyanyi yang banyak ditemukan di area tambang PTFI di Gresberg Tembagapura, Mimika. (Dok PTFI/Uncen)
zoom-in-whitePerbesar
Anjing bernyanyi yang banyak ditemukan di area tambang PTFI di Gresberg Tembagapura, Mimika. (Dok PTFI/Uncen)
ADVERTISEMENT
Jayapura BUMIPAPUA.COM- Kontak senjata TNI Polri dan KKB Papua di Puncak dan Intan Jaya , dikhawatirkan akan mengganggu habitat anjing bernyanyi Papua atau New Guinea singing dog.
ADVERTISEMENT
Anjing bernyanyi Nugini memiliki habitat di sejumlah wilayah pegunungan tengah Papua hingga Papua Nugini. Habitat anjing bernyanyi di Papua Nugini sudah punah dan hanya tersisa di pegunungan Papua.
Peneliti pada Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebutkan rimba Kabupaten Puncak dan Intan Jaya merupakan habitat alami anjing bernyanyi Nugini.
"Dikhawatirkan sering terjadinya saling serang dan penembakan di Puncak dan Intan Jaya, ada peluru nyasar yang mengenai anjing bernyanyi ini. Namun sampai saat ini belum ada laporan tentang itu," ujarnya, Jumat (19/2).
Hari menduga akibat habitat anjing bernyanyi terganggu, maka anjing bernyanyi berpindah ke area tambang Grasberg Freeport.

Anjing Primitif

Anjing bernyanyi di pegunungan Papua memiliki ciri khas. Anjing ini oleh beberapa ahli dianggap sebagai anjing paling primitif yang menetap di pegunungan Papua sejak beberapa ribu tahun silam. Anjing bernyanyi Papua berasal dari jenis yang istimewa yakni Canis familiaris hallstromi.
ADVERTISEMENT
Anjing ini masih kerabat dekat anjing dingo Australia. Anjing Canis familiaris hallstromi tidak menggonggong tetapi bernyanyi, atau lebih tepatnya melolong.
"Hal ini terjadi saat bulan naik atau bulan purnama. Anjing bernyanyi di pegunungan Papua mengeluarkan suaranya yang begitu memelas tetapi juga mengerikan. Hal ini masih menjadi tanda tanya bagi para peneliti, mengapa demikian itu kelakuan anjing bernyanyi di pegunungan Papua ketika bulan naik," jelas Hari.
Lanjut Hari, diperkirakan mungkin saja anjing-anjing tersebut tidak senang pada sinar bulan. Namun bisa juga adalah suara kegembiraan, hanya manusia saja yang terganggu mendengar suara-suara anjing tersebut.
"Kehadiran bulan di malam hari rupanya membuat suara rintihan anjing itu bersahut-sahutan atau seolah-olah estafet mengikuti arah pergerakan bulan dari timur ke barat. Di pegunungan Papua saat bulan purnama, suara anjing terdengar dari arah timur seturut arah naiknya bulan kemudian suara itupun bergeser ke barat seturut bergesernya arah bulan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Hanya di daerah pegunungan Papua saja yang masih ditemukan anjing yang merupakan jenis mula-mula yang masuk ke Papua. Lain halnya dengan anjing-anjing di pantai Papua adalah kebanyakan ras campuran dengan jenis anjing dari Eropa dan Asia.

Penelitian Anjing Bernyanyi

Anjing bernyanyi yang banyak ditemukan di area tambang PTFI di Gresberg Tembagapura, Mimika. (Dok PTFI/Uncen)
Penelitian terhadap anjing bernyanyi dilakukan oleh Universitas Cenderawasih (Uncen) bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan New Guinea Highland Wild Dog Foundation (NGHWDF).
Peneliti telah merampungkan penelitian fase kedua yang dilakukan pada 2018, terhadap New Guinea Singing Dog (NGSD) atau yang dikenal masyarakat setempat sebagai anjing bernyanyi yang berada di dataran tinggi Papua.
Penelitian fase kedua dilakukan selama 1 bulan tepatnya pada Agustus 2018 di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Sebelumnya, penelitian awal dilakukan oleh Universitas Negeri Papua (UNIPA) bersama NGHWDF pada tahun 2016.
ADVERTISEMENT
Pada 1 September 2020, hasil penelitian sudah dipublikasikan di jurnal internasional Amerika Serikat, yaitu Proceeding of the National Academy of Sciences (PNAS).
Penelitian juga dilakukan dengan mengumpulkan sampel darah, kulit, dan rambut anjing untuk menganalisis ciri fisik, demografi, dan perilaku dari hewan tersebut.
Hasil penelitian menemukan bahwa anjing bernyanyi memiliki sejumlah kemiripan dengan anjing liar pegunungan Papua serta dengan dingo yang berhabitat di Australia.
Meski demikian, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memastikan banyak hal, termasuk untuk mempertimbangkan secara ilmiah status perlindungannya, mengingat hewan ini perlu dijaga kelestariannya dan belum masuk ke dalam daftar hewan yang dilindungi.
Rektor Uncen, Apolo Safanpo menyebutkan akan melanjutkan penelitian fase ketiga pada Mei 2021, mengingat masih ada banyak hal yang perlu didalami, seperti taksonomi, perkembangbiakan, kehidupan sosial, perannya dalam rantai makanan dan hal lain yang bisa menjadi dasar ilmiah bagi penentuan status perlindungan anjing bernyanyi.
ADVERTISEMENT
Kata Apolo, situs penelitian berada di kawasan bekas tambang terbuka Grasberg milik PTFI di ketinggian 3.800 hingga 4.300 meter di atas permukaan laut.
Apolo menyebutkan jauhnya lokasi dan berbagai keadaan geografis di lokasi penelitian menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh tim peneliti saat merampungkan penelitian ini.
Salah satu tantangan terbesar dalam memaksimalkan penelitian ini adalah lokasi penelitian yang terpencil dengan medan perjalanan yang begitu ekstrem dan sulit ditempuh dengan kendaraan biasa.
"Untuk itu, kami bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia yang mendukung penelitian dengan menyediakan berbagai fasilitas pendukung dan transportasi, terutama untuk membantu kami mencapai medan yang begitu sulit ditempuh di area kerja PTFI,” Apolo menambahkan.