Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Panca Reforma Agraria Perdesaan
22 Oktober 2021 11:12 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Bung Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dampak pandemi Covid 19 di Indonesia, semakin menunjukan arti penting kawasan perdesaan dalam pemulihan ekonomi nasional. Pertama. Kawasan perdesaan tetap menjadi produsen utama pangan yang menopang ketersediaan pangan nasional; Kedua. Kawasan perdesaan menjadi tumpuan masyarakat perkotaan untuk “pulang kampung” ketika industri dan jasa di kota terkena dampak pandemi untuk memulai penghidupan baru di desa; Dan ketiga, ikatan sosial masyarakat perdesaan memungkinkan terjadinya usaha bersama mencari penghidupan baru di desa berbasis kekayaan alam yang tersedia di perdesaan.
ADVERTISEMENT
Kekayaan alam di perdesaan inilah yang menjadi mesin penggerak ekonomi nasional berbasis investasi pengelolaan sumber-sumber agraria seperti perkebunan, perikanan, kehutanan, dan pertambangan dalam skala besar. Namun ada dampak negatif berupa perluasan penguasaan dan penggunaan sumber-sumber agraria oleh investor, sehingga terus memperlebar jurang ketimpangan penguasaan sumber sumber agraria dan jurang kesenjangan sosial. Kerawanan pangan dan kemiskinan di perdesaan tidak segera teratasi meskipun investasi skala besar terjadi di sekitar kawasan perdesaan.
Kelahiran UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) yang diperingati sebagai Hari Tani, sesungguhnya adalah mandat bagi negara untuk menciptakan kemakmuran di perdesaan melalui kebijakan reforma agraria,
Konstitusionalitas Desa
Desa dengan keistimewaaanya telah dibahas sejak pembentukan UUD 1945 hingga kemudian diatur dalam pasal 18 UUD 1945 yang menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
ADVERTISEMENT
Di dalam Penjelasan UUD 1945, terdapat penjelasan makna pengaturan sebagaimana tersebut di atas, yaitu bahwa di dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landchappen dan volksgetneenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.
Amandemen UUD 1945, membawa perubahan pada pasal 18 UUD 1945. Pasal 18B (1) UUD 1945 menyatakan bahwa, negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Lalu kemudian pasal 18B (2) UUD 1945 menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
ADVERTISEMENT
Di dalam UU No.6/2014 tentang Desa, negara telah memberikan rekognisi atau pengakuan dan penghormatan terhadap hak asal usul atau hak tradisional desa, dan kewenangan desa yang bersumber dari hak asal usul. Aset Desa memiliki arti penting untuk memperlihatkan sejauhmana rekognisi itu berjalan.
UU Desa menyebutkan aset desa yang terkait sumber-sumber agraria yaitu tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, dan pemandian umum, Salah satu hambatan pembangunan dan pemberdayaan desa adalah minimnya aset desa sehingga mendukung penghidupan desa yang bercorak agraris-maritim.
Untuk itu diperlukan kebijakan negara berupa : Pertama. Agar aset desa bisa dipergunakan secara optimal oleh desa, maka desa-desa yang statusnya di dalam kawasan hutan, perkebunan, dan pertambangan harus dikeluarkan dari kawasan tersebut. Selain itu diperlukan indentifikasi dan inventarisasi aset desa yang berdasarkan asal usul supaya tidak tumpang tindih dengan penguasaan-pemilikan pihak lain; Kedua. Agar sumber-sumber agraria yang dapat dipergunakan oleh desa makin luas, BUMDesa hendaknya dapat melakukan usaha secara swadaya maupun melalui kemitraan di kawasan hutan, dan perkebunan, serta wilayah pengelolaan perikanan; Ketiga. Diberlakukan batas maksimum penguasan tanah untuk kepentingan investasi yang diperhitungkan per daerah berdasarkan kepadatan penduduk, luas lahan pertanian pangan, dan daya dukung lingkungan hidup, sehingga kelebihan dari batas maksimum penguasaan tanah bisa diredistribusi untuk desa. Keempat. Kebijakan reformulasi dan realokasi Dana Desa, Alokasi Dana Desa, dan Bantuan Keuangan Khusus dari Pemda untuk Desa yang dapat mendorong kinerja pemerintah desa dalam pengelolaan sumber-sumber agraria dalam rangka mengatasi kerawanan pangan dan kemiskinan serta mendukung pelestarian lingkungan hidup di kawasan perdesaan; Kelima. Perlunya kebijakan pengarutamaan pertanian keluarga dan desa dalam kebijakan pangan pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan , sehingga dalam pembangunan nasional maupun pembangunan daerah berbasis pengelolaan sumber-sumber agraria, petani, nelayan, dan BUMDesa menjadi subjek, serta pembangunan akan berdampak langsung bagi kawasan perdesaan desa.
ADVERTISEMENT
Prakarsa Desa
Panca reforma agraria perdesaan sebagaimana dimaksud di atas akan mendorong prakarsa desa dalam inovasi pembangunan desa sebagai soko guru perekonomian nasional yang kuat sehingga dapat dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.