Konten Media Partner

Wujud Kebersaman dalam Festival Makan Papeda di Sempe

1 Oktober 2018 11:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wujud Kebersaman dalam Festival Makan Papeda di Sempe
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Makan papeda bersama di Kampung Abar, Kabupaten Jayapura. (BumiPapua.com/Fitus)
ADVERTISEMENT
Sentani, BUMIPAPUA.COM – Meja panjang beralaskan anyaman daun sagu sengaja disediakan warga Kampung Abar, Distrik Ebungfau, Kabupaten Jayapura untuk menyambut tamu pada pagelaran Festival Makan Papeda di Sempe 2018.
Festival tahunan kali ini, merupakan tahun kedua untuk mengundang tamu dari luar kampung dalam menyantap papeda bersama.
Pada meja-meja panjang diletakkan sempe, wadah dari tanah liat yang di dalamnya terdapat sagu dan masakan kuah ikan mujair. Setiap dua sempe yang terdiri dari sagu yang dimasak menjadi papeda dan ikan kuah mujair bisa dinikmati 4-5 orang pengunjung. Cara makan papeda secara tradisional ini memiliki nilai kebersamaan tersendiri.
Festival Makan Papeda di Sempe, merupakan ajang promosi untuk mempertahankan panganan lokal Papua. Festival ini selalu dilaksanakan 30 September setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Suku Kampung Abar yang menjadi inisiator festival, Yosafat Naftali menyebutkan Festival Makan Papeda di Sempe menjadi ajang untuk memperkenalkan sagu atau papeda yang merupakan panganan pokok bagi masyarakat Papua pada umunya dan daerah Sentani pada khususnya.
Wujud Kebersaman dalam Festival Makan Papeda di Sempe (1)
zoom-in-whitePerbesar
Papeda yang diletakkan sempe dan siap disantap bersama. (BumiPapua.com/Fitus)
“Ibu dari segala makanan di Papua adalah sagu atau papeda. Warga Kampung Abar juga sengaja melaksanakan festival ini setiap tahunnya, karena dari 138 kampung di 5 kelurahan di Kabupaten Jayapura, Kampung Abar menjadi satu-satu penghasil sempe atau gerabah,” kata Naftali, Minggu (30/9) yang ditemui pada pagelaran festival itu.
Kemudian, makna dari makan papeda dari satu sempe adalah satu kesatuan dari keluarga yang tidak terpisahkan. Naftali berkisah, sama halnya dengan satu keluarga duduk bersama, baik orang tua dan anak yang mengelilingi papeda.
ADVERTISEMENT
“Setiap orang yang mengelilingi sempe akan mengambil papeda dari satu sempe dan juga ikan. Disanalah ada hubungan kekeluargaan dan kekerabatan. Saat mereka makan, kadang ada nasihat-nasihat yang diberikan orangtua,” ujarnya.
Sementara itu, Asisten III Setda Kabupaten Jayapura Demeteuw mengatakan sagu selalu melekat pada orang Papua. Sebelum pemerintah ada, masyarakat sudah mengelola sagu dengan cara tersendiri. Sebagai bentuk pengakuan terhadap nilai-nilai adat, sagu tidak bisa dipisahkan dari kehidupan orang asli Papua. “Dalam sebuah pesta ketika papeda tidak ada, maka pesta tidak akan menarik,” kata Demeteuw.
Menurut dia, apa yang dibuat oleh Kampung Abar berupa Festival Makan Papeda di Sempe, sejalan dengan visi-misi Pemkab Jayapura untuk kebangkitan adat Kabupaten Jayapura. “Saya harap festival ini bisa menghidupkan kembali budaya orang Sentani dengan makan papeda dalam sempe,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
(Fitus)