Quarter Life Crisis: Hadapi Ketakutan Menuju Kedewasaan

Bunga Oktafia Cahyani
Mahasiswi Sastra Indonesia, Universitas Pamulang (UNPAM).
Konten dari Pengguna
23 Juni 2023 8:03 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bunga Oktafia Cahyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi orang sedih dan putus asa. sumber: https://pixabay.com/
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi orang sedih dan putus asa. sumber: https://pixabay.com/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat membayangkan menjadi dewasa itu adalah hal yang menakutkan dan khawatir dengan jalan yang diambil di dunia yang tidak dikenal. Dulu, pernah sewaktu kecil beranggapan bahwa menjadi orang dewasa itu menyenangkan. Bisa bekerja, menghasilkan uang sendiri, bebas dari segala aturan, dan bisa merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya tanpa harus menghadapi larangan orang tua.
ADVERTISEMENT
Namun, ketika beranjak dewasa sebagian besar orang menyesali itu semua, menjadi dewasa tidak begitu menyenangkan seperti angan-angan pemikiran sewaktu kecil. Banyak tanggung jawab dalam hidup yang mulai membebani batin dan pikiran. Semakin dewasa, semakin terlihat bagaimana cara manusia di dunia ini bekerja. Terkadang ketika beranjak dewasa, rasa takut menghantui diri oleh fakta-fakta dunia yang seisinya begitu menyeramkan.
Menurut data dari Yale Medicine, 70 persen orang di usia dewasa muda pernah mengalami Quarter Life Crisis (QLC). Fase dewasa memang membuka jalan kita untuk mencari jati diri yang sebenarnya. Dewasa adalah fase yang rentan bagaimana seorang dapat mengontrol emosi dalam dirinya.
Ada pula orang bertanya apakah mereka sudah menjadi dewasa secara fisik atau mental. Secara fisik dan usia mungkin sudah merasa pribadinya bisa disebut dewasa, tetapi mentalnya belum siap menghadapi fase di mana menjadi seorang dewasa adalah hal yang sulit dihadapi.
ADVERTISEMENT
Mental yang belum siap menghadapi fase menjadi dewasa akan menyebabkan seseorang mengalami fase Quarter Life Crisis (QLC) yaitu suatu kondisi dimana dirinya merasa takut, pesimisme, khawatir, bingung dan tidak memiliki arah tujuan karena adanya ketidakpastian dalam kelanjutan hidupnya.
Sebuah survei yang dilakukan LinkedIn, 75 persen orang berusia 25-33 tahun mengaku pernah mengalami Quarter Life Crisis (QLC). Quarter Life Crisis (QLC) adalah masa-masa emosional seseorang pada usia sekitar 18 hingga 30 tahun. Quarter Life Crisis (QLC) hadir karena bebagai tekanan atau tuntutan dari orang tua maupun lingkungan sekitarnya.
Pasti ada pertanyaan yang menurut sebagian orang ringan, semacam "Kapan nikah?", "Kapan kaya?" justru pertanyaan semacam itu dapat membebankan pikiran seseorang dan mengalami kekhawatiran akan omongan dari orang lain. Meskipun sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan, jangan sampai kita memasrahkan diri saat fase Quarter Life Crisis (QLC) mempengaruhi kehidupan kita.
ADVERTISEMENT
Quarter Life Crisis (QLC) juga ternyata pernah dialami oleh aktris terkenal Indonesia yaitu Maudy Ayunda. Hal itu diungkapkan oleh Maudy Ayunda dalam video perbincangannya bersama Marissa Anita yang diunggah di kanal Youtube Greatmind pada 5 November 2021.
Dalam obrolannya, beliau menceritakan pengalamannya berhadapan dengan krisis seperempat abad tersebut. Dari pernyataan tersebut, kita mengetahui bahwa kita tidak sendirian mengalami Quarter Life Crisis (QLC) dan orang yang berpengaruh serta sukses seperti Maudy Ayunda saja pernah merasakannya.
Ketakutan menuju dewasa adalah hal yang biasa dirasakan oleh para remaja labil. Namun, jangan biarkan hal itu terus mempengaruhi diri kita di kehidupan. Jika kita larut dalam kondisi tersebut, tentu tidak akan ada perubahan dalam hidup. Memberanikan diri, mengurangi bermain media sosial dan berusaha mengetahui diri sendiri adalah salah satu cara mengurangi Quarter Life Crisis (QLC). Ini bisa menjadi sebuah pelajaran dalam proses menuju kedewasaan.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang sedang dalam fase Quarter Life Crisis (QLC) sering kali bersikap pesimistis dan takut melangkah maju, selalu melihat pencapaian orang lain dari atas lalu mengeluh pada diri sendiri. Apakah kalian pernah merasa iri dan takut melihat teman kalian lebih maju dari kalian?
Pasti kita ingin mengambil langkah mengejar mereka agar tidak takut tertinggal. Alasan ketakutan itu karena kita tidak mau dibandingkan dengan orang lain yang dapat membebankan pikiran. Tetapi di saat mengejar langkah mereka, justru akan kehabisan napas karena tidak bisa menyeimbangkan langkah diri sendiri dengan orang lain.
Kegagalan inilah yang membuat seseorang takut melangkah maju dan bersikap pesimis, selalu menyerah ketika sekali gagal dalam melangkah. Sebenarnya ini menunjukkan bahwa, jalan kesuksesan orang lain belum tentu menjadi jalan kesuksesan untuk diri kita. Tidak perlu mengikuti cara dan gaya orang lain untuk meraih kesuksesan, tetap ikutilah gaya dan cara diri sendiri sesuai kemampuan yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
Pasti ada hari dimana saat mengalami fase Quarter Life Crisis (QLC) kita akan merasa sedih tanpa alasan yang jelas. Memikirkan bagaimana semua orang kecuali kita menjalani hidup mereka dengan sibuk dan bekerja keras sementara untuk melangkahkah kaki saja kita terasa berat. Ada orang yang ingin berhenti kerja karena sistem pekerjaan yang tidak sesuai dengan realita. Ada orang yang istirahat sejenak dari hiruk pikuk dunia ini berjalan.
Benar, di dunia ini tidak ada yang berjalan sesuai rencana dan bahkan tidak ada tempat untuk bersembunyi dari ketakutan itu. Tetapi ketakutan dan banyak memikirkan sesuatu secara berlebihan dapat mempengaruhi kinerja dan membuat seseorang merasa frustrasi, merasa lelah dan sedih dengan menyalahkan dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan berpikir tidaklah baik, padahal hampir 99 persen ketakutan dan kecemasan bersumber dari imajinasi yang orang itu ciptakan sendiri. Apabila ketakutan dari kekhawatiran dalam memikirkan sesuatu secara berlebihan tidak segera diatasi bisa menyebabkan stres, gangguan kecemasan, dan depresi.
Menjadi dewasa seseorang pasti akan mengalami yang namanya keterasingan sosial. Entah karena dijauhi atau menjauhkan diri sendiri dari banyak orang. Banyak orang dewasa yang kehilangan kontak atau komunikasi, padahal suaranya ingin sekali didengarkan oleh banyak orang. Tidak seperti saat masih kecil ketika mengungkapkan sesuatu orang lain akan antusias mendengarkannya.
Namun ketika beranjak dewasa, pasti kita mengalami bagaimana orang-orang yang sudah tidak peduli lagi dan tidak ingin mendengarkan suara kita sekalipun itu orang terdekat dalam hidup. Sekali di dengar, justru mereka malah menghakimi. Itulah yang membuat diri kita terkadang merasa asing di lingkungan sekitar. Menjadi malas berbicara, berkomunikasi, berkontakan, bertemu orang, menyapa atau sekedar berbagi cerita.
ADVERTISEMENT
Seperti paus Whalien 52 yang bernyanyi pada frekuensi 52 Hz, yang artinya suara bernyanyinya tidak dapat di dengar oleh paus lainnya di seluruh dunia, meski tidak terdengar dia terus bernyanyi. Hal ini dianggap seperti anak muda ketika harus menghadapi generasi tua pada fase menuju dewasa. Sesulit apapun kehidupan ini, kita harus terus menghadapinya, membuka suara meskipun banyak orang lain tak menganggap diri kita ada di dunia.
Jika ada yang merasa kehilangan arah, menghadapi keraguan dan ketidakpastian dalam hidup atau merasa tertekan saat memulai hal baru. Jangan terburu-buru, istirahat dan ambil langkah pelan-pelan sesuai kemampuan, bisa saja ada yang terlewatkan dalam langkah itu.
Kita muda dan liar, jangan pernah merasa takut dan khawatir dalam mengambil langkah, jangan terjebak dalam ketakutan yang tanpa alasan itu. Kita bisa mengimbangi ketakutan diri dengan mencintai diri sendiri lalu bercerita pada orang lain dan tertawa bersama. Menjadi dewasa adalah hal yang menyenangkan jika kita menikmatnya secara perlahan dan senantiasa bersyukur. Dengan menjadi sosok dewasa kita memahami apa hal yang kita inginkan.
ADVERTISEMENT