Mahkamah Konstitusi Tolak Permohonan Uji Materi Proporsional Terbuka

Cahya Aulia
Mahasiswa Hukum di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
19 Juni 2023 12:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cahya Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh EKATERINA  BOLOVTSOVA: https://www.pexels.com/id-id/foto/kayu-lapangan-hakim-hukum-6077326/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh EKATERINA BOLOVTSOVA: https://www.pexels.com/id-id/foto/kayu-lapangan-hakim-hukum-6077326/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada tanggal 15 Juni 2023, Mahkamah Konstitusi dengan tegas menyatakan bahwa sistem pemilu terbuka akan tetap diterapkan dalam pemilihan umum (pemilu) yang akan dilaksanakan pada tahun 2024. Keputusan ini menjadi sorotan publik dan memicu diskusi yang luas di kalangan masyarakat dan politisi.
ADVERTISEMENT
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi mengumumkan menolak permohonan para penggugat setelah mendengar gugatan atas pasal 168 ayat (2), Undang-Undang Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 (Pemungutan Suara), agar sistem pemungutan suara proporsional terbuka tetap berlaku.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis (15/6).
Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan dalam proses 114/PUU-XX/2022 itu Pemohon menilai penyelenggaraan pemilihan umum dengan sistem proporsional dengan daftar terbuka telah mendistorsi peran partai politik.
"Dalil tersebut hendak menegaskan sejak penyelenggaraan Pemilihan Umum 2009 sampai dengan 2019 partai politik seperti kehilangan peran sentral-nya dalam kehidupan berdemokrasi," ujar Saldi Isra.
Menurut Saldi, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar, dalil para Pemohon adalah sesuatu yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
“Karena, sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon," ujar Saldi Isra.
Sistem pemilu terbuka adalah sistem di mana pemilih dapat memilih secara langsung calon atau partai politik yang diinginkan tanpa adanya batasan atau pengaruh dari partai politik. Dalam sistem ini, pemilih memiliki kebebasan penuh untuk memilih calon atau partai politik yang dianggap paling sesuai dengan keinginan dan kepentingan mereka.
Keputusan Mahkamah Konstitusi ini merupakan hasil dari serangkaian gugatan yang diajukan oleh sejumlah kelompok masyarakat dan partai politik yang menginginkan perubahan sistem pemilu menjadi sistem pemilu tertutup. Para penggugat berpendapat bahwa sistem pemilu terbuka cenderung memunculkan fragmentasi politik dan melemahkan stabilitas politik negara.
ADVERTISEMENT
Namun, Mahkamah Konstitusi dengan tegas menolak gugatan tersebut dengan alasan bahwa sistem pemilu terbuka telah terbukti melindungi hak-hak demokratis warga negara dan mendorong partisipasi politik yang lebih luas. Keputusan ini juga didasarkan pada pertimbangan bahwa sistem pemilu terbuka telah terbukti berhasil dalam pemilihan sebelumnya dan memungkinkan masyarakat untuk lebih memilih secara langsung calon atau partai politik yang mewakili kepentingan mereka.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi juga menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik dan pemilihan umum. Mereka berpendapat bahwa sistem pemilu terbuka adalah bentuk ekspresi dari hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat, serta melibatkan rakyat secara langsung dalam menentukan perwakilan politik mereka.
Keputusan ini tentu saja menjadi tonggak penting dalam perkembangan demokrasi di negara ini. Dengan mempertahankan sistem pemilu terbuka, Mahkamah Konstitusi telah mengirimkan sinyal yang kuat bahwa partisipasi masyarakat dalam proses politik adalah kunci utama dalam mencapai pemerintahan yang berkeadilan dan berdemokrasi.
ADVERTISEMENT
Namun, seperti halnya keputusan hukum lainnya, putusan Mahkamah Konstitusi ini tidak luput dari kontroversi. Beberapa pihak masih berpendapat bahwa sistem pemilu terbuka dapat memunculkan fragmentasi politik yang lebih besar dan mendorong politik transaksional, di mana partai politik berfokus pada pencapaian kepentingan pribadi daripada kepentingan publik secara keseluruhan.
Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat dan para pemangku kepentingan politik untuk terus berdiskusi secara terbuka mengenai sistem pemilu yang paling sesuai dengan kebutuhan negara ini. Pemilihan umum yang adil dan transparan adalah landasan penting bagi demokrasi yang sehat dan representatif.
Dalam rangka menghadapi pemilu 2024, penting bagi semua pihak yang terlibat dalam proses politik untuk bekerja sama memastikan bahwa pemilu berjalan dengan lancar dan adil. Edukasi politik kepada masyarakat juga menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya partisipasi aktif dalam memilih calon atau partai politik.
ADVERTISEMENT
Dalam kesimpulannya, keputusan Mahkamah Konstitusi untuk tetap menerapkan sistem pemilu terbuka pada pemilu 2024 menegaskan komitmen untuk menjaga demokrasi yang inklusif dan partisipatif. Namun, perdebatan mengenai sistem pemilu yang paling sesuai harus terus berlanjut agar dapat memastikan bahwa proses pemilihan umum berlangsung dengan adil, efektif, dan mewakili kehendak rakyat.