Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Rimba Gelap di Depanmu
5 November 2018 17:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari caknundotcom tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(Proyeksi Tematik 1974-2019)
Loncat masuk!
Tidak mandek untuk berpikir
Karena berpikir tak berjodoh dengan kemandekan
ADVERTISEMENT
Deras waktu mendesakmu
Kapal musnah terbakar
Di belakang punggungku
Api terus bernyala-nyala
Api terus berkobar, menjilat-jilat, meremuk masa silammu
Sedangkan gelombang samudera terus menderu, mengguncang setiap pertimbangan
Dan akan menerkam semua pengecut yang dungu, yang tertegun dan bimbang
Terjun! dan jangan bertanya
Mana jalan, berapa jauh tepian
Pertanyaan minta dibereskan dengan pertanyaan
Api yang memerah
Harus menjadi perlambang bagi panas jiwa menggelegak ke masa depan
Dan suara lautan adalah gemuruh semangat
Gelegak darah yang pantang bagai malaikat kegelapan
Bumi tanah airku, perempuanku tidak untuk dijabarkan
Adam tidak membiarkan matanya kosong bertanya-tanya kapan
Dan di mana berada gunung kenikmatan, tapi Hawa yang telanjang
Langsung diterkam dan diteguknya! Berkat tangan gelap Tuhan
ADVERTISEMENT
Dan pecahlah keperawanan bumi
Kemudian bergulirlah sejarah di atas ladang-ladang misteri
Mengembarai cakrawala tak bertepi
Demikianlah tarekat kehidupan
Kau hadir dan berangkat begitu saja
Kekhawatiran, ketakutan, keasingan Yang terbungkus dalam tiap pengamatan
Itu sah dan sangat diperlukan
Tetapi ia akan selalu membusuk
Di setiap pagi tiba
Seseorang tidak boleh mati
Dipecundangi oleh akal, kalau kau jadikan ia pemimpinmu
Tidak. Akal adalah alatmu
Setiap kali ia menipiskan harapanmu
Kelupaslah lapisan yang baru
Seseorang harus tetap hidup
Kalau timbanganmu kaku
Kau akan terkencing-kencing
Lantas bersembunyi
Di belakang kata-kata manis
Yang kau pakai untuk menipu dirimu sendiri
Yang terdengar lunak di telinga khalayak
Tetapi di manakah kalimat sejati
Tuhan dengan firman-Nya yang hakiki
ADVERTISEMENT
Kau selipkan, di tengah huru-hara kecemasan hatimu?
Di manakah Tuhan berjaga
Di lekukan kegelapan itu?
Para Malaikat mengurut butiran tasbih nasib manusia
Tuhan sendiri berjaga diam-diam
Tak kentara memainkan peran-Nya
Yang betapa mengasyikkan
Dan mengerikan
Sehingga kau berlindung di balik kata iman
Bersandar di kursi taqwa
Kata yang hanya kata
Kursi jadi-jadian
Perempuanku
Rakyat femininku
Tanah air pertiwiku
Warga derita Negeriku
Tetangga penderitaanku
Tak ada pemberhentian dalam kehidupan
Jalanan nasib kita tanpa terminal
Tak ada stasiun di kereta kecemasan kita
Tak ada istirahat bagi jantung perjuanganmu
Musik jiwa tak berbatas
Irama bumi gendang langit
Oktaf tak terhingga
Maiyah menembus kelam
Mengetuk setiap pintu
Membuka semua gerbang
Tidak lelah diguncang
ADVERTISEMENT
Berdebar menanti jawaban
Kadipaten, Maret 1974
Kadipiro, November 2018