Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi Negara di Era Digitalisasi
20 Oktober 2024 17:28 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari A Rima Mustajab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia telah menjadi fondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak diresmikan pada tahun 1945. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan masuknya era digitalisasi, Pancasila menghadapi tantangan-tantangan baru yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Teknologi informasi yang berkembang pesat memberikan dampak besar terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam menyebarkan ideologi dan nilai-nilai kebangsaan. Tantangan-tantangan ini perlu dipahami dan diatasi agar Pancasila tetap relevan dan kokoh sebagai ideologi negara.
1. Penyebaran Ideologi Alternatif
ADVERTISEMENT
Di era digital, informasi dari berbagai penjuru dunia dapat diakses dengan mudah dan cepat. Hal ini memungkinkan penyebaran ideologi alternatif yang mungkin bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti radikalisme, ekstremisme, dan liberalisme. Masyarakat, terutama generasi muda yang sangat aktif di dunia digital, rentan terpapar oleh konten-konten yang mempromosikan pandangan ideologis yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa. Konten-konten ini sering kali muncul dalam bentuk yang menarik, seperti video, meme, dan tulisan di media sosial, sehingga semakin mudah untuk diserap dan diterima tanpa disaring dengan kritis.
2. Polarisasi dan Fragmentasi Sosial
Kemudahan berkomunikasi dan berinteraksi di era digital juga memunculkan tantangan berupa polarisasi dan fragmentasi sosial. Media sosial sering kali digunakan sebagai platform untuk menyebarkan narasi yang bersifat provokatif, sektarian, dan memecah belah masyarakat. Fenomena ini bisa mengancam nilai-nilai Pancasila, terutama sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Polarisasi yang semakin tajam di dunia maya dapat memicu konflik sosial di dunia nyata, yang pada akhirnya mengancam integritas bangsa.
ADVERTISEMENT
3. Individualisme dan Konsumerisme
Era digital juga menumbuhkan budaya individualisme dan konsumerisme. Banyak platform digital yang mempromosikan gaya hidup konsumtif dan individualistik, yang cenderung bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, terutama sila keempat dan kelima, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Konsumerisme dan individualisme yang semakin kuat dapat mengikis semangat gotong royong, solidaritas, dan keadilan sosial yang menjadi inti dari Pancasila.
4. Berita Palsu dan Disinformasi
Salah satu tantangan terbesar di era digital adalah penyebaran berita palsu (hoaks) dan disinformasi. Informasi yang tidak benar atau dipelintir sering kali digunakan untuk memanipulasi opini publik, menciptakan ketakutan, dan memecah belah masyarakat. Penyebaran berita palsu ini tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara, tetapi juga dapat menggerus nilai-nilai Pancasila, terutama keadilan, kebenaran, dan persatuan. Dalam banyak kasus, berita palsu digunakan untuk menyerang kelompok-kelompok tertentu, yang dapat memicu konflik dan memperparah perpecahan di masyarakat.
ADVERTISEMENT
5. Keterbatasan Pengawasan dan Regulasi
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi berkembang lebih cepat daripada regulasi yang ada. Pemerintah menghadapi tantangan besar dalam mengawasi dan mengendalikan konten-konten di dunia maya yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Regulasi yang ada sering kali tertinggal, sehingga ruang digital menjadi ladang subur bagi penyebaran konten negatif yang dapat merusak tatanan ideologis negara. Selain itu, keterbatasan kapasitas dan teknologi untuk memonitor seluruh aktivitas digital juga menjadi masalah.
6. Kurangnya Pemahaman Pancasila di Kalangan Generasi Muda
Generasi muda, yang merupakan pengguna utama teknologi digital, sering kali kurang memahami esensi dari Pancasila. Pendidikan Pancasila di sekolah-sekolah sering kali dianggap ketinggalan zaman dan kurang menarik, sehingga banyak generasi muda yang tidak benar-benar menginternalisasi nilai-nilai Pancasila. Di sisi lain, konten-konten digital yang menyebarkan ideologi alternatif lebih menarik dan interaktif, membuat generasi muda lebih mudah terpengaruh oleh nilai-nilai di luar Pancasila.
ADVERTISEMENT
Upaya Menghadapi Tantangan
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah strategis yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, institusi pendidikan, hingga masyarakat umum. Pertama, literasi digital harus ditingkatkan di semua lapisan masyarakat, terutama di kalangan generasi muda, agar mereka dapat menyaring informasi dengan bijak dan tidak mudah terpengaruh oleh ideologi-ideologi alternatif yang bertentangan dengan Pancasila. Kedua, perlu adanya penguatan pendidikan Pancasila yang lebih relevan dan menarik, baik di lingkungan formal seperti sekolah, maupun di platform digital.
Selain itu, pemerintah perlu memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap konten-konten digital yang mengancam nilai-nilai Pancasila. Kolaborasi antara pemerintah, platform media sosial, dan masyarakat dalam melaporkan dan menangani konten negatif sangat diperlukan. Yang tak kalah penting, semangat gotong royong, solidaritas, dan persatuan yang menjadi inti dari Pancasila harus terus dikampanyekan di dunia digital, melalui gerakan-gerakan positif dan konten yang menginspirasi.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Pancasila sebagai ideologi negara memang menghadapi tantangan besar di era digitalisasi. Namun, dengan upaya bersama dan kesadaran kolektif, Pancasila tetap dapat menjadi panduan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Era digital harus dimanfaatkan sebagai alat untuk memperkuat Pancasila, bukan sebagai ancaman terhadap keberlanjutannya.