Konten dari Pengguna

Kasus tidak kunjung diselesiakan, Buruh Pembuat Sepatu Adidas akan melapor ke OECD

Buruh Sosial
Independen Militan
14 Maret 2018 23:51 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Buruh Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus tidak kunjung diselesiakan, Buruh Pembuat Sepatu Adidas akan melapor ke OECD
zoom-in-whitePerbesar
Komite Kebebasan Berserikat Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) bersidang dan mengeluarkan Rekomendasi Nomor  3124, pada Oktober 2016. Rekomendasi ILO menyatakan bahwa pemecatan terhadap buruh PT Panarub Dwikarya Benoa (PT Panarub Dwikarya adalah anak usaha PT Panarub Group, salah satu perusahaan pembuat sepatu Adidas di Indonesia) yang melakukan pemogokan merupakan pelanggaran terhadap hak berserikat berserikat dan berunding.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi tersebut pun menegaskan bahwa pengerahan organisasi paramiliter untuk menghalangi pemogokan merupakan bagian dari perampasan hak asasi buruh. Rekomedasi ILO pun menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus segera membentuk tim investigasi independen agar hak buruh dipulihkan dan segera mendapatkan hak-haknya. 
Satu setengah tahun berlalu sejak keluarnya Rekomendasi ILO. Tidak ada perkembangan apapun. Lebih dari 300 buruh PT Panarub Dwikarya hidup terkatung-katung. Tanpa kepastian. Pada 2 Februari 2018, di hadapan para buruh PT Panarub Dwikarya Benoa, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (Dirjen PHI dan Jamsos) Haiyani Rumondang sama sekali tidak menjelaskan langkah apa saja yang sudah ditempuh Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan Rekomendasi ILO di atas. 
ADVERTISEMENT
Panarub Group dan Adidas pun seolah saling lempar tanggung jawab.Bahkan,Adidas mengindikasikan lari dari tanggung jawabnya. Mereka mengatakan tidak bersedia membicarakan kasus pemecatan ilegal kepada buruh di PT Panarub Dwikarya Benoa.
Di kesempatan yang sama,Dirjen PHI dan Jamsos pun menyatakan,agar buruh tidak mengadukan kasusnya melalui mekanisme internasional. Ia berharap kasus di PT PDK diselesaikan baik-baik: win-win solution. Nyatanya,tidak ada perkembangan apapun. “ Pemerintah meminta kasus ini diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat,tetapi hampir enam tahun kasus ini kami tidak melihat keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas pelanggaran kemanusiaan yang sudah dilakukan oleh PT Panarub Dwikarya,Adidas dan Mizuno serta kelalaian Disnaker Kota Tangerang yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan benar.
ADVERTISEMENT
Langkah kami adalah mendapatkan keadilan karena Adidas & Mizuno brand Internasional yang sudah mendapatkan keuntungan dari keringat buruh perempuan PT Panarub Dwikarya” ujar Kokom Komalawati Ketua SBGTS GSBI PT Panarub Dwikarya”Kasus buruh PT Panarub Dwikarya Benoa hampir mencapai enam tahun.
Kasus ini terjadi pada Juli 2012, ketika lebih dari 2000 buruh menuntut pembayaran upah sektoral, kebebasan berserikat dan perbaikan syarat-syarat kerja dengan cara mogok. Perusahaan membalas pemogokan buruh dengan pemecatan ilegal. Tidak hanya itu, perusahaan pun diduga kuat mengerahkan pasukan paramiliter untuk menghalangi-halangi pemogokan buruh.
Sebenarnya,sudah banyak cara ditempuh oleh para buruh untuk menyelesaikan permasalahan.Namun,tidak ada itikad baik dari pengusaha maupun pemilik merek. Pemerintah pun tidak berupaya keras memaksa perusahaan mengakhiri kasusnya. Buruh PT Panarub Dwikarya sudah mengadukan kasusnya ke Komisi Hak Asasi Manusia, kepada Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, dan kepada Komisi Nasional Perempuan.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi dari lembaga negara diabaikan.Adidas sebagai brand internasiol, memiliki kode etik bisnis (Code of Conduct/CoC), yang di dalamnya menyatakan bersedia mematuhi hukum nasional dan memenuhi hak buruh. Adidas merupakan salah satu penandatangan Protokol Kebebasan Berserikat (FOA Protocol),yang menjanjikan kebebasan berserikat.
Adidas pun sering menyebut-sebut memiliki kebijakan sosial Corporate Social Responsibility (CSR).Di dalamnya disebutkan bahwa Adidas mendukung kondisi kerja yang baik,upah dan tunjangan yang adil, dan hak kebebasan berserikat.Jelas sekali,Adidas melanggar komitmennya.
Kasus di PT Panarub Dwikarya menyatakan hal sebaliknya. CoC,FoA,dan CSR sekadar pemanis mulut yang tidak berguna.Sekadar penghias untuk menarik keuntungan dari konsumen dan mengelabui buruh yang terlibat dalam menyusun FOA.Memasuki tahun keenam,tidak ada kejelasan tentang nasib buruh PT Panarub Dwikarya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu,kami yang terdiri dari CCC-Suedwind dan LIPS (Lembaga Informasi Perburuhan Sedane) akan menempuh cara lain.Kami akan mengadukan Adidas melalui OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development.Kenapa OECD? Adidas adalah merek bangsa Jerman.Jerman adalah anggota OECD. National Contact Point Jerman mengisyaratkan bahwa mereka bersedia menerima keluhan dan mengatasi pelanggaran hak asasi manusia,di mana perusahaan asal mereka beroperasi di negara manapun. NCP Jerman menetapkan prosedur, jika persoalan terjadi di negara-negara yang tidak patuh, negara asalnya akan mengambil peran untuk menyelidiki dan mengikuti prosedur yang berlaku agar dapat dilaksanakan.
Untuk itu,dalam kasus Adidas di Indonesia, NCP Jerman memiliki peran yang sama. Untuk itu, Sudwind, CCC da LIPS meminta NCP Jerman menggunakan wewenangnya agar menyelesaikan kasus di PT Panarub Dwikarya.Tanggal 15 Maret 2018 ( waktu Jerman ) Sudwind akan memasukan laporan kasus ini ke EOCD Jerman setelah sebelumnya tanggal 13 Maret 2018 melakukan konfrensi press.
ADVERTISEMENT
Dan di Indonesia sendiri aksi ini dilakukan di Kedubes Jerman dan Kantor Adidas sebagai dukungan atas pelaporan tersebut. Aksi ini diikuti oleh buruh PT Panarub Dwikarya beserta basis GSBI di Jakarta dan solidaritas dari beberapa organisasi mahasiswa.
Tangerang 14 Maret 2018
Kontak Person : 
Kurbana Yastika ( 085691312743)
Kokom Komalawati ( 08128870192 )