Sebelum Dibunuh, Briptu Hedar Sempat Antarkan Kopi dan Gula ke KKSB

Konten Media Partner
12 Agustus 2019 20:23 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembersihan jenazah Briptu Hedar di Puskesmas Ilaga (Foto: istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Pembersihan jenazah Briptu Hedar di Puskesmas Ilaga (Foto: istimewa)
ADVERTISEMENT
Wamena, BUMIPAPUA.COM - Kepala Pusat Kajian Keamanan Universitas Bhayangkara Jakarta, Profesor Hermawan Sulistyo atau biasa disapa Prof Kikiek, menyebut Briptu Hedar dan Bripka Alfonso diduga menjadi pancingan dari Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) di Kabupaten Puncak, Papua.
ADVERTISEMENT
Saat kejadian, keduanya sedang mengantarkan kopi dan gula ke tempat anggota KKSB. Informasi yang didapat Prof Kikiek, sebelum kejadian penyanderaan, Bripka Alfonso sudah melarang Hedar agar tak terlalu dekat dengan para terduga pelaku karena berbahaya. Namun, tiba-tiba saja almarhum diseret dan dibawa lari ke dalam hutan.
"Almarhum memang kenal baik dengan orang-orang itu, tapi ada masalah yang membuat mereka (KKSB) marah dan dendam. Kemudian keduanya dipancing dengan cara meminta kopi dan gula," kata Prof Kikiek, di Wamena, Papua, Senin (12/8).
Kepala Pusat Kajian Keamanan Universitas Bhayangkara Jakarta, Profesor Hermawan Sulistyo saat berada di Wamena, Kabupaten Jayawijaya. (BumiPapua.com/Liza)
Prof Kikiek juga mendapatkan informasi bahwa Briptu Hedar tewas dengan 3 peluru bersarang di tubuhnya. Sementara, Bripka Alfonso selamat, setelah berhasil melarikan diri dan tak terkena tembakan yang diarahkan oleh kelompok tersebut.
ADVERTISEMENT
"Anggota yang punya kontak dengan KKSB berusaha berkomunikasi dan didapatkan informasi sudah dieksekusi dengan tiga tembakan. KKSB beralasan, kedua anggota polisi ini sering membocorkan informasi dari KKSB," ujarnya.
Prof. Kikiek mengatakan, meskipun polisi memiliki program pendekatan melalui Satuan Tugas Pembinaan Masyarakat (Satgas Binmas) Noken yang memberikan bantuan dan bimbingan pertanian, peternakan atau kearifan lokal lainnya, namun bisa saja penyanderaan tersebut dilakukan oleh kelompok lain yang tinggal di hutan yang tak mendapatkan informasi itu. Sebab, kondisi geografis yang sangat sulit.
"Program Binmas Noken pada beberapa tempat ditolak, sementara pada sebagian wilayah malah minta. Jadi ini masalah komunikasi dan lapangan. Tetapi di tingkat nasional, dikapitalisasi sehingga menjadi masalah politis," tutup Prof Kikiek. (Liza)
Ilustrasi mayat. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT