Omnibus Law Cipta Kerja VS Kedaulatan Pangan

Bung Gunawan
Analis kebijakan publik, penulis, kolumnis, paralegal dan konsultan independen.
Konten dari Pengguna
30 Maret 2020 15:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bung Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kopi Lokal dan Pangan Lokal
zoom-in-whitePerbesar
Kopi Lokal dan Pangan Lokal
ADVERTISEMENT
RUU Cipta Kerja merubah, menghapus dan memberi aturan baru bagi puluhan undang-undang di dalam satu RUU, termasuk yang terkait pangan, yang mana beberapa undang-undang tersebut juga dituntut oleh WTO (World Trade Organization) untuk dirubah. antara lain UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU 13/2010 tentang Hortikultura, UU 18/2012 tentang Pangan, serta UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
ADVERTISEMENT
Jika Omnibus Law RUU Cipta Kerja seperti rombongan dalam satu bis, RUU Cipta Kerja juga menciptakan minibus-minibus, karena RUU Cipta kerja banyak memberi mandat kepada PP dan Perpres. Timbul pertanyaan apakah bisa RUU Cipta Kerja mengharmoniskan peraturan perundang-undang terkait pangan ? Dan bagaimana dampaknya bagi kebijakan kedaulatan pangan ?
Kelembagaan Pangan
Kedaulatan pangan didefinisikan oleh UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan UU 18/2012 tentang Pangan sebagai hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
UU Pangan memandatkan agar berdaulat di bidang pangan, maka ketersediaan pangan dilakukan secara mandiri, sehingga impor dibatasi. Pasal 1, Pasal 14 dan Pasal 15 UU Pangan, menyatakan bahwa ketersediaan dan sumber penyediaan pangan berasal dari produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional, serta Pemerintah mengutamakan produksi pangan dalam negeri untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi Pangan
ADVERTISEMENT
Ketika produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional tidak dapat memenuhi kebutuhan, Pasal 1, Pasal 14 dan Pasal 36 UU Pangan, memperbolehkan impor pangan sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi kebijakan impor pangan oleh Pemerintah, berdasarkan Pasal 39 UU Pangan, tidak boleh berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, kesejahteraan Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan mikro dan kecil.
Pengarusutamaan produksi dalam negeri dan pembatasan impor pangan juga diatur dalam Pasal 15 UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang menyatakan bahwa Pemerintah berkewajiban mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, dan kewajiban mengutamakan produksi pertanian dalam negeri dilakukan melalui pengaturan impor komoditas pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Pasal 33 dan Pasal 66 RUU Cipta Kerja justru merubah arah kedaulatan pangan dengan merubah ketentuan Pasal 14 UU Pangan dan Pasal 15 UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dengan menyatakan bahwa sumber penyediaan pangan berasal dari produksi pangan dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan. Hal ini menunjukan bahwa impor pangan kedudukannnya sejajar dengan produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional, bukan lagi pembatasan impor.
Pasal 115 RUU Cipta Kerja juga merubah ketentuan Pasal 37 UU 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya dan Petambak Garam, pengendalian impor perikanan dan penggaraman yang diatur lewat undang-undang, dirubah dengan diatur lewat Peraturan Pemerintah.
Selama ini yang sering menjadi masalah terkait kebijakan Pemerintah tentang impor pangan adalah pelaksanaan dari Pasal 36 ayat (3) UU Pangan yang menyatakan bawah kecukupan produksi pangan pokok dalam negeri dan cadangan pangan pemerintah ditetapkan oleh menteri atau lembaga pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pangan.
ADVERTISEMENT
Permasalahan sebagaimana tersebut di atas terlihat dari ketidaksingkronan antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan BULOG dalam kebijakan impor, serta lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagaimana dimandatkan Pasal 126 UU Pangan belum terbentuk. Padahal Pasal 151 UU Pangan telah memberikan tenggat waktu, Lembaga Pemerintah yang menangani bidang pangan harus telah terbentuk paling lambat 3 tahun sejak UU Pangan diundangkan.
RUU Cipta Kerja juga tidak lagi membatasi penanaman modal asing di hortikultura dengan merubah ketentuan dalam Pasal 100 UU 13/2010 tentang Hortikultura, dengan menghapus ketentuan besarnya penanaman modal asing dibatasi paling banyak 30% (tiga puluh persen). Padahal pasal tersebut menurut Mahkamah Konstitusi sesuai dengan mandat Pasal 33 UUD 1945. Seharusnya dalam rangka kedaulatan pangan, negara melakukan pemberdayaan petani pemulia benih.
ADVERTISEMENT
Kedaulatan pangan mutlak mensyaratkan perluasan lahan pertanian atau ekstensifikasi kawasan pertanian sebagai sentra produksi pangan. Namun RUU Cipta Kerja melalui Pasal 32, Pasal 121, dan Pasal 122 merubah ketentuan dalam Pasal 19 UU 22/2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, Pasal 10 UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan Pasal 44 UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan dengan memasukan progam strategis nasional selain tanah untuk kepentingan umum, yang bisa melakukan alih fungsi lahan budidaya pertanian pangan berkelanjutan dan menambah objek tanah untuk kepentingan umum, dari 18 menjadi 22 objek, sehingga lebih banyak objek pembangunan yang bisa melakukan alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan.
Kepastian Kerja
ADVERTISEMENT
Sebagai bangsa agraris dan maritim, adalah keharusan Negara untuk menjaga keberlanjutan usaha masyarakat perdesaan yang bekerja di sawah, ladang, kebun, hutan, sungai, pesisir dan laut, sebagai sokoguru perekonomian nasional, serta memastikan upah buruh mampu untuk membeli pangan yang beragam, berkualitas dan sehat dari yang dihasilkan masyarakat produsen pangan.
Dunia yang sedang dilanda krisis ekonomi dan diperparah oleh wabah penyakit Covid-19, menjadi pelajaran tentang arti penting berdaulat secara produksi dan cadangan pangan sehingga akses kepada sumber pangan tetap terjaga dan Negara dapat memberikan bantuan pangan kepada kelompok khusus dan dalam kondisi khusus.