Merawat Hutan Sagu Sentani

Konten Media Partner
15 Februari 2019 15:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mengolah sagu di hutan sagu Sentani. (BumiPapua.com/Lazore)
zoom-in-whitePerbesar
Mengolah sagu di hutan sagu Sentani. (BumiPapua.com/Lazore)
ADVERTISEMENT
Sentani, BUMIPAPUA.COM – Pemerintah Kabupaten Jayapura mendeklarasikan perlindungan area hutan sagu di sepanjang Jalan baru alternatif, mulai dari Telaga Ria- Nendali hingga Yabaso.
ADVERTISEMENT
Kepala Distrik Sentani Timur, Steven Ohee menyebutkan pembangunan jalan baru boleh dilakukan, tetapi jangan mengabaikan kebutuhan masyarakat adat. “Walaupun pemerintah melakukan penggusuran jalan, pemerintah harus menanam kembali pohon sagu itu,” jelasnya, saat bertemu BumiPapua.com, Jumat (15/2).
Deklarasi perlindungan area hutan sagu berisi : hutan sagu bukan milik kita, namun hanyalah pinjaman anak cucu, sehingga wajib untuk dilestarikan; Hutan sagu merupakan lumbung pangan masyarakat sehingga perlu dibudidayakan dan dikembangkan; hutan sagu perlu dirawat sehingga menjadi obyek wisata, termasuk hutan sagu di sepanjang jalan baru tidak boleh dijual kepada pihak manapun dan dengan dalih apapun.
Kabupaten Jayapura merupakan kabupaten penghasil sagu di Papua. Bahkan Kabupaten Jayapura memiliki Peraturan Daerah Nomor 3/2000 tentang Perlindungan Hutan Sagu.
ADVERTISEMENT
Bupati Kabupaten Jayapura, Mathius Awoitauw menuturkan perda sagu masih berlaku, tapi hutan sagu tetap terganggu dengan berkembangnya infrastruktur yang terus terjadi. Walau begitu, Mathius meminta semua pihak tetap menjaga dan melindungi hutan sagu.
Mathius juga mengakui implementasi soal perda sagu masih minim. Bahkan banyak warga yang belum mengetahui adanya perda ini.
Padahal banyak larangan dalam perda ini, misalnya dilarang melakukan penebangan, pengerusakan, pembakaran dengan tujuan memusnahkan atau mematikan sagu pada hutan sagu. Ada juga larangan menjual dan melepas tanah hutan sagu baik sebagian maupun seluruhnya, baik milik perorangan maupun milik hak ulayat masyarakat.
Ada juga larangan kepada pemerintah, badan hukum dan perorangan, untuk membeli tanah pada kawasan hutan sagu.
ADVERTISEMENT
“Kami mengakui belum kompaknya tim dari pemerintah dalam memberikan informasi tentang hutan sagu ini,” katanya.
Walau begitu, Pemkab Jayapura telah bekerja sama dengan Universitas Negeri Papua Manokwari dalam sejumlah kajian untuk pengembangan usaha sagu menjadi andalan dari masyarakat setempat.
World Wide Fund Nature Indonesia (WWF) Region Sahul Papua mencatat hutan sagu banyak berkurang karena pembukaan jalan, pembangunan dan pemanfaatan lahan. Padahal hutan sagu Papua merupakan identitas budaya dan pohon kehidupan bagi masyarakat setempat. WWF mencatat hutan sagu di Papua yang mencapai 4,7 hektar, tersebar pada 11.770 hektar hutan sagu tersebar di Kabupaten Jayapura. (Katharina)