Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Perlu Sinergi Tiga Tungku Hadapi Kekerasan pada Perempuan di Papua
20 Juni 2019 19:01 WIB
ADVERTISEMENT
Jayapura, BUMIPAPUA.COM – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise mengatakan, diperlukan sinergi dari tiga tungku, yakni pemerintah, tokoh adat, dan tokoh agama dalam menyelesaikan kasus kekerasan yang dihadapi perempuan dan anak di Papua.
ADVERTISEMENT
“Saya pikir di Papua ini sangat unik dan adatnya masih cukup tinggi. Kami sudah melakukan penelitian di beberapa daerah yang menjadi sampel dan banyak masukan yang kami terima soal penyelesaian kasus-kasus kekerasan kepada anak dan perempuan di Papua,” jelas Yohana saat membuka Pertemuan Koordinasi Tokoh Adat dan Agama di Papua, Kota Jayapura, Kamis (20/6).
Menurut Yohana, khusus perempuan, ada catatan penting yang menjadi perhatian, yakni pembangunan dan pemberdayaan gender di Papua belum memberikan kontribusi yang cukup tinggi untuk kualitas perempuan. Terus, partisipasi perempuan dari segala bidang masih rendah
“Lalu ekonomi juga masih rendah, akan tetapi menjadi catatan khusus di Kabupaten Jayawijaya, perempuannya cukup aktif dan pendapatannya lebih tinggi dari kaum laki-laki. Memang saya sudah kesana dan melihat langsung bagaimana perempuan di sana (Jayawijaya),” jelas Yohana.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kata Yohana, perhatian pemerintah daerah dinilai masih sangat rendah terhadap isu perempuan, seperti program untuk perempuan masih kurang, regulasi dan lainnya, padahal dana untuk program perempuan ini cukup tinggi.
”Yang saya tahu dana untuk perempuan ini cukup besar, seperti di salah satu kabupaten di Papua ini ada dananya setahun untuk program perempuan itu sekitar Rp18 miliar, akan tetapi sejauh ini programnya belum jelas,” ungkap Yohana.
Yohana juga mengatakan, masih banyak kasus-kasus yang dihadapi perempuan bertentangan dengan adat, seperti persoalan kasus-kasus yang diselesaikan lebih banyak diselesaikan secara kekeluargaan dan ini sangat bertolak belakang dengan undang-undang (UU) yang dibuat oleh negara.
“Diskusi awal bersama beberapa waktu lalu, ada salah seorang pendeta yang juga mengakui kurangnya pemahaman, tokoh adat dan tokoh agama soal UU positif seperti UU perlindungan anak, UU kekerasan rumah tangga dan UU lainnya,” jelas Yohana.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, kata Yohana, semua pihak harus duduk bersama dan memaparkan UU positif ini kepada para perempuan, tokoh agama dan tokoh adat, serta masyarakat, agar mereka tahu apa yang akan dilakukan jika menemukan kasus-kasus kekerasan yang dialamai perempuan dan anak di Papua.
“Saya berharap tokoh agama dan tokoh adat, agar dapat berkontribusi baik memberikan pelayanan untuk memajukan kaum perempuan dan melindungi anak-anak dari kekerasan. Sebab menyelamatkan perempuan dan anak sejak dini, merupakan indikator kuat mendukung pembangunan bangsa yang berkelanjutan,” jelas Yohana. (Pratiwi)