Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Pemkot Jayapura Kewalahan Hadapi Sampah
21 Februari 2019 11:01 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
ADVERTISEMENT
Jayapura, BUMIPAPUA.COM – Bak mobil sampah milik Pemerintah Kota (Pemkot) Jayapura itu terlihat sedikit hangus terbakar bagian sudutnya. Warna kuning bak mobil sampah itu memudar akibat seringanya terpapar api pembakaran.
ADVERTISEMENT
Bahkan Rabu (20/2) siang itu, asap sisa pembakaran sampah masih mengepul di sekitar bak mobil sampah itu. Sementara sampah yang terbungkus kantong plastik, maupun yang sudah terlepas, tercecer begitu saja di sekitarnya.
Bak mobil sampah milik Pemkot Jayapura ini memang sengaja diletakkan di pinggir Jalan Skyline, Kota Jayapura, guna menampung sementara sampah dari warga yang ada di sekitarnya.
Ada beberapa bak mobil sampah serupa disebar Pemkot Jayapura di wilayah Kota Jayapura. Nantinya bak mobil sampah ini setiap hari akan diderek truk sampah milik Pemkot Jayapura untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) Nafri dan Koya Koso, di Distrik Abepura.
Namun akibat volume sampah dari warga tiap hari bertambah. Akibatnya, masih ditemui sampah berceceran di sekitar bak mobil sampah yang sudah disediakan pemerintah. Bahkan masih ada warga membakar sendiri sampah mereka, tanpa mengetahui dampaknya.
ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 2018 volume sampah yang dikumpulkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Jayapura sebanyak 61,637 ton yang setelah dipilah jumlahnya menjadi 1,416 ton.
Sementara jumlah volume sampah secara keseluruhan, sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan Kementerian Lingkunagn Hidup, satu orang memproduksi 2,5 liter sampah dalam sehari.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, DLHK Kota Jayapura, Simon Petrus Koirewoa menyebutkan, pihaknya kewalahan mengatasi volume sampah di Kota Jayapura. Bahkan di tahun 2018 DLHK tak memberikan pelayanan di Distik Muara Tami, sebab keterbatasan sarana dan prasarana.
“Dari lima distrik di Kota Jayapura yang tidak dapat kami layani tahun 2018 itu Distrik Muara Tami. Tapi tahun ini kami sudah berupaya memberikan pelayanan,” kata Simon, Rabu (20/2).
ADVERTISEMENT
Masalah lain yang diungkapkan Simon dalam menangani sampah di Kota Jayapura, yakni lahan untuk menempatkan bak sampah atau bak mobil sampah di pemukiman warga. Ia menyampaikan banyak warga yang menolak jika bak sampah diletakkan di lahan miliknya.
“Akhirnya kami tempatkan di pinggir jalan yang milik negara, bukan milik masyarakat. Kalau di lingkungan masyarakat banyak yang tidak menerima. Mereka berfikir bau busuk dan banyak lalat. Dampak terhadap lingkungan dikeluhkan masyarakat jika penempatan baknya dekat perumahan,” ujar Simon.
Simon mengatakan untuk pengurangan sampah di tahun 2019, pihaknya akan mengoperasikan peralatan untuk pengolaan sampah seperti mesin kompos dengan kapasitas besar dan mesin penghancur plastik dengan sistem pembakaran suhu panas.
ADVERTISEMENT
“Itu semua sudah kami adakan di tahun 2018, tapi biaya operasionalnya baru kami angggarkan tahun 2019. Dengan begitu kami harap tahun ini akan ada pengurangan sampah,” imbuhnya.
Sementara TPA yang dimiliki DLHK Kota Jayapura ada di dua tempat, yakni di Nafri, Distrik Abepura seluas 15 hektar yang sudah dimiliki pemerintah daerah sejak tahun 1996 dengan sistem operasional Open Dumping.
Kemudian TPA kedua berada di Koya Koso seluas 20 hektar, bantuan dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Papua yang menggunakan sistem Controlled Landfill. Lokasinya berjarak 20 kilometer dari TPA Nafri.
“Saat ini TPA Nafri kami alih fungsikan menjadi Pusat Daur Ulang (PDU). Proses pemilahan sampah di TPA Koya Koso memiliki syarat-syarat seperti ban bekas, besi dan kaleng, itu tidak boleh. Nah, sampah yang tak boleh dikelola pada sistem Controlled Landfill ini kami bawa ke Open Dumping dan dimusnahkan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Upaya Mengurangi Sampah
Upaya lain yang dilakukan Pemkot Kota Jayapura untuk mengurangi debit sampah, yakni dengan memberdayakan masyarakat menabung sampah di Bank Sampah Jayapura (BSJ) yang sudah resmi dibentuk 24 Maret 2016 lalu.
“Sampai saat ini, BSJ sudah memberdayakan 12 kelompok masyarakat yang tersebar di Kota Jayapura untuk berpartisipasi mengumpulkan sampah yang memiliki nilai ekonomis,” kata Frengki Numberi, Kepala Seksi Penanganan, Pengurangan Sampah dan Limbah B3 DLHK Kota Jayapura.
Frengki menjelaskan, di BSJ kelompok masyarakat itu diajarkan memilah sampah dari sumbernya atau dari rumah tangga masing-masing seperti plastik, kertas dan aluminium. Sampah-sampah itu nantinya akan dikumpulkan dan ditimbang.
ADVERTISEMENT
“Saat penimbangan itu kami catat lalu di konversi dari nilai kilo ke masing-masing harga satuan sampah. Misalnya harga karton tentu akan beda dengan harga plastik. Jumlah itu nanti kami catat di buku tabungan yang ada data dari penabung itu layaknya bank. Sampah-sampah yang dikumpulkan dari kelompok itu nantinya akan dibawa ke kantor induk untuk dipilah menjadi masing-masing jenis,” jelasnya.
BJS sendiri memiliki 14 jenis sampah yang memiliki nilai tukar rupiah. Harganya bervariasi, mulai dari 1000 rupiah hingga 6000 rupiah per kilogramnya. Data itu dapat dilihat pada akun instagram BSJ dengan nama akun: banksampahjayapura.
“Dari 14 jenis itu, saya pilah menjadi tiga kelompok besar yakni aluminium, kertas dan plastik. Sampai hari ini lebih dominan sampah plastik yang kami terima dari ibu-ibu dan anak-anak,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Frengki menyampaikan, nasabah yang bergabung di BSJ tak hanya dari kelompok binaan saja, tetapi juga dari sekolah, instansi dan individu. “Yang individu ini mereka yang inisiatif dan membawa sendiri sampahnya untuk ditabung,” ucapnya.
Tahun 2019 BSJ menargetkan 60 ton sampah untuk dikelola dengan cara menambah nasabah dan menambah item sampah baru. Dengan begitu diharapkan semakin banyak sampah yang dapat dikelola BSJ dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
Belum Ada Kepedulian
Menurut Fredrik H.A Wanda, seorang aktifis lingkungan dan juga Ketua Peduli Port Numbay Green (PPNG), masih banyak masyarakat yang belum memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan tempat tinggalnya.
“Bicara soal sampah, sampai saat ini masih ada sampah bekas perang dunia ke-II yang ditemukan, seperti botol plastik, kaleng bir dan kaca mata,” ungkap
Frederik. Dia menilai, sampah plastik merupakan sampah yang paling berbahaya dan sulit dimusnahkan meski dibakar, selain limbah sampah industri dan rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Menurut Frederik, sumber produksi sampah terbanyak di Kota Jayapura berada di pasar-pasar dan pemukiman warga yang tinggal dipinggir kali. Ketidakpedulian masyarakat yang tinggal di daerah itu membuat “tsunami” sampah di pesisir Teluk Port Numbay.
“Sampah warga yang dibuang di Kali Acai Abepura dan Kali Sborhoinyi Kotaraja di wilayah Kota Jayapura, jika hujan akan terbawa ke Dermaga Enggros dan tersangkut di akar-akar pohon bakau disana yang usianya sudah hampir 10 tahun,” kata Frederik, Rabu 20 Februari 2019.
Menurutnya, masalah sampah tak akan selesai jika masyarakat tak memiliki kesadaran. Meski beberapa komunitas yang sudah terbentuk gencar menyuarakan bahaya sampah, tak akan berpengaruh jika masyarakat tak peduli.
ADVERTISEMENT
“Saat ini kita berjalan bukan di atas tanah, tapi di atas sampah. Sampai kapan? Harus ada orang yang peduli. Saya pernah sampaikan kepada anak-anak coba cat botol plastik dan tulis nama mu disitu lalu buang dalam parit, setelah satu minggu cek di teluk, pasti botol itu ada disitu,” tuturnya.
Tak hanya itu, ia juga menyayangkan sikap para pengendara yang menggunakan mobil di Kota Jayapura. Kelakuan para pengendara yang sering membuang sampah dipinggir jalan menurutnya sangat tak patut dilakukan.
“Sampai kapan? Masyarakat sendiri harusnya sadar untuk membuang sampah pada tempatnya. Masyarakat kita yang saat ini menggunakan mobil malas tahu tentang sampah. Asal buang sampah sembarang,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Fredrik, masalah sampah bisa diatasi asalkan peraturan yang dibuat pemerintah ditaati. Seperti kebijakan Walikota Jayapura yang melarang penggunaan kantong plastik di swalayan harus segera dilakukan.
“Kalau itu dilanggar harusnya diberikan sanksi tegas. Kan ada banyak produk kantong yang bisa digunakan berulang kali, kenapa toko-toko tak bisa terapkan itu?” kata Fredrik dengan nada tanya.
Fredrik berharap masyarakat Kota Jayapura jangan hanya mengandalkan petugas dari Dinas Kebersihan atau pemerintah saja, sebab persoalan sampah merupahan tugas bersama yang harus diatasi juga secara bersama. (Liza)