Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Prinsip Keuangan Syariah: Tantangan Riba dan Alternatif Bagi Hasil
11 November 2024 16:55 WIB
·
waktu baca 11 menitTulisan dari A Rima Mustajab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lembaga keuangan memainkan peran penting dalam menggerakkan perekonomian dengan menyediakan layanan finansial seperti simpanan, kredit, dan investasi. Dalam menjalankan fungsi tersebut, konsep bunga telah menjadi dasarutama dalam praktik keuangan konvensional, yang memungut imbalan atas pinjaman sebagai bentuk keuntungan bagi lembaga keuangan. Namun, dari perspektif Islam, keberadaan bunga sering kali dianggap sebagai riba, yang dilarang karena dianggap sebagai bentuk eksploitasi atau pengambilan keuntungan yang tidak adil dari kebutuhan peminjam.
ADVERTISEMENT
Hal ini menimbulkan dilema bagi umat Muslim yang ingin memanfaatkan layanan keuangan modern namun tetap menjalankan prinsip-prinsip syariah yang melarang riba. Sebagai alternatif, sistem bagi hasil dikembangkan dalam lembaga keuangan syariah untuk menggantikan praktik bunga yang dianggap sebagai riba. Dalam sistem bagi hasil, keuntungan atau kerugian dari investasi atau proyek bisnis dibagi antara pemilik modal dan pengelola berdasarkan kesepakatan yang adil. Pendekatan ini diyakini lebih sejalan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan keadilan dan kesetaraan dalam transaksi keuangan.
Oleh karena itu, kehadiran lembaga keuangan berbasis syariah tidak hanya menawarkan solusi bagi masyarakat Muslim untuk mengakses layanan keuangan yang sesuai dengan nilai-nilai agama, tetapi juga mencerminkan upaya pengembangan sistem ekonomi yang lebih etis dan inklusif. Melalui pendekatan ini, lembaga keuangan syariah diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Pengertian Lembaga Keuangan dan Perannya dalam Perekonomian
Jamal Wiwoho menjelaskan pentingnya peran lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank, dalam mendistribusikan keadilan ekonomi bagi masyarakat. Menurutnya, “lembaga keuangan tidak hanya berfungsi sebagai perantara keuangan, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial dalam memastikan bahwa dana yang didistribusikan dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara luas” (Wiwoho, 2014, hlm. 87-97 ).
Lembaga keuangan adalah institusi yang menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat, seperti bank, koperasi simpan pinjam, perusahaan asuransi, dan pasar modal. Lembaga keuangan berperan penting dalam menggerakkan perekonomian, terutama dalam mendistribusikan dana dari pihak yang memiliki surplus dana (penabung atau investor) ke pihak yang membutuhkan dana (peminjam atau perusahaan). Dengan demikian, lembaga keuangan mempercepat sirkulasi uang, mendorong investasi, menciptakan lapangan kerja, dan pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Fungsi utama lembaga keuangan meliputi penghimpunan dana, penyaluran dana, dan penyediaan berbagai layanan keuangan yang membantu stabilitas serta efisiensi ekonomi secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Konsep Riba dalam Perspektif Islam dan Perbedaannya dengan Bunga dalam Keuangan Konvensional
Kartika Soetopo dan David Paul menyoroti implementasi prinsip bagi hasil dalam keuangan syariah, khususnya melalui pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Mereka mengamati bahwa “penggunaan skema bagi hasil memungkinkan distribusi risiko yang lebih adil antara pihak bank dan nasabah, sehingga lebih sesuai dengan prinsip keadilan dalam keuangan syariah” (Soetopo & Paul, 2016 ).
Dalam studi lain, Soetopo dan Paul (2016) membahas implementasi prinsip bagi hasil dalam pembiayaan musyarakah dan mudharabah di Bank Syariah Mandiri. Pada skema musyarakah, semua pihak yang terlibat menyumbangkan modal dan berperan aktif dalam usaha, dengan pembagian keuntungan berdasarkan rasio modal yang diberikan. Hal ini mendorong keterlibatan langsung para pemodal dalam risiko dan operasional usaha, menciptakan kemitraan yang seimbang dan etis (Soetopo & Paul, 2016, hlm. 207-223 ).
ADVERTISEMENT
Sistem keuangan syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah untuk memastikan bahwa setiap transaksi sesuai dengan prinsip syariah, seperti yang dijelaskan oleh Lestari (2015) dalam kajiannya mengenai prinsip bagi hasil pada perbankan syariah (Lestari, 2015, hlm. 46-66 ). Menurut Tim Bank Mega Syariah (2024), prinsip bagi hasil ini tidak hanya mematuhi aturan syariah tetapi juga menawarkan alternatif investasi yang lebih adil dan etis, yang dapat menarik kepercayaan masyarakat dalam jangka panjang (Tim Bank Mega Syariah, 2024 ).
Dalam kondisi pandemi COVID-19, Nasruron dan Safitri (2021) mengungkapkan bahwa perbankan syariah di Indonesia mengalami perkembangan positif, sebagian besar karena masyarakat lebih mempercayai sistem keuangan yang berbasis syariah dan etika keuangan Islam yang menekankan keadilan (Nasruron & Safitri, 2021, hlm. 1–20 ).
ADVERTISEMENT
Riba, dalam perspektif Islam, merujuk pada setiap bentuk tambahan atau pengambilan keuntungan berlebih dari suatu transaksi pinjaman yang tidak disertai dengan usaha atau risiko dari pihak yang meminjamkan. Al-Qur'an secara tegas melarang riba karena dianggap merugikan dan menindas pihak peminjam, yang pada akhirnya berpotensi memperburuk ketidakadilan ekonomi dalam masyarakat. Dalam sistem keuangan konvensional, bunga merupakan biaya yang dibebankan atas pinjaman atau imbalan bagi penabung yang menyimpan uang di lembaga keuangan. Bunga dianggap sebagai imbalan atas waktu dan risiko dari dana yang dipinjamkan. Perbedaan utama antara riba dan bunga terletak pada prinsip dasar keadilan dalam Islam; riba dianggap mengandung ketidakadilan karena penerima riba tidak mengambil risiko dalam usahanya. Oleh karena itu, keuangan syariah menawarkan alternatif dengan menghindari praktik bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil yang lebih adil.
ADVERTISEMENT
Pengertian dan Penerapan Sistem Bagi Hasil dalam Lembaga Keuangan Syariah
Sistem bagi hasil adalah metode pembagian keuntungan berdasarkan kontribusi modal dan risiko antara dua pihak atau lebih, tanpa jaminan keuntungan tetap seperti dalam sistem bunga. Dalam lembaga keuangan syariah, konsep ini diterapkan melalui beberapa instrumen utama, yaitu mudharabah dan musyarakah.
Pada skema mudharabah, nasabah berperan sebagai pemilik modal, sementara lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, bertindak sebagai pengelola dana. Keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan usaha kemudian dibagi sesuai dengan rasio yang telah disepakati sejak awal. Di sini, pihak pengelola tidak berkewajiban memberikan jaminan keuntungan kepada pemilik modal, tetapi memiliki kewajiban untuk mengelola dana secara profesional dan bertanggung jawab, sesuai prinsip syariah.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pada skema musyarakah, semua pihak menyertakan modal dan aktif dalam pengelolaan usaha. Dalam hal ini, tidak hanya keuntungan yang dibagi sesuai persentase modal, tetapi juga keterlibatan aktif dalam manajemen usaha dari masing-masing pihak. Keuntungan dibagi berdasarkan persentase modal yang telah disepakati, dan pihak-pihak terkait juga berbagi risiko. Sistem ini diyakini mampu menciptakan transparansi dan menyelaraskan kepentingan semua pihak, sekaligus menghindari praktik riba yang dilarang dalam Islam.
Peran Lembaga Keuangan dalam Menyediakan Layanan Keuangan yang Sesuai dengan Prinsip-Prinsip Syariah
Dalam konteks lembaga keuangan syariah, sistem bagi hasil digunakan sebagai mekanisme utama untuk menggantikan bunga yang dilarang dalam Islam. Berdasarkan kajian Beni dan Meriyati (2021) pada PT BPRS Al-Falah Banyuasin, sistem bagi hasil pada pembiayaan mudharabah memungkinkan keuntungan didistribusikan sesuai kesepakatan awal antara pemodal dan pengelola usaha, sehingga menciptakan keadilan finansial bagi kedua belah pihak (Beni, Meriyati, 2021, hlm. 159-170 ).
ADVERTISEMENT
Pendekatan yang berbeda diambil oleh perbankan konvensional, yang menggunakan bunga sebagai imbalan atas penggunaan dana. Budiutomo (2014) menjelaskan bahwa dalam perspektif Islam, bunga bank dianggap sebagai riba karena keuntungan diperoleh tanpa adanya keterlibatan langsung atau tanggung jawab risiko dari pihak yang memberikan pinjaman. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi yang tidak sejalan dengan prinsip keadilan dalam Islam (Budiutomo, 2014, hlm. 37–43 ).
Lembaga keuangan syariah bertujuan untuk menyediakan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah, yang melarang praktik riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi). Prinsip utama yang dijunjung adalah keadilan, yakni keuntungan yang diperoleh secara adil serta keseimbangan hak dan kewajiban antara semua pihak. Hal ini menjadikan lembaga keuangan syariah tidak hanya sebagai fasilitator pembiayaan, tetapi juga sebagai penegak nilai-nilai etika Islam dalam transaksi keuangan.
ADVERTISEMENT
Lembaga keuangan syariah menawarkan beragam produk, seperti mudharabah (bagi hasil), musyarakah (kerjasama), murabahah (jual beli dengan margin keuntungan), dan ijarah (pembiayaan berbasis sewa). Produk-produk ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan nasabah sekaligus patuh terhadap prinsip syariah, dengan menitikberatkan pada keadilan dalam transaksi dan pembagian risiko secara proporsional.
Setiap lembaga keuangan syariah juga memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang mengawasi kepatuhan lembaga terhadap prinsip-prinsip syariah. Keberadaan DPS ini memberikan kepercayaan kepada nasabah bahwa produk dan layanan yang ditawarkan telah sesuai dengan aturan syariah, menjaga integritas lembaga keuangan syariah di mata masyarakat.
Dengan demikian, peran lembaga keuangan syariah tidak hanya penting dalam memfasilitasi akses masyarakat terhadap layanan keuangan yang adil dan etis, tetapi juga dalam mendukung inklusi keuangan yang sejalan dengan nilai-nilai keadilan dan tanggung jawab sosial, sesuai dengan ajaran Islam.
ADVERTISEMENT
Implementasi Sistem Bagi Hasil di Lembaga Keuangan Syariah sebagai Alternatif dari Sistem Bunga
Lembaga keuangan syariah menerapkan sistem bagi hasil sebagai alternatif sistem bunga, dengan tujuan menegakkan prinsip keadilan dan kemitraan dalam transaksi keuangan Islam. Sistem bagi hasil ini menghindari unsur bunga, yang dalam Islam dianggap sebagai riba, yaitu pengambilan keuntungan tanpa adanya keterlibatan dalam risiko atau upaya yang dilakukan oleh pihak yang membutuhkan dana. Dalam lembaga keuangan syariah, sistem bagi hasil diterapkan melalui kontrak seperti mudharabah (kerjasama antara pemilik modal dan pengelola) dan musyarakah (kerjasama modal antar pihak).
Pada kontrak mudharabah, pemilik modal menyerahkan dana kepada pengelola usaha untuk menjalankan bisnis, dan keuntungan yang dihasilkan dibagi sesuai rasio yang disepakati sebelumnya. Pengelola hanya akan menerima bagian keuntungan jika usaha tersebut berhasil, sedangkan kerugian menjadi tanggung jawab pemilik modal kecuali jika terjadi kelalaian atau kesalahan dari pengelola. Hal ini membuat keuntungan tidak diberikan secara tetap, tetapi bergantung pada kinerja usaha.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, dalam musyarakah, semua pihak yang terlibat menyertakan modal atau keahlian mereka sesuai kesepakatan awal. Keuntungan dibagi berdasarkan persentase modal yang diinvestasikan, dan kerugian juga ditanggung sesuai dengan kontribusi modal masing-masing pihak. Sistem ini menekankan keterlibatan aktif serta pembagian risiko yang adil antara pihak-pihak yang bekerja sama.
Dampak Positif dan Tantangan dalam Menerapkan Sistem Bagi Hasil di Lembaga Keuangan Syariah
Sistem bagi hasil dalam lembaga keuangan syariah memberikan beberapa dampak positif, terutama dalam menciptakan keadilan dalam transaksi keuangan. Salah satu dampak positifnya adalah meningkatnya kepercayaan nasabah, yang merasa bahwa investasi mereka dikelola dengan adil tanpa adanya keuntungan sepihak oleh lembaga keuangan. Selain itu, karena semua pihak terlibat aktif dalam usaha, sistem bagi hasil juga mendorong kemitraan dan tanggung jawab bersama.
ADVERTISEMENT
Dari sisi ekonomi, sistem bagi hasil memadukan potensi keuntungan dan risiko secara seimbang, mendorong lembaga keuangan syariah untuk hanya berinvestasi pada usaha yang prospektif. Hal ini mendorong investasi dalam kegiatan produktif seperti pengembangan usaha kecil dan menengah, yang berkontribusi pada perekonomian.
Namun, sistem bagi hasil juga memiliki tantangan, seperti ketidakpastian pendapatan karena keuntungan bergantung pada kinerja usaha, berbeda dengan bunga tetap di lembaga keuangan konvensional. Tantangan lainnya mencakup kebutuhan pengawasan dan manajemen risiko yang ketat untuk memastikan pengelola usaha mematuhi prinsip syariah dan menjalankan usaha secara efisien. Transparansi dan akuntabilitas sangat penting, karena lembaga keuangan harus melaporkan keuntungan yang benar dan menjamin kejujuran dalam bagi hasil.
Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia yang memahami sistem bagi hasil, serta rendahnya pemahaman masyarakat, menjadi kendala dalam implementasinya. Sistem bagi hasil masih kurang familiar dibandingkan sistem bunga, sehingga dibutuhkan edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan masyarakat terhadap produk-produk keuangan syariah.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, sistem bagi hasil menawarkan berbagai keunggulan dan dampak positif bagi lembaga keuangan syariah serta perekonomian secara umum, tetapi penerapannya membutuhkan dukungan lebih lanjut, baik dari regulasi, sumber daya manusia, maupun edukasi untuk masyarakat.
implementasi sistem bagi hasil di lembaga keuangan syariah beserta contoh-contohnya di era sekarang
1. Kontrak Mudharabah dalam Investasi Syariah
Contoh: Di era sekarang, bank syariah seperti Bank Syariah Indonesia (BSI) menyediakan produk investasi berbasis mudharabah, di mana nasabah bertindak sebagai pemilik modal dan bank sebagai pengelola. Nasabah yang menanamkan dananya di produk deposito mudharabah ini akan mendapatkan keuntungan berdasarkan kinerja bank dalam mengelola dana tersebut. Jika investasi menghasilkan laba, nasabah mendapatkan bagi hasil sesuai rasio yang disepakati; jika sebaliknya, kerugian ditanggung oleh bank tanpa memberikan imbalan tetap. Ini membedakannya dari deposito konvensional yang menawarkan bunga tetap.
ADVERTISEMENT
2. Musyarakah dalam Pembiayaan Bisnis dan Properti
Contoh: Skema musyarakah kini diterapkan dalam pembiayaan bisnis ritel dan properti. Di perbankan syariah, musyarakah digunakan untuk modal usaha bersama, misalnya dalam proyek perumahan. Pihak bank dan pengembang masing-masing menyertakan modal dan berbagi risiko serta keuntungan. Misalnya, jika bank syariah bekerja sama dengan developer untuk membangun perumahan, keduanya menanggung modal dan risiko proyek serta menerima keuntungan sesuai proporsi modal yang diinvestasikan, tanpa unsur bunga.
3. Bagi Hasil di Platform Crowdfunding Syariah
Contoh: Platform crowdfunding syariah seperti Ethis atau Investree Syariah menawarkan peluang bagi hasil bagi investor dan pelaku usaha. Sistem ini memungkinkan individu atau kelompok untuk berinvestasi dalam proyek tertentu, seperti pengembangan UMKM atau properti, dengan akad mudharabah atau musyarakah. Investasi ini memberikan keuntungan berdasarkan kinerja proyek, dan pembagian keuntungan dibagi secara transparan tanpa adanya bunga. Misalnya, seorang investor dapat menyertakan modal untuk membantu pengembangan usaha ritel melalui platform ini dan menerima bagi hasil sesuai keuntungan yang dihasilkan oleh proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
4. Penerapan Bagi Hasil pada Koperasi Syariah untuk UMKM
Contoh: Koperasi syariah seperti BMT (Baitul Maal wa Tamwil) menggunakan sistem bagi hasil untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dalam koperasi ini, anggota yang membutuhkan modal dapat mengajukan pembiayaan dengan skema mudharabah, di mana koperasi menyediakan dana dan nasabah mengelola usaha. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha tersebut dibagi antara koperasi dan nasabah sesuai rasio yang disepakati. Contohnya, seorang pedagang makanan bisa memperoleh modal dari koperasi syariah, dan jika usaha menguntungkan, ia memberikan sebagian dari keuntungan sebagai bagi hasil kepada koperasi.
5. Penyertaan Modal dalam Proyek Energi Terbarukan dengan Sistem Bagi Hasil
Contoh: Di era sekarang, investasi berbasis bagi hasil juga mulai diterapkan dalam proyek-proyek besar seperti energi terbarukan. Beberapa lembaga keuangan syariah dan platform crowdfunding syariah membuka peluang investasi bagi masyarakat dalam proyek panel surya atau pembangkit listrik mikrohidro dengan skema musyarakah. Investor bersama-sama menyertakan modal dan berbagi keuntungan dari penjualan energi yang dihasilkan. Sistem ini memungkinkan pengembangan proyek berkelanjutan tanpa bergantung pada bunga pinjaman, sekaligus memberi kesempatan kepada investor untuk mendapatkan pengembalian yang sejalan dengan etika Islam.
ADVERTISEMENT
Dengan contoh-contoh ini, sistem bagi hasil tidak hanya berfungsi sebagai alternatif dari bunga tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan sejalan dengan prinsip syariah di berbagai sektor.
Kesimpulan
Lembaga keuangan syariah hadir sebagai solusi alternatif terhadap sistem keuangan konvensional dengan menghindari praktik riba dan menerapkan sistem bagi hasil sebagai bentuk pembagian keuntungan yang lebih adil. Dalam sistem keuangan syariah, riba atau bunga dianggap sebagai elemen yang merugikan karena keuntungan diperoleh tanpa adanya keterlibatan risiko atau usaha. Sebagai pengganti, sistem bagi hasil melalui akad mudharabah dan musyarakah diterapkan, yang memungkinkan distribusi keuntungan berdasarkan kontribusi modal dan risiko yang ditanggung. Dengan demikian, ekonomi syariah tidak hanya menjunjung prinsip keadilan dan transparansi dalam transaksi keuangan tetapi juga berkontribusi pada kestabilan sosial dan peningkatan kesejahteraan ekonomi.
ADVERTISEMENT