news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mewujudkan Merdeka Belajar di Masa Pandemi

Nur Azizah Muyassaroh
ASN di BPS Kabupaten Ciamis Jawa Barat
Konten dari Pengguna
2 Mei 2021 11:21 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Azizah Muyassaroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Belajar Mandiri di Rumah. Photo by: Azizah
zoom-in-whitePerbesar
Belajar Mandiri di Rumah. Photo by: Azizah
ADVERTISEMENT
Sudah lebih dari setahun pandemi ini berlangsung. Artinya anak-anak pun sudah setahun lebih berjuang mengikuti pendidikan melalui pembelajaran secara daring atau online. Berbagai cara ditempuh orang tua dan sekolah agar anak-anak tetap bisa mengikuti pelajaran dengan baik meskipun tidak bertatap muka langsung dengan pengajarnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini sekitar 63 juta penduduk Indonesia masih bersekolah. Dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. Mereka tersebar di seluruh pelosok tanah air dengan kondisi infrastruktur yang berbeda-beda.
Pembelajaran online membutuhkan usaha tersendiri agar siswa dapat mengikutinya dengan baik. Gawai merupakan alat utama dalam melaksanakan pembelajaran online ini. Umumnya siswa menggunakan telepon pintar android. Materi disampaikan oleh guru melalui aplikasi pesan seperti WhatsApp. Pertemuan tatap muka juga dilakukan dengan menggunakan aplikasi Zoom meeting atau Google Meet.
Bagi siswa dari kalangan menengah ke atas, orang tuanya dapat membelikan laptop agar anaknya dapat mengikuti penjelasan dari guru dengan lebih baik. Namun bagi siswa dengan keterbatasan biaya, mereka harus fokus memperhatikan pembelajaran dalam layar yang ukurannya kecil, antara lima hingga tujuh inci saja. Bisa dibayangkan ketika siswa harus membaca slide demi slide yang ditayangkan gurunya dari gawai yang berukuran kecil ini.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, pembelajaran online juga menuntut kesiapan infrastruktur berupa jaringan internet yang cepat. Dari data potensi desa yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2018 lalu, 26.700 desa terjangkau jaringan 4G, 33.800 desa dapat menggunakan jaringan 3G dan 9.711 desa hanya dapat menerima jaringan 2G.
Sementara itu masih terdapat 6.961 desa yang belum terjangkau internet. Hal ini harus menjadi perhatian dari pemerintah mengingat pentingnya kualitas jaringan internet dalam proses pembelajaran online ini. Anak-anak tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik jika kualitas jaringan tidak memadai.
Proses pembelajaran online juga perlu kesiapan dari sekolah dan guru. Selama ini guru mengajar dengan mengandalkan papan tulis, sekarang harus menggunakan teknologi digital. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah. Bagi karyawan yang sudah terbiasa menggunakan komputer, kehadiran aplikasi-aplikasi baru sudah menjadi rutinitas dalam pekerjaan. Namun tidak demikian bagi guru yang memang harus lebih banyak berinteraksi dengan siswa ketimbang teknologi.
ADVERTISEMENT
Sekarang guru dituntut untuk menyampaikan materi dari jarak jauh. Pertemuan tatap muka diganti dengan video pembelajaran. Guru dituntut untuk lebih kreatif. Sayangnya, pandemi membuat guru sendiri pun harus mempelajari teknologi ini secara otodidak dan mandiri. Belum ada sarana pelatihan memadai agar guru beradaptasi dengan metode belajar di masa pandemi ini.
Untuk siswa di jenjang SMA, mungkin tidak ada kesulitan dalam mengikuti pembelajaran. Di dalam diri seorang pelajar tingkat SMA, biasanya sudah tertanam cita-cita yang kuat untuk masa depannya. Mereka bersiap untuk masuk ke jenjang pendidikan tinggi yang diidamkan. Hal ini adalah motivasi utama bagi siswa untuk berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi ini.
Kondisi tersebut berbeda dengan siswa di tingkat SD dan SMP. Jiwa kekanak-kanakan masih mendominasi. Keterbatasan ruang gerak membuat psikologis anak merasa bosan. Mereka yang biasanya mengisi waktu istirahat dengan bermain bersama teman-temannya, sekarang menjalani pembelajaran online ini sendirian. 25,48 juta siswa di tingkat SD dan 10,12 siswa di tingkat SMP perlu mendapat perhatian lebih dalam proses pembelajaran online saat ini.
ADVERTISEMENT
Anak-anak juga lebih cepat lelah mengikuti pembelajaran online dibandingkan dengan tatap muka langsung. Seorang anak dapat mengikuti pembelajaran online ini paling lama enam jam saja. Mata anak-anak pun dapat terganggu akibat terlalu lama melihat gawai. Fisik yang kurang bergerak juga berpengaruh dalam tumbuh kembang anak.
Biasanya permasalahan dalam belajar dapat langsung dikonsultasikan dengan guru, sekarang anak mengandalkan peran orang tua. Tugas orang tua tidak hanya mendampingi, namun juga menjelaskan materi yang belum dipahami. Terlebih jika ada guru yang hanya memberikan tugas tanpa penjelasan ke siswa. Sementara tidak semua orang tua mampu menjadi guru mata pelajaran umum dari sekolah.
Jika kedua orang tua harus bekerja, maka anak pun sendirian berjibaku dengan kegiatan belajarnya. Tuntutan ekonomi membuat orang tua tidak bisa meluangkan waktu mengajar anak-anaknya. Hal ini dapat menimbulkan terbengkalainya pendidikan anak di masa pandemi. Orang tua pun tidak dapat berbuat banyak ketika anak menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain daripada belajar.
ADVERTISEMENT
Kondisi pendidikan di masa pandemi ini perlu perhatian serius dari pemerintah. Perlu gebrakan guna mengatasi masalah dalam pembelajaran online. Salah satu usaha dari pemerintah adalah pembagian kuota belajar untuk membantu meringankan beban orang tua.
Masalah pembelajaran online tentu tidak berhenti pada pembagian kuota saja. Kesenjangan teknologi perlu diatasi. Perlu adanya petunjuk khusus dalam pembelajaran di masa pandemi ini agar guru dan siswa tidak kebingungan menghadapi situasi pandemi ini.
Jika sebelumnya pembangunan fisik sekolah menjadi prioritas, maka sekarang perlu perhatian pada sarana penunjang dalam proses pembelajaran. Saat ini belum ada platform khusus dalam manajemen kegiatan pendidikan. Beberapa sekolah sudah menggunakan ruang belajar online sebagai sarana bagi siswa untuk mendapatkan materi, ruang diskusi sekaligus mengerjakan soal ujian.
ADVERTISEMENT
Fasilitas pembelajaran online yang sangat minim dirasakan baik siswa maupun guru. Perlu sarana memadai seperti laboratorium multimedia yang dapat digunakan untuk mengajar secara online. Jika memungkinkan, bantuan seperti Program Indonesia Pintar dapat memfasilitasi siswa dari keluarga miskin agar memiliki sarana belajar yang lebih baik.
Tidak adanya penyesuaian kurikulum juga menyebabkan target yang harus dicapai masih sama dengan masa normal. Sementara kondisi sekarang menyulitkan guru maupun siswa menyelesaikan target tersebut. Perlu tindak lanjut agar guru maupun siswa benar-benar merasakan kemerdekaan dalam belajar, seperti yang digaungkan dalam Hari Pendidikan Nasional tahun 2021 ini.
Guru memeriksa suhu tubuh sejumlah siswa SD saat uji coba pembelajaran tatap muka di SDN Tegalwaru 02, Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (15/3). Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO