Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Ketika Anak Bertengkar karena Mainan, Apa yang Sebenarnya Mereka Butuhkan?
5 Mei 2025 11:44 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Cah Ayu Tihuri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
“Di balik tangisan dan tarik-menarik mainan, ada kebutuhan anak untuk dimengerti, bukan dihukum”.

ADVERTISEMENT
Anak-anak sering bertengkar karena berebut mainan. Meski terlihat sepele dan kerap dianggap remeh oleh orang dewasa, momen ini menyimpan pesan penting tentang perkembangan emosi dan sosial mereka. Di tengah teriakan “aku duluan!” atau tangisan karena mainan direbut, anak sebenarnya sedang menunjukkan kebutuhan yang lebih dalam dari sekadar keinginan memiliki.
Suatu pagi di ruang bermain, dua anak kecil tampak saling tarik-menarik satu mainan. Salah satu berteriak keras, yang lain menangis. Seorang guru mendekat dan berkata, “Bagi dong, gak boleh rebutan.” Konflik pun selesai, secara permukaan. Namun sesungguhnya, apakah yang baru saja terjadi benar-benar selesai? Ataukah kita hanya melewatkan peluang emas untuk memahami dan membimbing emosi anak?
Pada usia dini, anak-anak belum memiliki kemampuan mengatur emosi secara penuh. Mereka belum memahami konsep berbagi, menunggu giliran, atau empati dengan baik. Ketika mereka berebut mainan, itu bukan sekadar karena mereka “nakal” atau “egois”. Mereka sedang mencoba memahami dunianya, bagaimana cara merasa aman, diperhatikan, dan diakui. Sayangnya, reaksi orang dewasa justru sering menekan, bukan membimbing. Kita buru-buru menyuruh berbagi, tanpa menjelaskan bagaimana caranya, atau kenapa itu penting.
Sebagai orang dewasa, baik orang tua, guru, atau pengasuh. Kita kta punya tanggung jawab lebih dari sekadar menghentikan tangisan. Kita perlu menjadi pendamping yang mendengarkan, bukan hakim yang mengatur. Alih-alih langsung melarang, kita bisa bertanya, “Kamu marah, ya?” atau “Kamu ingin main itu karena suka?” Dengan begitu, anak belajar mengenali perasaannya dan mulai memahami bahwa perasaan orang lain juga penting.
Saya percaya, setiap konflik kecil antar anak adalah ruang belajar yang luar biasa. Mereka tak hanya belajar tentang mainan, tapi juga tentang empati, kesabaran, dan bagaimana bernegosiasi. Dan kita, orang dewasa, juga sedang belajar: belajar untuk tidak tergesa-gesa menenangkan suasana, tapi memberi ruang bagi anak untuk tumbuh melalui emosinya.
Rebutan mainan hari ini mungkin terdengar biasa. Tapi jika kita mau sedikit lebih peka, kita akan menyadari, yang diperebutkan bukan hanya mobil-mobilan, tapi juga rasa dihargai, didengarkan, dan dimengerti. Dan anak yang merasa dimengerti hari ini, akan tumbuh menjadi orang yang bisa memahami dunia besok.
ADVERTISEMENT