Allah Telah Memerdekakan Pak Nursamad Kamba

caknundotcom
Dekonstruksi pemahaman nilai, pola komunikasi, pendidikan cara berpikir serta pengupayaan solusi masalah masyarakat.
Konten dari Pengguna
22 Juni 2020 15:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari caknundotcom tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok: Cak Nun.
zoom-in-whitePerbesar
Dok: Cak Nun.
ADVERTISEMENT
Beliau Syeikh Prof. Dr. Nursamad Kamba lah yang meneguhkan keyakinan dan ilmu bahwa yang ditempuh oleh pergerakan zaman yang bernama Maiyah adalah Jalan Nubuwah. Jalan Kenabian. Itu bukan klaim bahwa Maiyah adalah shirath an-Nubuwah sedang yang lainnya bukan atau tidak.
ADVERTISEMENT
Peneguhan Syeikh bermakna suatu pengetahuan baqa` bahwa tidak ada jalan lain yang seyogianya ditempuh oleh ummat manusia selain Jalan Nubuwah. Itu kalau manusia legawa hatinya memastikan dirinya bersikap ilmiah terhadap kehidupan, berkesadaran historis dan realistis terhadap asal-usul dan tujuan kehidupan semua makhluk Allah Swt.
Kita semua hidup, dididik dan dibesarkan oleh ilmu dan sikap yang menggambarkan “supremasi manusia” atas segala sesuatu yang lain, termasuk Tuhan. Peradaban ilmu dan kebudayaan manusia abad 20-21 sangat mencerminkan mungguhnya hati makhluk yang bernama manusia. “GR”. Ananiyah. Abaa wastakbara. Firaunistik.
Baik dalam arti dan konteks keberkuasaan atas alam dan sesama manusia, maupun ideologi diam-diam di dalam struktur berpikir dan sistem psikologi mereka yang sangat cenderung menuhankan dirinya sendiri dan meletakkan Allah Swt sebagai pelengkap penderita dari kepentingannya, dari ambisinya, dari ilmunya, serta segala kosmos sangkan-parannya.
ADVERTISEMENT
Sejak kanak-kanak saya heran dan “kagum” kepada atmosfer akal pikiran manusia. Saya menempuh jalan yang sama sekali berbeda. Sendirian. Kenapa di masa remaja Allah Swt mencemplungkan saya ke kawah penuh pergolakan dunia puisi, sepertinya dalam rangka mempersiapkan agar saya tidak terlalu mengalami frustasi dalam kesendirian rasa hidup saya, serta di dalam kesepian dan keterpinggiran gagasan hidup saya.
Setamat SMA saya menulis puisi: “Orang-orang maju ke belakang. Orang-orang mundur jauh ke kehampaan. Ketelingsut di tikungan-tikungan zaman”.
Saya tidak sekolah secara normal sebagaimana umumnya remaja dan kaum muda di dunia modern. Bahkan juga tidak menguningkan pemahaman saya dengan kitab-kitab pesantren tradisional. Saya gelandangan ilmu dan kehidupan dalam arti yang sebenarnya. Saya tidak punya bahan untuk mempertahankan kepada sesama manusia kenapa saya memilih “jalan sunyi” yang jauh dari riuh rendah zaman.
ADVERTISEMENT
Saya tidak punya ilmu untuk berargumentasi. Saya tidak punya kepustakaan untuk membela diri. Saya bersembunyi di Gua Iman dan Cinta diam-diam kepada dan dengan Allah saya, yang saya dekati, sentuh dan rasakan secara apa adanya kehidupan batin saya.
Saya solo-fighter yang nekat bertarung sendirian melawan arus besar peradaban. Tetapi Allah memperkenankan sejumlah hal, sejumlah pelimpahan hidayah dan perlindungan sampai saya bisa bertahan hingga hari ini. Saya berbeda bahkan bertentangan pendapat dengan pemahaman-pemahaman baku ummat manusia hampir di bidang apa saja. Dari keseharian hidup hingga politik nasional dan globalisasi kolonialistik atau kolonialisme global yang mayoritas manusia menganggapnya justru sebagai berkah, kemajuan hidup dan sukses zaman. Andaikan ada saudaraku yang lain yang berposisi sama dengan saya, tetap juga kami bertentangan pendapat tentang bagaimana merespons semua hal yang kami tidak sepakat. Dari soal perubahan sosial, metode dakwah, revolusi dan evolusi sosial, hingga hal-hal yang kecil dan mikro.
ADVERTISEMENT
Saya mengalami penindasan, pencekalan, penentangan, permusuhan, sinisme atau bentuk macam-macam lainnya selama Orla, Orba hingga Orlaba sekarang ini. Sudah pasti Allah melindungi siapa pun hamba-hamba-Nya yang menurut Allah memang seharusnya dilindungi. Tetapi pasti perlindungan Allah kepada saya belum pernah dan mungkin memang tidak akan pernah sampai ke taraf perintah sebagaimana yang Allah berikan kepada Nabi Musa atas Firaun, Nabi Ibrahim atas Namrud atau Nabi Muhammad Saw atas kejahiliyahan zaman. Saya hanya ditakdirkan menjadi seonggok kerikil di tepian sungai, yang dilindungi-Nya untuk tidak kintir atau terseret oleh arusnya.
Sampai akhirnya Allah mengiguh Maiyah melebar meluas mendidih menjadi suatu gelombang sosial yang tidak bisa dianggap tidak ada, meskipun untuk menganggapnya ada juga dunia tidak memiliki rumus atau ilmu untuk mengidentifikasikannya. Di tengah berkah Allah itulah di tepian Sungai Nil Cairo Mesir Allah mempertemukan saya dengan Syeikh Nursamad Kamba. Allah memodulasikan dan memperjodohkan sangat banyak hal antara semua yang saya lakukan dengan samudera ilmu Syekh Nursamad. Beliau dengan saya dan Maiyah adalah semacam symbiose-mutualistik. Semacam “azwajuz-zaman”, perjodohan ilmu dan hikmah sejarah. Syeikh Nursamad 16 tahun di Al-Azhar Cairo, universitas tertua di kehidupan Kaum Muslimin modern. Beliau bisa menjawab apa yang tidak mungkin bisa saya jawab. Beliau mempelajari, mengetahui, mengerti dan menguasai sangat banyak hal yang saya tidak memilikinya.
ADVERTISEMENT
Beliau adalah MarjaMaiyah dalam arti yang sebenarnya. Dalam segala makna dan dimensi. Ilmunya, uswatun hasanah hidupnya, harmoni keluarganya, ketabahan dan kesabaran hatinya, keluasan dan kelembutan jiwanya, keterukuran dan kesantunan sikap sosialnya. Jangan tanya lagi hal keluasan pengetahuannya serta kedalaman ilmunya.
Baru tadi malam saya selesaikan tulisan Pengantar untuk buku beliau “Mencintai Allah Secara Merdeka”. Pagi dini harinya, pukul 01.00 Allah memanggilnya. Allah memerdekakannya. Banyak hal yang Jemaah Maiyah harus lakukan sesudah proklamasi kemerdekaan Syekh Kamba dari dunia yang hina dina ini. Meneliti kembali, mengingat-ingat, mencatati, dan menghimpun segala ilmu dan hikmah yang pernah beliau taburkan selama sekian tahun beliau menemani dan menjadi pemandu Maiyah. Beliau adalah Qaryatul ‘Ilmi, kampung halaman ilmu Maiyah kita bersama. Di dalam jiwa saya dan semua Jemaah Maiyah, pagi ini terdapat lubang sangat besar. Lubang duka tak tekira. Lubang hampa. Lubang derita. Tapi semoga Allah akan mengisinya dengan makna.
ADVERTISEMENT
إنا لله وإنا إليه راجعون
بقلوب مؤمنة بقضاء الله وقدره ومليئة بالحزن والأسى نشاطر الأحزان للأستاذة فاتن حمامة وأولادها وأحفادها بوفاة الشبخ الحبيب الغالي الأستاذ الدكتور محمد نور صمد كمبا
ونسال الله ان يتغمده بواسع رحمته ومغفرته ويسكنه فسيح جناته
اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نزله ووسع مدخله واغسله بالماء والثلج والبرد ونقه من الذنوب والخطايا كما ينقى الثوب الأبيض من الدنس
برحمتك الواسعة يا أرحم الراحمين
(احمد فؤاد أفندي والزوجة الكريمة أ