Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Menyusuri Jejak Suku Tutari Sentani
3 Oktober 2018 18:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Sentani, BUMIPAPUA.COM – Hamparan Bukit Tutari yang terletak di Doyo Lama, Kabupaten Jayapura menghijau. Rerumputan tumbuh subur pada perbukitan yang dipercaya menjadi tempat keramat yang dihuni makhluk gaib, leluhur Suku Tutari.
ADVERTISEMENT
600 tahun yang lalu, Suku Tutari tinggal di perkampungan yang bernama Tutari Yoku Tamaiyoku. Letaknya di kawasan perbukitan sebelah barat tepian Danau Sentani. SukuTutari musnah akibat perang suku. Tapi, keberadaan suku itu masih bisa dijumpai pada bukit yang meninggalkan lukisan berupa bongkahan batu besar yang terhampar diatas Bukit Tutari.
Arkeolog Papua Hari Suroto menyebutkan bongkahan batu besar menurut masyarakat Doyo telah ada sebelum nenek moyang mereka tinggal di kawasan itu. Namun masyarakat Doyo yang saat ini tinggal di perbukitan itu bukanlah keturunan Suku Tutari.
Nenek moyang masyarakat Doyo semula tinggal di Pulau Yonoqom/Yonahang (Kwadeware) di sekitar Danau Sentani. “Pada waktu lampau secara tiba-tiba mereka melakukan penyerangan dan membantai habis masyarakat Suku Tutari, setelah itu mereka pindah dan bermukim di Tanjung Warako, kemudian berpindah lagi ke Ayauge di utara, dan akhirnya mereka bermukim di tepi Danau Sentani yaitu di kaki Bukit Tutari yang dipimpin oleh ondoafi Uii Marweri,” kata Hari.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Tutari pada masa prasejarah, telah mengenal kepercayaan animisme, dinamisme dan pada roh nenek moyang. Hal ini terlihat melalui motif-motif lukisan yang terdapat pada batu-batu di Bukit Tutari dan juga pada keberadaan jajaran batu dan batu tegak (menhir).
“Bebatuan ini menunjukkan bahwa aktivitas religi masyarakat Tutari mendominasi hampir pada seluruh aspek kehidupan, terutama berhubungan dengan roh nenek moyang maupun dengan kekuatan-kekuatan supranatural dari para dewa atau roh-roh (wolofo) yang ada di alam baik yang berdiam pada binatang, tumbuhan, dan batu-batuan,” jelas Hari
Menurut ceritera masyarakat Doyo, batu-batu yang ada di Bukit Tutari adalah masyarakat suku Tutari yang kalah perang dan mati kemudian berubah menjadi batu.
ADVERTISEMENT
Untuk memberikan pemahaman pada siswa sekolah tentang sejarah dan nilai budaya masa lampau dalam upaya melek budaya, pencerdasan bangsa, penumbuhan semangat kebangsaan dan sumber inspirasi pengembangan budaya yang berkepribadian, maka Balai Arkelogi Papua menggelar kegiatan Rumah Peradaban Tutari.
Kegiatan ini merupakan implementasi pemasyarakatan hasil penelitian arkeologi dan sarana edukasi yang diwujudkan dalam bentuk Rumah Peradaban Situs Megalitik Tutari.
“Siswa sekolah diharapkan dapat mengetahui dan meresapi dengan melihat langsung, mengamati, mengerti dan menelusuri nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan megalitik Tutari,” kata Hari.
Dengan demikian, diharapkan akan timbul dan terbentuk rasa ikut memiliki, membentuk dan menumbuhkan rasa toleransi terhadap sesama individu atau kelompok. Sebagai pelajar, kurang lengkap apabila hanya menonjolkan kepandaian, rasional, dan logika. Oleh karena itu sangat penting bagi pelajar sebagai generasi penerus bangsa dengan memahami, melaksanakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa yang membentuk kepribadian sebagai jati diri bangsa.
ADVERTISEMENT
Situs peninggalan Suku Tutari terletak di perbukitan pada ketinggian 150 hingga 200 meter dpl. Pada situs megalitik Tutari dapat ditemui peninggalan- yang berasal dari masa megalitik yang terdiri dari beberapa jenis berupa batu berlukis, pahatan batu, jajaran batu, batu temugelang, dan menhir.
“Menhir-menhir yang ada di situs ini merupakan lambang dari Suku Tutari yang meninggal dalam perang pada masa lalu. Oleh karena itu tempat ini disakralkan oleh masyarakat sekitar,” jelasnya.
Beberapa bebatuan yang terlihat menyerupai bentuk kura-kura, manusia, kadal, dan gambar-gambar geometris.
Temuan lukisan di Situs Megalitik Tutari menurut alumni Universitas udayanan Bali ini cukup banyak dan memiliki bentuk motif yang bervariasi. Motif-motif lukisan tersebut merupakan hasil implementasi pengetahuan kognitif masyarakat Tutari tentang lingkungan alam habitatnya, yang dituangkan pada media batu yang tersebar di Bukit Tutari.
ADVERTISEMENT
“Motif-motif tersebut juga sebagai gambaran nilai-nilai kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan religi suku Tutari.” Kata Hari.
(Fitus)