Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kasus Pembunuhan Ibu Menggunakan Garpu Sawah oleh Anak dalam Kacamata Psikologi
16 Juli 2024 13:35 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Cahya Aisyarani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fenomena kriminalitas sejatinya tidak pernah lepas dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Dilansir dari Pusat Informasi Kriminal Indonesia, kasus kriminal di Indonesia telah mencapai 143.617 kasus sepanjang Januari-Mei 2024. Salah satu kasus kriminal di antaranya adalah pembunuhan.
ADVERTISEMENT
Misalnya saja beberapa hari lalu. Seorang ibu di Kampung Cilandak, Desa Sekarsari, Kecamatan Kalibunder, Kabupaten Sukabumi, dibunuh dengan menggunakan garpu sawah oleh anaknya sendiri. Kasus ini pun ramai diberitakan di media-media.
Berdasarkan keterangan pelaku, ia tega membunuh ibunya lantaran kesal sering dimarahi. Keterangan ini memang belum 100% valid dan meyakinkan. Polisi juga masih mendalami alasan mengapa korban sering memarahi pelaku.
Kesaksian Tetangga
Setelah ia membunuh ibunya, pelaku tetap tidur di kediamannya. Keesokan harinya, ia pergi mendatangi tetangga seraya membawa uang Rp 330 ribu. Saat itu pelaku mengaku telah membunuh ibunya, dan meminta si tetangga mengakhiri hidup pelaku.
Salah satu warga pun mengecek kediaman pelaku dan menemukan korban dalam kondisi tewas berlumuran darah. Sampai saat ini pelaku masih diperiksa psikologi kejiwaannya untuk keperluan penyelidikan lanjutan.
ADVERTISEMENT
Aspek Kognitif dan Teori Bandura
Psikolog dan penggagas teori kognitif sosial, Albert Bandura, mengungkapkan bahwa menurut pandangan aspek sosial, kognitif manusia berfokus pada observasi, di mana pribadi seseorang dan tuntutannya saling bekerja sama dalam menentukan perilaku seseorang.
Menurut teori Bandura, pengaruh dari penghargaan atau hukuman yang diterima seseorang di masa lalu akan menjadi bagian dari dirinya. Perilaku seseorang bisa berubah karena harapan atau ekspektasi orang tersebut juga berubah. Dalam beberapa situasi, ketika seseorang pernah mendapatkan penghargaan atau hukuman di masa lalu, mereka akan berpikir jika mereka melakukan perilaku yang sama, mereka akan mendapatkan penghargaan atau hukuman yang sama di masa depan dalam situasi yang mirip.
ADVERTISEMENT
Keterkaitan Antara Pembunuhan dengan Sisi Psikologis
Dalam kasus pembunuhan ini, diketahui rupanya pada tahun 1999, ayah pelaku sekaligus suami korban tewas dibunuh oleh seseorang karena isu dukun santet. Perilaku kekerasan mungkin telah dipelajari oleh pelaku melalui observasi kejadian traumatis di masa lalu, sama seperti ayahnya yang tewas akibat emosi dan tindakan warga.
Pengalaman traumatis ini bisa sangat berpengaruh pada pembentukan perilaku dan ekspektasi anak tersebut. Ketika pelaku--saat kecil--mengetahui atau menyaksikan kekerasan yang ekstrim, hal itu bisa meninggalkan bekas mendalam di dirinya. Pelaku mungkin kemudian melihat kekerasan sebagai sesuatu yang normal, atau sebagai cara yang bisa diterima untuk menyelesaikan konflik.
Dengan kata lain, pelaku berpikir bahwa dalam situasi yang penuh stres atau ketegangan, kekerasan adalah respons yang wajar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, reinforcement negatif yang diterima dari pengalaman traumatis tersebut, seperti perasaan takut, trauma mendalam, dan kemarahan yang tidak terselesaikan, bisa memperkuat mengapa pelaku dengan tega membunuh ibunya sendiri. Pelaku, yang mengaku kerap dimarahi ibunya, mungkin menganggap bahwa kekerasan jadi cara yang efektif dan satu-satunya cara untuk mengatasi situasi sulit.
Hal ini berarti, ketika seseorang tersebut dihadapkan dengan situasi konflik atau tekanan emosional di masa depan, dia lebih cenderung untuk merespons dengan kekerasan. Pada akhirnya, semua ini dapat memicu tindakan kekerasan di kemudian hari, seperti yang terjadi dalam kasus tragis di mana dia membunuh ibunya.
Secara sederhana, teori Bandura menjelaskan bahwa anak atau seseorang yang telah menyaksikan atau mengalami kekerasan di masa lalu dapat mengembangkan perilaku serupa karena mereka telah belajar dari pengalaman tersebut dan membentuk harapan bahwa kekerasan adalah respons yang mungkin terhadap situasi yang mereka hadapi.
ADVERTISEMENT