Mengenal Sagu Bakar Tiga Rasa Khas Serui, Papua

Konten Media Partner
15 Maret 2019 19:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sagu bakar khas Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen. (BumiPapua.com/Agies Pranoto)
zoom-in-whitePerbesar
Sagu bakar khas Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen. (BumiPapua.com/Agies Pranoto)
ADVERTISEMENT
Serui, BUMIPAPUA.COM – Sagu merupakan makanan pokok masyarakat Papua. Pohon sagu pun banyak ditemui di wilayah Indonesia timur. Penganan olahan berbahan dasar sagu pasti tak asing bagi dunia kuliner saat ini yang diolah menjadi berbagai varian, seperti kue kering atau sagu bakar yang biasanya disantap dengan makanan berkuah.
ADVERTISEMENT
Di Serui, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Yapen, sagu bakar memiliki tiga rasa yang berbeda. Uniknya, rasa gurih dan rasa asli sagu itu tidak hilang meski diolah dengan cara tersebut.
Apia Ayorbaba atau yang dikenal dengan Mama Pia menjadi salah satu pengolah sagu bakar berbagai rasa. Perempuan yang tinggal di Desa Bawai, Serui, itu membuat sagu bakar dengan rasa gula merah, kacang, dan original yang dicampur dengan kelapa.
“Cita rasa ini sengaja dihadirkan agar makan sagu bakar tra (tidak) bosan. Mengenalkan makanan khas Papua ke luar daerah asalnya itu harus ikut dorang (mereka) pu (punya) lidah. Macam orang Jawa, suka makanan yang manis-manis. Torang (kita) bisa campur sagu dengan gula merah," ujar Mama Pia kepada BumiPapua.com, Jumat (15/3).
Adonan sagu yang akan dijadikan sebagai panganan olahan sagu bakar. (BumiPapua.com/Agies Pranoto)
Mama Pia menjelaskan adonan sagu bakar yang dihasilkan merupakan resep turun temurun yang telah ditekuni selama lebih dari 20 tahun. Mama Pia berkisah dia sudah diajarkan membuat penganan itu sejak neneknya masih hidup.
ADVERTISEMENT
“Sampai sekarang anak saya sudah selesai kuliah, kami tetap melestarikan pembuatan sagu bakar itu," ujar Mama Pia.
Di tangan perempuan berusia 50 tahun itu bahan dasar sagu yang didapat dari petani sagu di wilayah Ansus Yapen Barat diolah dengan sangat baik. Mulai dari menyaring sagu mentah, menyampur bahan sagu bakar, hingga memasak sagu dengan cara yang masih manual, yakni menggunakan tungku api dan alat masak yang di sebut forno atau sejenis tembikar berbentuk kotak-kotak yang terbuat dari tanah liat.
“Masak sagu lebih nikmat dengan menggunakan tungku. Rasa dan aromanya lebih terasa, dibandingkan memakai kompor minyak tanah. Apalagi masak sagu bakar dengan tungku lebih cepat masaknya," ungkap Mama Pia.
Proses membakar sagu bakar dari Serui. (BumiPapua.com/Agies Pranoto)
Mama Pia mampu membuat lebih dari 300 sagu bakar berbagai rasa dalam satu hari. Namun jika ada pesanan tertentu, dia mampu membuatnya hingga lebih dari 500 sagu bakar berbagai rasa.
ADVERTISEMENT
“Sagu bakar yang saya buat biasa juga dijual di pasar. Jika ada tamu dari luar Serui, bisa juga untuk oleh-oleh. Sagu bakar ini bisa bertahan hingga satu bulan," ucap Mama Pia.
Sagu bakar itu biasa dia jual dengan harga Rp 10 ribu untuk 3 buah. Mama Pia mengaku keuntungan yang didapat dari penjualan sagu bakar cukup menjanjikan. Tetapi dia berharap pemerintah atau perbankan dapat membantu pembuat sagu bakar dengan modal atau modal toko, khususnya untuk wilayah Bawai, Serui.
“Kita mau itu sagu bakar jadi oleh-oleh khas dari Serui jika ada tamu dari luar daerah. Saya berharap ada bantuan toko khusus sagu bakar. Torang (Kita) bisa kemas sagu bakarnya dengan merek dagang dan bungkus yang menarik pembeli,” kata Mama Pia. (Agies Pranoto)
ADVERTISEMENT