Ulat Sagu Bisa Jadi Kuliner Lezat di Perhelatan PON XX Papua

Konten Media Partner
24 Desember 2019 18:09 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ulat sagui dapatkan dari batang pohon sagu yang tua. Bagian dalam batang pohon sagu ini penuh dengan zat tepung yang menjadi makanan ulat-ulat ini.
zoom-in-whitePerbesar
Ulat sagui dapatkan dari batang pohon sagu yang tua. Bagian dalam batang pohon sagu ini penuh dengan zat tepung yang menjadi makanan ulat-ulat ini.
ADVERTISEMENT
Jayapura, BUMIPAPUA.COM – Dalam menghadapi perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua tahun 2020 di Kabupaten Jayapura nanti, masyarakat Kabupaten Jayapura berinisiatif menyambut para tamu PON dengan kuliner khas Sentani di Kabupaten Jayapura, seperti masakan ulat sagu yang memiliki kelezatan tersendiri.
ADVERTISEMENT
"Papua punya Danau Sentani sebagai destinasi wisata, untuk kulinernya, Sentani juga miliki banyak jenisnya, terutama berkaitan sagu. Jadi selain makanan berbahan sagu, seperti papeda, bubur sagu, sagu panggang, dan kue sagu. Tapi kami juga punya ulat sagu yang memiliki citra rasa lezat,” jelas Naftali Felle, ketua kelompok pengerajin gerabah tradisional Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura, Selasa (24/12).
Menurut Naftali, masyarakat di Kampung Abar siap menyajikan ulat sagu yang diolah dengan dipanggang maupun dimakan langsung dalam perhelatan PON Papua nanti.
“Ulat sagu dikonsumsi masyarakat Sentani, baik mentah maupun diolah dengan dibakar. Ulat sagu yang masih segar baru diambil dari batang pohon sagu, memiliki rasa yang gurih dan sedikit beraroma sagu. Ketika digigit, dari perut ulat sagu akan mengeluarkan cairan yang memiliki rasa manis dan gurih,” jelas Naftali.
ADVERTISEMENT
Selain kulinernya yang beranekaragam, kata Naftali, pengunjung wisata maupun peserta PON Papua juga bisa mengolah sendiri makanan berbahan baku sagu. “Berkunjung ke Sentani, jangan hanya cari kulinernya saja. Tapi lihat juga cara pengolahannya. Dengan pengalaman cara pengolahannya, menjadikan pengalaman kuliner kita akan terasa lengkap,” terangnya.
Selain itu di Kampung Abar, kata Naftali, masyarakat setempat juga akan menyajikan kuliner berbahan organik yang bahan-bahannya didapatkan dan tumbuh alami di sekitar Danau Sentani maupundi kebun mereka yang berada di tepi hutan, tak jauh dari kampung mereka.
"Untuk mengolah, memasak, dan menyajikan makanan, kami menggunakan wadah gerabah. Gerabah ini hasil karya mama-mama di Kampung Abar. Semua cara pengolahan masakan selalu diwariskan dari generasi tua Abar ke generasi mudanya. Juga dilestarikan setiap keluarga,” jelas Naftali.
Ulat sagu yang diolah menjadi Sate Ulat Sagu. (Balleonews.com)
Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menjelaskan, ulat sagu merupakan kuliner favorit sejak masa pra sejarah, temuan arkeologi berupa pecahan gerabah di situs-situs di kawasan Danau Sentani membuktikan bahwa manusia pada masa prasejarah sudah mengolah kuliner berbahan sagu.
ADVERTISEMENT
"Ulat sagu didapatkan dari batang pohon sagu yang tua dan biasanya sudah tumbang. Bagian dalam batang pohon sagu ini penuh dengan zat tepung yang menjadi makanan ulat-ulat ini. Ulat sagu berwarna putih, berukuran tiga hingga empat centimeter,” jelas Hari.
Dijelaskan Hari, ulat sagu ini sebenarnya adalah larva kumbang penggerek Rhynchophorus ferrugineus. Ulat sagu memiliki kandungan protein tetapi sebagian besar adalah lemak. Ulat sagu menjadi menu tambahan bagi masyarakat pesisir Papua, karena tak setiap saat akan dijumpai ulat ini. “Untuk 100 gram ulat sagu, mengandung 181 kalori dengan 6,1 gram protein dan 13,1 gram lemak,” kata Hari.
Berkaitan dengan kuliner khas yang akan disajikan bagi tamu PON XX Papua tahun 2020, kata Hari, ulat sagu perlu diolah secara kreatif dan variatif. Sehingga diharapkan dapat menghilangkan atau bisa mengurangi rasa jijik bagi yang belum pernah memakannya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Hari berharap pemerintah daerah terkait perlu melakukan pelatihan pada mama-mama (kaum peremouan atau ibu-ibu) masyarakat Sentani agar bisa menyajikan ulat sagu yang lebih kekinian. Pelatihan ini bisa mengundang chief hotel atau restauran, bisa juga melibatkan komunitas Papua Jungle Chief.
“Sehingga, nantinya ulat sagu dapat diolah atau dikreasikan jadi makanan berbahan ulat sagu, seperti sate ulat sagu, roti dengan isi ulat sagu, sop ulat sagu, spageti dengan irisan ulat sagu, bakwan, nasi goreng ulat sagu, bakso ulat sagu dan keripik ulat sagu,” jelas Hari. (Fitus Arung)